Kisah - VII

1K 126 27
                                    

Pagi yang cerah bagi Aqila, si anak periang penuh ceria dan energik. Seiring berjalannya waktu Aqila dapat tumbuh menjadi pribadi yang positif dikala ia tidak pernah merasakan kasih sayang dari kedua orangtua kandungnya. Sanubarinya menyambut pagi hari dengan semarak gembira, anak perempuan itu sudah tampil rapih, tubuh mungilnya sudah lengkap memakai seragam sekolah.

Sebelum Aqila menuruni tangga untuk sarapan pagi, ia melihat salah satu pintu kamar tamu yang tersingkap kecil. Melalui rasa penasaran yang ia miliki, anak perempuan itu menghampirinya dan mendorong pintunya menjadi terbuka lebar.

"Bubu Prilly kok ada dikamar sini, Baba mana bu? Didalam ya?" Aqila celingak-celinguk, ia menemukan Prilly yang tengah mengenakan handuk kimono. Selintas itu juga Aqila mengira jika sang bubu baru saja selesai mandi.

Prilly menoleh lantas dia berjalan menghampiri Aqila. Seutas senyuman merayap dibibir Prilly menyapa Aqila dengan raut wajah sumringah. "Sebentar ya sayang.. bubu mau siap-siap dulu, Qila tunggu dimeja makan ya nanti bubu nyusul."

Sebuah anggukan Aqila lakukan, jemarinya membentuk lingkaran kecil menunjukkan jika ia setuju. "Okuerrr Bubu!"

Tanpa ada bentuk prasangka, Aqila melanjutkan langkah kecilnya menuruni tangga dengan suasana riang dan senandung bernyanyi-nyanyi lagu pelangi. Sesampainya di ruang makan, Aqila disambut dengan Ali yang sudah lebih dulu duduk di kursi, dihadapan meja makan.

"Pagi Qila anak Baba Ali yang paling cantik."

Aqila memandang Ali dengan tatapan heran, seraya ia menarik kursi lalu ikut duduk didekat Ali. "Pagi juga Ba, Baba udah disini? Aku kira tadi masih sama bubu?"

"Bubu kok tidurnya di kamar tamu sih, Ba?" Detik itu juga Aqila melanjutkan pertanyaanya. Bagi seumurannya yang ingin beranjak tujuh tahun itu, Aqila bisa dibilang cerdik dan memahami kondisi. Jika Aqila mendapatkan kejanggalan maka ia tak segan-segan untuk bertanya, rasa ingin tahunya sungguhlah besar.

"Oh itu.. kemarin ada tikus dikamar, jadi bubu pindah sementara deh." Ujar Ali dengan pengakuan palsu. Tatapan pria itu teduh mencoba memberikan penjelasan yang agak masuk diakal untuk Aqila.

"Masa sih ada tikus? Qila jadi takut nanti tikusnya masuk ke kamar Qila." Aqila bertanya makin penasaran.

"Tikusnya segede apa Ba?"

Baru saja Ali akan menjawab, namun suara Prilly sudah lebih cepat menduluinya. "Segede kepala Baba!"

"Bubu!" Seru Aqila bersorak senang menyadari kedatangan Prilly yang sudah bergabung duduk ditengah-tengah mereka.

Aliga menyugar rambutnya, memasang tampang wibawa seolah ia sengaja menyita daya tariknya dihadapan Prilly. Pria itu hanya melirik sekilas istrinya dan memilih menyibukkan diri mengisi piringnya yang kosong dengan salah satu menu hidangan di meja makan.

"Biasanya bubu udah ada di meja makan duluan? Bubu kesiangan ya?" Sembari memulai rutinitas sarapan, keberadaan Aqila selalu memberi kesan ramai melalui obrolan-obrolan ringan menjadi terasa lebih hangat.

"Iya Qila.. ayo dimakan sarapannya terus kita berangkat ya."

"Sama Baba juga kan?" Aqila menanggapi lontaran Prilly. Berikutnya ia mengerling kearah Ali yang membalas tatapannya dengan anggukkan pelan.

Dalam duduk tenangnya, Prilly menatap lamat Aliga. Jika boleh jujur Prilly sedang malas melihat wajah suaminya itu. Mengingat perkataan kasar Ali yang seringkali membuat hatinya mengilu. "Bubu nyetir mobil sendiri aja, kita pergi berdua ya.."

"Saya anterin."

"Gak perlu Mas."

"Bubu Prilly ngambek tuh Ba!" Terselip kekhawatiran yang Aqila rasakan, hal itu menyebabkan Aqila langsung menyimpulkan yang tidak-tidak.

Terpaut KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang