Chapter 14 : Panik

18 5 0
                                    

       Malam hari Haura kelaparan dan ia tidak punya stok makanan. Ia pun berjalan menuju dekat kosan mencari makanan untuk di makannya. Terlihatlah di situ warung nasi goreng dan mie goreng. Haura pun masuk, karena ia pun juga tidak bisa menahan rasa laparnya. Ketika ia memesan nasi goreng untuk di bungkus, terdengarlah suara memanggil Haura.

"Eh, kamu ra?" Tanya seseorang yang memanggilnya.

"Lhoh, Zaidan. Kamu ngapain di sini? Beli nasi goreng juga?" Tanya Haura kembali yang ia lihat itu Zaidan Sambil makan nasi goreng sendirian tanpa memakai kacamatanya.

"Ya. Lapar aku. Malam gini. Kamu juga beli nasi goreng? Makan sini dah temenin aku." Ujar Zaidan memohon.

"Aku sudah pesan, mau di bawa pulang makan di kosan. Ini juga lumayan rame. Eh kamu kok tahu kalau aku? Kelihatan aku ya. Kan gak pakai kacamata soalnya." Ucap Haura menebak.

"Aku kan tahu suaramu ra, meski aku gak pakai kacamata dan samar-samar lihat wajah orang-orang yang kurang jelas, tetap saja aku tahu kalau itu suaramu." Ujar Zaidan.

       Haura sontak menjadi kikuk dan senang bukan main karena ada yang sangat perhatian sama dirinya meski dengan hanya suara saja tanpa melihat jelas wajahnya. Pasalnya belum pernah ada yang seperhatian Zaidan selain orang tuanya, hanya dengan mengetahui itu suaranya.

"Ya sudah, makannya lanjutkan. Aku juga sambil menunggu selesai ini." Ucap Haura.

"Ini sudah mulai UAS dan hampir selesai serta libur panjang. Kamu liburan rencananya mau ke mana ra?" Tanya Zaidan.

"Gak ke mana-mana sih. Cuma malas saja. Mau fokus sama kuliah saja." Ujar Haura.

"Neng, nasi gorengnya sudah." Ucap penjual nasi goreng.

"Oh ya bang." Lalu Haura mengambil nasi goreng dan ia pun pamit kepada Zaidan lalu menuju kosan lebih dulu.

       Sesampainya di kosan dan tengah-tengah makan nasi goreng, handphone Haura berbunyi yang ternyata dari abi nya.

"Assalamualaikum, bi.. ya..tumben malam-malam telfon? Biasanya pagi atau siang." Tanya Haura.

"Waalaikumsalam. Langsung saja ya Haura. ada yang mau abi sampaikan. Barusan Ada yang melamarmu, nak. Kedua orang tuanya ke sini semua. Dan abi sudah setuju. Maaf abi tidak minta pendapat kamu dulu dan mengabarinya pun mendadak. Karena abi yakin kamu pun pasti akan menerimanya." Ucap ayah Haura yang seketika membuat Haura syok dan kaget.

"Apa? Siapa bi? Kok tiba-tiba dadakan seperti ini dan abi asal terima langsung dan gak tanya Haura mau apa tidak. Lagian Haura juga belum selesai kuliah. Ini masih 1 semester mau liburan sebentar lagi." Ucap Haura panik dan syok karena tidak menyangka ia akan menikah secepat ini.

"Kamu tenang, nak. Kamu sudah kenal kok. Apalagi dia yang selalu jagain kamu selama ini. Dan abi langsung setuju, biar enak kamu sudah halal sama dia, jadi abi tidak khawatir kalau sudah halal. Kalau belum halal kan abi juga takut terjadi yang tidak-tidak meski kalian dekat dan akrab dan abi percaya dia gak akan apa-apain kamu." Ujar ayah Haura panjang lebar.

"Zaidan ya bi?" Tanya Haura lagi dengan penuh syok.

"Ya benar. Lagian kalian juga dekat, dan abi percaya sekali sama dia selama kamu di jakarta. Abi juga takut timbul fitnah sebenarnya. Karena kalian kan gak halal. Bukan mahram. Namun ini mungkin jawaban allah, jadi biar gak lama-lama dan kalian biar cepat halal. Jadi abi gak kepikiran. Abi yakin juga kamu gak akan menolak." Jawab ayah Haura.

      Seketika Haura tidak nafsu makan, dan ia pun langsung menunggu Zaidan datang dari makan nasi goreng di warung tadi.

"Apa sekarang masih ada orang tua Zaidan bi?" Tanya Haura.

"Barusan pulang. Makanya abi langsung telfon kamu." Jawab ayah Haura.

"Ya sudah bi, tutup dulu ya. Nanti lusa lanjut di rumah lagi. Haura juga masih mau bicara langsung sama Zaidan." Tambah Haura.

"Ok. Assalamualaikum..." Ucap ayah Haura.

"Waalaikumsalam." Jawab Haura.

       Tak berapa lama kemudian, panjang umur akhirnya Zaidan datang dan masuk kosan. Haura sudah dari tadi di depan kamar Zaidan dengan menangkupkan kedua tangannya dan menunggunya.

"Ra, ada apa? Nungguin aku ya?" Tanya Zaidan lalu memasang kacamatanya.

"Langsung saja. Apa benar kamu melamar aku tiba-tiba?" Tanya Haura.

"Ya, benar ra." Jawab Zaidan ringan tanpa beban.

"Kamu gila ya? Melamar tiba-tiba begitu saja ke rumah tanpa konfirmasi aku dulu. Dan aku tahu langsung dari abi." Ujar Haura tanpa bernafas karena masih syok.

"Aku sengaja emang ra, buat surprise kamu. Aku minta ke abah dan umi aku buat ngelamar kamu, mereka setuju, ya sudah mereka yang ke rumahmu secara langsung." Ucap Zaidan tanpa rasa salah.

"Ya tapi ini sangat mendadak. Kamu tuh bikin syok banget tahu gak sih. Gak konfirmasi ke aku dulu. Langsung ke abi gak bilang-bilang." Ucap Haura kesal.

"Ya maaf, ra. Kan aku bilang surprise. Lagian kalau aku bicara ke kamu duluan, apa kamu mau menerima aku? Pasti kamu menganggap lelucon saja dan menganggap aku selalu main-main. Padahal aku serius. Makanya untuk membuktikan ke kamu biar percaya aku serius, ya aku langsung minta tolong ke abah sama umi. Aku pun baru tahu tadi di telfon pas makan nasi goreng, kalau abi kamu pun sudah menerimanya. Lagian juga kamu pernah bilang ke aku waktu itu, kita kan gak halal. Makanya aku ingin segera halalkan kamu, biar bisa semobil dan menyetir serta mengantar kamu ke mana saja kamu mau. Biar gak seperti kejadian preman waktu itu." Tambah Zaidan panjang lebar.

"Ya tapi kamu kan bisa musyawarah ke aku duluan, dan. Kalau seperti ini sama saja kamu bikin aku stress dan apalagi abi aku langsung menerima begitu saja tanpa konfirmasi ke aku dulu. Dan waktu itu aku bilang belum halal kenapa jadi di seriuskan begini sih." Ujar Haura.

"Ra, apa kamu gak mau mencoba menerima aku dan menjalani hidup bersama aku untuk selama-lamanya? Selama ini kita dekat sebagai teman dan bersama terus ke kampus, tapi jujur aku sudah dari jaman masih kuliah S1 dulu benar-benar mencintai kamu. Aku janji akan selalu membuat kamu bahagia bersamaku selamanya dan selalu melindungi kamu di mana saja." Ucap Zaidan penuh ketulusan.

"Aku pusing, dan. Lanjut lusa pas pulang liburan ke rumah ya." Ucap Haura lalu langsung masuk ke kamarnya dan ia berada dalam pikiran yang masih belum bisa berpikir jernih.

       Dalam hati kecilnya Haura sebenarnya mulai ada rasa suka pada Zaidan karena sering memimpikannya secara tiba-tiba dan selama ini bentuk perhatian kecil darinya yang belum pernah di dapat sebelumnya dari Zivan dan ia selalu di ratukan olehnya membuat Haura kagum. Namun di sisi lain, keraguannya itu ia takut apakah Zaidan beneran bisa berubah atau cuma omong kosong doang kepada dirinya. Ia takut Zaidan tidak berubah, masih tetap playboy seperti dulu. Ia takut sakit hati dan di mainkan oleh Zaidan. Rasanya ia masih membutuhkan waktu untuk mencerna semua satu persatu yang serba dadakan di luar kendali Haura. Ia takut salah langkah dalam memilih dan mengambil keputusan.

*****

Bagaimana? Baper gak? Haura kok masih bingung ya.. gimana nih🤣🤭
Jangan lupa vote sama komen ya🥰

Note: Sambil membaca bisa sama menikmati dan mendengarkan video klip bonus dari mimin ya🥰 yang mana setiap video klip sesuai dengan isi chapter.


Suddent MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang