Kisah - IV

1.1K 114 8
                                    

Senyum merekah di bibir Gita. Hari ini pekerjaan rumah telah selesai, baju kotor sudah tercuci, masak untuk orang rumah sudah tundas, lantai rumah pun sudah kinclong, juga cucian piring yang menumpuk tadi sudah beres dalam sekejap mata. Jika dulu semua itu Gita sendiri yang mengerjakannya, sekarang perannya telah digantikan oleh seorang asisten rumah tangga yang ditugaskan untuk menyelesaikan dan membantu beban pekerjaannya dirumah. Asisten rumah tangga itu ialah orang suruhan yang dikirimkan Aliga, menantu idamannya.

Lebih dari kata royal. Tak hanya memfasilitasi istrinya saja, ternyata Aliga juga memperhatikan, membiayai kehidupan sebagian keluarga dari istrinya.

Semenjak Prilly menikah, Gita lebih bisa lenggang kangkung menikmati hidup. Semisalnya, mengikuti kegiatan dimasa pensiunannya, yakni berkumpul dengan ibu-ibu perumahan seperti pengajian dan arisan. Tidak lagi pusing-pusing memikirkan pekerjaan rumah.

"Aqila, Tika.. mau ikut eyang jalan-jalan sore gak? kita jajan yuk."

Gita adalah seorang eyang pada umumnya jika sedang menjaga sang cucu. Menganggap cucunya adalah teman bermainnya dimasa tua, dia begitu memanjakan dan menuruti kemauan cucunya. Gita menyukai anak kecil lantaran menyukai keramaian, sehingga dapat menghiasi rumahnya yang terbilang sepi semenjak almarhum suaminya meninggal sejak sepuluh tahun silam. Terlebih lagi kedua anaknya sudah menikah, memiliki kehidupan masing-masing.

"Asyik! Mau Eyang, ayo," Jawab Aqila dan Tika kompak, mereka sangat antusias berlarian kecil membuntuti eyangnya berjalan keluar rumah.

"Tika.. Aqila.. mau jajan apa? Kita ke warung situ ya."

"Aku mau minum, haus eyang..."

Telah setengah jalan ditempuh mereka, menikmati udara sore sembari bersanda gurau antara ketiganya. Gita menggandeng Aqila dan Tika untuk menyeberang bersama, membawa kedua cucunya itu untuk singgah di warung dipinggir jalan yang tersedia disekitar perumahannya. Sesampainya disana Aqila dan Tika tampak bersemangat memilih jajanan yang dijual diwarung itu. Sementara Gita duduk sembari menunggu.

Sekon berikutnya, sepeda motor berhenti tepat didepan warung. Terlihat pengunjung yang hendak membeli barang keperluan, seiring langkahnya berjalan kearah penjual. Namun, dia berhenti sejenak dikala berpapasan dengan orang yang dikenal, dia menyapa Gita yang sedang asyik memperhatikan kedua cucunya.

"Bu Gita.."

Merasa namanya dipanggil Gita kian menoleh. Gita Memusatkan atensinya pada wanita setengah paruh baya yang juga seumuran dengannya.

"Eh bu Dewi, belanja bu?" Sahut Gita membalas sapaan tetangganya itu dengan ramah.

"Iyah nih bu, sabun kebetulan habis dirumah.. bu Gita sama cucu-cucunya nih ya."

Gita menanggapi dengan anggukan dan senyuman tipis. Sempat berhenti sampai disitu obrolan mereka, Dewi kembali membuka suara.

"Bu Gita punya mantu seperti haji Ali, hidupnya kayanya tambah bersahaja nih ya?" Diam-diam Dewi mengamati penampilan Gita yang terlihat berbeda dari sebelum-sebelumnya. Penampilan Gita lebih terlihat awet muda dan juga terawat.

"Alhamdulillah bu."

"Gimana anak ibu Gita udah isi belum?"

"Doakan saja ya bu agar disegerakan.." Enggan berkomentar panjang mengenai pertanyaan yang menjurus ke hal sensitif. Gita hanya menjawab pertanyaan Dewi sekadarnya.

Seperti inilah kira-kira gambaran tinggal dengan para tetangga yang selalu saling berinteraksi satu sama lain. Menjunjung tinggi kebersamaan dan budaya, ya khas para masyarakat Indonesia. Ada positifnya punya tetangga yang saling peduli satu sama lain, tapi buruknya terkadang sifat peduli yang mereka tunjukkan justru terkesan berlebihan.

Terpaut KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang