Ijab dan qobul sudah dilantangkan dan meski terlihat lemas juga pucat, Langit mampu melafalkannya dalam satu tarikan napas. Sudah hapal betul nama panjang milik Kinar.
"Dicium tangannya, Kin." Ivana membisik disisi Kinar.
Tatapan Kinar mengedar pada dua orang lelaki yang duduk dihadapannya dan Langit sebagai orang dari kantor pencatatan urusan agama yang dibawa oleh sang papa. Tidak banyak orang yang datang selain petugas dan juga beberapa perawat juga dokter Faizal yang memang diminta untuk hadir.
"Mas Langit, tangan." Gumam Kinar lalu sesaat mengulas senyum dan meraih tangan Langit untuk dicium nya dengan khidmat. Pertama kalinya bagi Kinar mencium tangan orang lain sebagai tanda bentuk penghormatan dan bakti selain kedua orangtuanya.
Langit juga mengulas senyum tipis yang sama. Selanjutnya membalas dengan mencium kening Kinar lembut. Ini adalah ciuman pertama mereka sebagai sepasang suami istri. Rasanya Langit masih tidak percaya dengan plot twist kehidupannya ini.
"Tandatangani dulu suratnya," beberapa berkas didekatkan dan Kinar mengambil pena lebih dulu baru Langit melakukan hal yang sama.
"Mas langit—" dan Kinar langsung tahu kalau Langit tidak baik-baik saja saat melihat bibirnya mendesis lirih. "Kenapa?"
Langit menggeleng, masih tidak mau mengaku kalau memahan sakit.
"Ma, tolong panggil Dokter Faizal." Kinar menangkup tangan Langit untuk digenggam. "Mana yang sakit, Mas?"
"Enggak—aakh!" Tubuh Langit mendekut refleks lalu tangannya meremas dada sebelah kiri. "K—kinn... akh!"
Tubuh Langit terhuyung dan dengan sigap Kinar memajukan posisi duduk untuk membawa tubuh Langit yang terkulai tidak sadarkan diri bersandar sepenuhnya pada tubuhnya. Ivana dan Edwin bergegas mendekat yang langsung ditahan oleh Kinar.
"Jangan ditanya-tanya dulu, Ma." Lalu Kinar membiarkan saat Dokter Faizal mendekat untuk meraih tangan Langit dan memeriksa denyut nadi. "Sepertinya dadanya sakit lagi, Dokter."
Dokter Faizal mengangguk kecil, "ritme jantungnya melemah lagi. Biar dibantu suster ya dibaringkan dulu. Pasien harus diberi oksigen lagi."
Kinar mengangguk lalu perawat mendekat dibantu oleh Lingga untuk membopong tubuh Langit kembali pada bed pasiennya. Tidak ada pergerakan berarti selain erangan lirih yang masih terdengar dari bibir Langit.
Dokter Faizal dan perawat mendekat untuk memberikan penanganan kepada Langit. Masker oksigen dipasangkan dan obat untuk mengatasai rasa sakit yang entah bagaimana membuat Langit terus mengerang langsung diinjeksikan melalui intravena.
Kinar dirangkul oleh Ivana yang menepi untuk memberi ruang agar penanganan Langit lebih maksimal. Setelah Langit terkulai kelelahan karena melawan rasa sakitnya, barulah Kinar diizinkan mendekat.
"Mas..." Kinar meraih tangan Langit yang terasa begitu dingin untuk digenggam. "S—sakit banget ya?"
Diantara tarikan napasnya yang lambat, Langit berusaha mengulas senyum lemah. "Jangan... me—ngh... nangis..."
Kinar menggeleng lalu air matanya mengalir jatuh. "Aku nggak nangis. Tapi Mas Langit harus lebih kuat lagi, ya? Jangan menyerah karena sekarang Mas Langit punya Kinar."
Langit mengangguk begitu lemah. Hanya sekejap dan tubuhnya berubah menjadi tidak bertenaga. Kinar menahan tangannya dengan lembut, mengelus pipi Langit dengan cara yang sama.
"Kin, gimana Langit? Sudah baikan?"
Jelas sekali Langit berusaha untuk mengulas senyum lemahnya meski gagal. Bibirnya mendesis kecil saat sengatan rasa sakit kembali menyerang dadanya. Hanya sesaat tapi Kinar tetap menegur Ivana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Untuk Mas Langit [END]
RomansaDi hari pernikahannya, Kinara Laurasia Mahardika mengetahui fakta bahwa Rega-calon suaminya ternyata berselingkuh. Alasannya sangat mengejutkan, bahwa seama 7 tahun mereka berpacaran Kinara hanya membatasi pelukan atau sekedar ciuman di pipi. Bagaim...