Prolog

8.8K 236 10
                                    

"Dimana pengantin laki-lakinya? Apakah masih lama? Saya masih ada janji untuk menikahkan pasangan lainnya siang ini."

Itu mungkin adalah pertanyaan kesekian dari penghulu yang sangat tidak sabaran. Bukan keinginan Kinar juga untuk menunda-nunda apalagi sampai membuat orang-orang cemas dan mulai berkasak kusuk.

"Kinar, bagaimana? Sudah ada kabar Rega nya?"

Budhe Harti yang bahkan datang jauh-jauh dari Magelang sampai keringat dingin karena panik. Seharusnya pasangan Kinar dan Rega melangsungkan pernikahan pukul delapan pagi dan ini sudah hampir pukul sembilan tetapi sang mempelai pria belum juga tiba di tempat acara. Bahkan Kinar yang mencoba menghubungi nomornya saja semakin gelisah karena nomor calon suaminya yang mendadak tidak aktif.

"Belum Budhe, mungkin sebentar lagi." Kinar meremas dua tangan diatas pangkuan. Jarit lipat pernikahannya bahkan sampai kusut karena gerakan tangannya yang terus meremas.

"Keluarganya Rega juga nggak bisa dihubungi?"

Kinar hampir menggeleng saat ponsel dipangkuannya bergetar. Sebuah panggilan masuk dari nomor tidak dikenal dan tanpa ragu dirinya menggeser icon berwarna hijau untuk menerima panggilan. "Halo..."

Kerutan di kening Kinar terlihat jelas bahkan apapun yang dikatakan dari orang diseberang telepon pastilah bukan sesuatu yang baik. Tangannya perlahan naik meremat ponsel sementara isakannya mulai terdengar.

"Kenapa, Nduk? Astaga... jangan menangis nanti riasannya luntur."

"Rega Budhe... dia di rumah sakit sekarang. Mobilnya mengalami kecelakaan!"

"A—apa?!"

Ruang wardrobe pengantin langsung geger seketika. Kanopi semi outdoor yang sudah didekorasi dengan sangat apik dilewati Kinar dengan menyingsing jarit lipitnya untuk bergegas keluar. Tidak sempat memikirkan mengambil mobil dan dirinya langsung saja menyetop taksi yang berada di halaman depan gedung.

"Rumah sakit Medika, Pak. Cepat!"

Dan hari yang seharusnya penuh momen kebahagiaan ini hancur seketika. Tidak ada keinginan lain yang lebih besar dibandingkan untuk segera memastikan bahwa Rega baik-baik saja. Pihak rumah sakit yang menelponnya tadi hanya menyampaikan kalau kecelakaannya cukup parah dan Kinar menolak untuk membayangkannya.

Disepanjang lorong rumah sakit, penampilan Kinar yang masih mengenakan kebaya brokat pengantinnya tentu mengundang banyak perhatian dan yang Kinar lakukan adalah mengabaikan rasa malunya. Kekhawatirannya kini lebih besar dibandingkan dengan menanggung malu yang tidak seberapa ini.

"Suster, pasien kecelakaan mobil atasnama Aurega Darmawangsa ada dimana sekarang?"

Bagian nurse station yang terlihat cukup sibuk juga menatap penampilan Kinar satu menit lebih lama sebelum memulai proses pencarian. "Pasien korban kecelakaan beruntun di tol A akan segera dipindahkan dari bangsal UGD ke ruangan operasi Mba."

"O—operasi?!" Hampir Kirana menjerit karena ketakutan. Tapi sedetik kemudian langsung memutar langkah dan berlari menuju bangsal UGD.

Bertepatan dengan kedatangannya, sebuah brankar di dorong keluar dari bangsal UGD. Tapi bukan hal tersebut yang membuat langkah Kinar membeku di tempatnya. Matanya terasa perih dan dadanya berdegup menyakitkan seolah seharusnya dirinya tidak seharusnya berada disini.

"Apa... ini?"

Sosok Rega sang calon suami yang seharusnya mendapatkan perawatan karena mengalami kecelakaan justru berdiri kaku dengan sorot kebingungan menatapnya. "Kin, aku bisa jelasin semuanya. Ini nggak seperti apa yang kamu pikirkan. Aku janji—"

"Mas... sakit," rintihan dari seorang wanita yang terbaring diatas brankar menginterupsi janji entah apa yang akan Rega katakan. Karena Kinar sendiri terlihat tidak mendengarkan.

Telinganya mendengung dan dadanya sesak. Potongan kejadian yang sebenarnya terjadi seperti terangkai dengan cepat di kepalanya.

"Iya, tahan sebentar. Dokter mau bawa ke ruangan perawatan." Rega terlihat menenangkan. Bahkan tangan keduanya masih tertaut seolah tidak memikirkan betapa menyedihkannya posisi Kinar saat ini.

"Sejak kapan...?" Lalu kekehan serak tidak kuasa Kinar tahan saat menemukan buncit di perut Vala yang dikenalnya sebagai sekretaris baru Rega. "Aku tebak itu saat perjalanan ke Raja Ampat? Atau... bahkan sejak sebelum itu. Sejak pertama kali dia datang dan kamu mengenalkannya sama aku?"

Seharusnya Rega paham bahwa Kinar sedang tidak bisa berpikir jernih sekarang. Segala yang diucapkannya halanya bentuk dari kekecewaan.

"Kinar, dengar—"

Dan Kinar melengos, "kamu bilang akhir-akhir ini sibuk, ada project baru. Tapi ternyata kamu masih sempat-sempatnya meniduri sekretarismu sendiri. Brengsek!"

Perawat yang mendorong brankar Vala mulai memahami situasinya dan hal tersebut langsung membuat Rega bersifat defensif. "Jangan keterlaluan, Kin. Ini benar-benar sebuah ketidaksengajaan."

"Kamu pikir aku percaya?!" Mata Kinar terasa sangat perih sekarang. Aliran hangat menuruni pipinya. "She is pregnant, you damn bastard!"

Selama tujuh tahun hubungan mereka mungkin ini kali pertama Kinar mengumpati Rega. Dan bukan hanya Rega saja yang terlihat sangat terkejut tetapi Kinar sendiri tidak percaya bisa melontarkan umpatan setegas itu. Tapi kalimat umpan tersebut telah berhasil menyulut emosi Rega.

"Kamu pikir aku mau meniduri wanita lain kalau tunanganku sendiri bisa memberikannya?! Ini semua salahmu yang sibuk membatasi diri sampai aku mencari pelampiasan sama orang lain!"

Kinar tidak bisa tidak tercengang mendengarnya. "Kamu... pasti bercanda kalau bilang aku yang salah."

"Memang kamu! Seandainya saja kamu nggak menolak aku ajak berciuman, bermesraan yang lebih intim atau bahkan ketika dengan sabarnya aku ajak menginap—"

Plakk!

Satu tamparan menyambar pipi Rega. Para perawat dan beberapa orang di selasar UGD yang tidak sengaja menyaksikan sampai terkejut karenanya.

"Menikah dulu, brengsek!" Napas Kinar menderu keras. Kemarahannya sampai menyentuh ubun-ubun. "Seandainya kita menikah dulu, aku bisa memberikan kamu semua itu. Bahkan lebih dari perempuan murahan itu!"

Rega diam. Sudah kepalang malu apalagi dirinya dimaki dan ditampar di tempat umum seperti ini.

"Tapi beruntung aku tahu kebusukan kamu sebelum pernikahan mengerikan itu terjadi. Karena nggak peduli bagaimanapun... kamu memang nggak layak. Kamu benar-benar brengsek sejati."

Vala semakin merintih dan Rega sadar untuk menyudahi tindakan memalukan ini atau dirinya yang akan semakin dirugikan. "Sepertinya kamu nggak dalam kondisi baik sekarang, lebih baik kamu tenangin diri kamu dulu baru kita bicara lagi nanti."

Bicara? Memang siapa yang sudi?! "Najis!" Umpatnya dengan keras sebelum berbalik dan pergi. Tidak sudi harus menangis dihadapan lelaki brengsek macam Rega.

"Kin—" lengan Rega kembali ditarik-tarik dan kali ini rengekannya benar-benar membuat kepalanya hampir pecah. "Tunggu sebentar atau biar perawat yang—argh, sial!"

"Nggak! Aku maunya sama kamu, Mas. Ingat kalau ini adalah anak kamu!"

Rega mengusap rambutnya frustasi. Beruntung perawat juga turut mendesak sehingga Rega tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti kemana brankar tersebut dibawa.

Sial! Benar-benar sialan!

■■□■■

Yuhuu...

Ada yang nungguin enggak?

Sesuai janji ya, pokoknya diusahakan ceweknya waras (oleng-oleng dikit harap dimaklum) muehee....

Siap untuk double update (?)

Kasih love dulu coba yang banyak biar semangat double up nya :D

Istri Untuk Mas Langit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang