Bab 10, Dinda di ajak Nikah Ardan

19.3K 68 1
                                    

Terimakasih untuk 40k view dan yang udah vote💋💋💋

Selamat membaca 💋💋

Ardan menghela nafas gusar, dia kesel lantaran Dinda tidak bisa di hubungi lagi. Jujur saja, Ardan terlanjur menyukai Dinda. Katakanlah dia bodoh karena menyukai wanita seperti Dinda, namun Ardan tidak peduli.

"Ck! Sialan, Aku harus menjadikan Dinda milikku agar Tuan Hazel tidak bisa menyentuhnya lagi."

Ardan tipe orang yang tidak suka berbagi, karena dia sudah menyukai Dinda, maka Dinda harus menjadi miliknya dan jika sudah menjadi miliknya, tidak akan ada yang mengganggu.

Di tempat lain, Dinda baru pulang sampai di Apartemen, setelah ninaninu dengan Hazel di mobil, Hazel mengantarnya pulang.

Sampai rumah dia langsung mandi dan memesan makanan lewat ponsel pintarnya, tidak ayal jika kini perutnya amat lapar karena belum makan selain saat pagi dan ini sudah hampir sore.

Dinda bergegas membuka pintu saat bel kamar berbunyi. Dia kembali ke ruang tv sembari membawa paperbag berisi makanan pesanannya.

Menyalakan televisi, lalu duduk di sofa. Rencananya dia ingin makan sambil nonton.

"Soto betawi kesukaan Ibu," gumamnya pelan sembari membuka soto dan menungkannya ke mangkok.

"Enak,"

Lima belasan menit kemudian....

Dinda sudah selesai makan dan membersihkan bekas makannya, menghela nafas malas saat melihat jam dinding yang masih sore.

Hari ini dia malas datang ke tempat biasa, toh bossnya juga tidak akan marah walaupun dia bekerja suka suka, karena dia menjadi wanita favorit Tuan Hazel.

Ponselnya bergetar, tanda ada pesan masuk. Dinda meraih benda pipih itu dan membaca pesan dari nomer asing.

"Temui aku di cafe biasa,"

Dinda berdecak kesal, karena tahu siapa yang mengirimkan pesan padanya. Walaupun malas, tapi Dinda tetap pergi ke tempat itu.

Pukul 19:00.

Dinda sengaja datang terlambat, toh yang membuat janji juga tidak bilang dia harus datang jam berapa dan hanya mengatakan dia harus datang ke Cafe.

"Sialan! Kamu sengaja datang mengeluh waktu!"

Dinda duduk di kursi dengan santai dia memesan minuman.

"Yang penting aku sudah datang kan? Lagi pula kamu tidak bilang padaku jam berapa aku harus datang," kata Dind acuh.

Wanita paruh baya itu memutar bola matanya malas. "Kamu ini ya!"

Plak!

Wanita paruh baya itu kesal dan meletakkan sebuah kartu di meja. "Isinya 200 juta,"

Dinda melirik kartu di atas meja tanpa melihatnya. "Buat apa?"

"Jauhi anakku! Aku menyuruhmu membuat putraku cerai dengan istrinya, bukan berarti aku mengizinkan kamu mendekatinya, jal*ng!" kata wanita paruh baya itu kasar.

"Hanya 200 juta?" tanya Dinda dengan senyum remeh.

"Berapa yang kamu mau?"

"Hmm berapa ya,"

"Jangan main main!!"

"Kalau aku minta semua yang kamu punya bagaimana?" tanya Dinda dengan sengaja menggoda wanita paruh baya itu.

"Gila! Wanita jal*ng tidak tahu diri!" umpat wanita itu kesal.

Dinda mengendikkan bahu acuh, walau pun Ardan tidak sekaya Hazel, tapi tiap minggu pria itu juga mengirim uang yang tak kalah sedikit. Jadi mana mau dia meninggalkan atm ke duanya demi uang 200 juta.

"Kamu akan menyesal karena tidak menerima uang ini!"

Wanita paruh baya itu mengambil kartu yang dia letakkan di atas meja lalu meninggalkan Cafe dengan perasaan kesal karena rencananya untuk menyingkirkan Dinda dari anaknya gagal. Satu lalat berhasil dia tendang, malah datang ulat bulu,' pikirnya kesal.

"Dinda,"

"Hai Ardan."

"Jangan dengarkan apa kata Mamaku ya,"

Dinda tersenyum, "hmm bagaimana ya, mama kamu bakalan ngasih aku uang 200 juta kalau aku mau ninggalin kamu."

"Kamu mau ninggalin aku?" tanya Ardan ketar ketir.

Dinda menatap Ardan masih dengan senyumannya. "Mau ninggalin bagaimana ya, sedangkan kita saja tidak punya hubungan selain teman tidur."

Lalu dia mengendalikan bahunya acuh.

Ardan menghela nafas, dia menatap Dinda serius. "Dinda aku menyukai kamu, setelah aku menyelesaikan masalah perceraian aku... Kamu mau kan menikah denganku?"

"Menikah? Maaf Ardan, aku tidak bisa... Aku tidak suka memiliki ikatan apapun dengan siapa pun, kamu bahkan tahu jika hubunganku dengan Hazel hanya sekedar teman tidur walaupun aku sangat menyukainya."

Jujur rasanya sangat menyakitkan bagi Ardan, tapi Dinda tidak peduli, dia tidak mau memberikan harapan palsu, dia lebih suka berterus terang apa adanya, dengan kata lain, Dinda lebig nyaman menjadi wanita penggibur dari pada seorang istri.

Selama ini, walau pun Dinda bekerja sebagai wanita penghibur, tidak banyak yang tidur dengannya. Apalagi setelah dia mengenal Hazel.

"Dinda, aku benar benar menyukai kamu."

"Ardan, maaf. Aku juga menyukai kamu, tapi rasa sukaku sebagai patner di atas ranjang, bukan suka mengarah ke arah sana."

Sejak Dinda memutuskan untuk bekerja sebagai wanita penghibur, dia sudah memutuskan untuk tidak menikah apalagi memiliki anak. Karena tujuan hidupnya hanya satu, menghancurkan kebahagiaan keluarga bahagia.

Katakan Dinda jahat, tapi Dinda tidak peduli, dulu dia adalah gadis baik baik, namun karena seseorang telah merusak hidupnya. Dia akhirnya memilih untuk menjadi penjahat.

"Dinda,"

"Ardan, kamu tahu kan jika aku mendekatimu karena Ibumu yang membayarku untuk menghancurkan rumah tangga kamu dan istrimu, sekarang rumah tangga kamu sudah hancur, maka tugasku sudah selesai."

Dinda bangkit dari kursinya hendak meninggkan Ardan, namun dengan cepat Ardan meraih jemari Dinda.

"Jangan pergi, aku mohon..."

Dinda tersenyum dalam hati, karena keinginannya terlaksana.

"Ardan, jika kamu ingin menikah, carilah wanita lain... Karena aku tidak pernah ingin menikah," kata Dinda tegas.

"Akan aku lakukan apa pun agar kamu kelak mau menikah denganku," tekad Ardan sungguh sungguh.

"Lakukanlah, tapi jangan kecewa jika hasilnya tidak sesuai harapanmu." ujar Dinda.

Ardan tersenyum, dia mengangguk, lalu menarik Dinda ke pelukannya.

Dinda tersenyum puas, karena kini Ardan benar benar sudah ada dalam genggamannya. Pria seperti Ardan itu, sama seperti Hazel.

"Aku merindukanmu," bisik Ardan serak.

"Ayo ke tempat biasa," ajak Dinda.

Ardan menggelengkan kepalanya, "tidak... Ayo ke rumahku saja,"

Bersambung.

Senin, 9 oktober.

Yang ini enggak ada basah basahan, tunggu part selanjutnya yah

21+ [ Aku Pelakor ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang