13. Marahnya Mas Langit

2.6K 110 27
                                    

"Kinar, Papa sampai sakit kepala mendengar permintaan konyol kamu."

Sementara semua orang sampai migrain memikirkan permintaan Kinar, yang sedang disidang justru anteng saja duduk dengan melipat tangan di depan dada. Piyamanya masih sama dan Kinar bahkan belum sempat menyisir rambutnya saat ditarik Ivana ke ruangan kerja Edwin.

Langit juga sudah pergi bersama dengan Lingga dan meskipun Kinar tidak rela membiarkannya tetapi ada Ivana dan Edwin yang perlu dirinya yakinkan. Bahwa keputusannya ini sudah tidak dapat ditarik lagi.

"Papa sudah dengar yang aku mau. Dan kalau Mama masih mau aku menikah, Mama harus mulai susun strategi buat yakinin Mas Langit—ack! Sakit Ma..." Kinar langsung mencoba menghindar saat Ivana mencubiti pinggangnya.

"Kamu ini buat Mama dan Papa takut, sadar enggak?!" Ivana melotot.

"Kenapa buat takut? Aku kan berubah pikiran, sekarang aku ada target buat menikah. Kemarin-kemarin Mama yang sewot aku bilang nggak mau menikah selamanya."

"Kinar," Edwin selaku kepala keluarga menegur pelan. Rapatnya bahkan sampai terpaksa ditunda karena Ivana yang menelpon dengan histeris meneriakinya agar putar arah kembali pulang. "Kamu sadar dengan apa yang kamu minta? Menikah dengan Langit itu bukan sesuatu yang bisa kamu minta hanya untuk main-main."

Kinar mencebik, "memang siapa yang main-main?"

Ivana bersungut dan mulai memasang wajah tidak habis pikirnya. "Kalau nggak main-main terus apa? Nggak takut kamu buat Mama sama Papa jantungan?!"

"Ma, please... aku ini cuma mau menikah. Kenapa juga sampai Mama dan Papa jantungan?"

"Itu karena Langit. Ini Langit Mas kamu, loh.... jangan aneh-aneh dong!"

"Ya memang ada Mas Langit yang lainnya? Mama juga tahu sendiri aku nggak pernah dekat sama laki-laki lain selain Re— lupain si brengsek itu. Tapi, satu-satunya laki-laki yang cukup baik buat aku jadiin target suami ya memang cuma Mas Langit kan? Mama ada ide atau calon lain?"

"Banyak!" Hampir Ivana yakin dirinya berteriak. "Kamu mau yang seperti apa Mama akan usahakan. Tapi.... astaga, kalian bahkan besar bersama diasuh Mama. Masa iya sudah besar tiba-tiba..." Ivana memegangi kepala dan menggeleng pusing.

Kinar menghela napas panjang. Awalnya dirinya pikir akan mudah mendapatkan persetujuan dari sang mama mengingat kedua orangtuanya ini sangat menyayangi Langit. Kasih sayang diantara mereka bahkan tidak pernah dibedakan. Ternyata memang benar, tidak akan pernah ada lelaki yang cukup pantas untuk menikahi anak perempuan mereka bagi para orangtua.

Karena semua ini juga berawal dari keputusan sepihaknya, maka Kinar pikir sudah seharusnya dirinya yang mengambil inisiatif lebih lembut.

"Ma, apa menurut Mama aku nggak cukup baik buat jadi istrinya Mas Langit?"

Ivana langsung menggeleng, "mana mungkin! Biarpun pemalas dan suka membantah tapi kamu ini putri Mama satu-satunya. Semua laki-laki yang nggak pantas sama kamu!"

Kalau biasanya Kinar kesal setiap berdebat dengan Ivana, maka mungkin kali ini pengecualian. Meskipun kata pemalas dan suka membantahnya agak kurang enak di dengar tapu setidaknya Kinar merasa lega. Hanya butuh sedikit membujuk saja.

"Terus? Berarti Mas Langit dong yang nggak pantas buat jadi suaminya Kinar?"

Ivana sudah siap membuka mulutnya ketika menyadari jawabannya akan sama saja dengan menentang penolakannya dan berakhir menghela napas panjang. "Kamu ini sengaja kan mau memojokan Mama?"

Kinar menunjukan senyumannya sebelum beranjak dan menumbuk Ivana dalam pelukan. "Makasih ya, Ma. Mamaku memang yang paling baik."

"Heh! Mama belum setuju ya. Mana ada makasih-makasih." Ivana berkata kesal tetapi tetap tidak mendorong Kinar untuk melepaskan pelukannya. Akhirnya menoleh Edwin untuk meminta dukungan, "Pa! Tolong dong ini anaknya!"

Istri Untuk Mas Langit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang