4. Baju Haram

3.1K 144 6
                                    

Yuhuuuuu double uppp

Kan kan kan... emang suka khilaf akutuh kalau punya cerita baru tp tabungan bab aman sampai sebulanan kedepan qiqiqi...

Selamat membaca dan tolong maafkan Kinar si cegil ini :D

.
.
.

"Jangan masuk!"

Terlambat. Ivana sudah lebih dulu membuka pintu kamar Kinar dan dari tatapannya saja sudah langsung membuat Kinar menegang. Sang nyonya rumah Mahardika terlihat berkacak pinggang dengan tatapan tidak percaya.

"Apa ini Ki? Kamu masih simpan pakaian-pakaian yang begini?!"

Mau beralasan pu sepertinya tidak berguna. Akrhinya Kinar menghentikan aksinya yang sedang membongkar lemari pakaian untuk memunguti beberapa gantungan lingeri yang sebelumnya disiapkan untuk malam pertamanya.

"Sayang Ma kalau mau dibuang. Itu merek mahal semua, ck! Bodoh banget aku emang." Mengaku sendiri, sekarang mendumel sendiri.

Tapi Ivana puas karena disaat Kinar sudah mengakui kebodohannya maka dirinya tidak perlu menambah-nambahi yang berujung pada adu mulut keduanya. "Kasih ke orang saja kalau sayang mau dibuang. Lagipula kamu kan katanya nggak mau menikah seumur hidup. Buat apa juga menyimpan baju-baju begitu?"

Kinar tahu ini adalah jebakan dan dirinya jelas terlalu pintar untuk terpancing. "Memangnya kalau nggak menikah nggak boleh pakai baju begini? Siapa juga yang melarang-larang."

"Loh, kalau nggak menikah kan kamu tidurnya sendirian. Buat apa juga dipakai kalau ujung-ujungnya jadi masuk angin?"

Dirematnya gaun tidur berbahan licin ditangannya dengan wajah masam. Kinar sebal sekali kalau sudah beradu mulut seperti ini dengan Ivana. Jarang menangnya. Yang ada hanya dongkol terus dirinya.

"Selimutan, Ma. Selimutan sampai kepala aku!" Decaknya lalu dengan asal menggulung gaun tidurnya dan menekannya pada bagian bawah almari. "Udah deh, Mama berisik!"

"Kamu ini kalau dinasehati selalunya begitu." Cibir Ivana sebelum geleng kepala dengan keadaan ranjang Kinar yang tidak kalah berantakannya. "Ini juga, cari apa sih kamu sampai semuanya dikeluarkan begini?"

Tangan Kinar masih sibuk mencari-cari. "Baju buat Mas Langit, Ma. Aku ingat waktu itu sempat simpan bajunya Mas Langit disini."

"Sudah terlambat. Mama sudah kasih bajunya Papa buat dipakai Langit tadi. Kamu lama, kasihan Langitnya sudah harus istirshat." Ivana senang melihat raut wajah mencebik Kinar, "dan lagi, awas ya kalau lain kali kamu aneh-aneh bawa Langit jalan-jalan seharian begini. Kamu lupa kalau Mas Langit kamu itu gampang sakit? Masih untung dia nggak pingsan di mall."

Seketika raut wajah sebal karena sudah didului mencarikan baju ganti untuk Langit berubah menjadi kekhawatiran. "Mas Langit sakit lagi, Ma?"

"Nggak mau ngaku dia kalau sakit, tapi Mama tahu kalau dia kecapekan seharian ini menamani kamu. Tadi obatnya diantarkan supir dan langsung tidur setelah Mama bantu minum obat."

Penyelasan langsung menyergap Kinar. Dirinya pikir seharian ini Langit sangat senang menemaninya berbelanja. Karena tidak seperti Rega yang seringkali protes ketika Kinar terus bertanya mengenai padu padan pakaian, tas, dan sepatu, Langit justru koperatif dan cukup detail dalam memberikan saran.

"Aku mau lihat Mas Langit," baru hendak melangkah tetapi lengannya lebih dulu ditahan.

"Mau kemana kamu? Nggak dengar tadi Mama bilang Langit biar beristirahat dulu? Dia langsung tidur tadi waktu selesai minum obat. Jangan diganggu, kasihan." Karena Ivana tahu sesayang apa Langit kepada Kinar. Jadi, meski lelah dan sangat mengantuk sekelipun pasti Langit akan tetap menuruti Kinar. Tentu itu akan semakin mengganggu waktu istirahat Langit.

Istri Untuk Mas Langit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang