Duniaku terasa semakin berantakan. Masalah di tempat kerja, konflik keluarga yang tak kunjung selesai, semua itu telah menimbulkan beban berat dalam hidupku.Meskipun pekerjaanku di divisi pemasaran berjalan dengan baik, dan aku mendapatkan beberapa pujian atas hasil kerjaku, ada perasaan yang masih mengganjal di dalam hatiku.
Setiap pagi aku bangun dan pergi bekerja, ada sesuatu yang terasa hilang. Aku telah berusaha keras untuk menekuni pekerjaanku dengan baik, mematuhi semua prosedur yang ada, dan mencapai hasil yang memuaskan.
Namun, itu bukan lagi tentang apakah aku melakukan pekerjaanku dengan baik atau tidak. Ada rasa kosong yang tak dapat aku isi.
Saat berada di tempat kerja, aku sering kali merasa terpisah dari diriku sendiri. Aku melaksanakan tugas-tugasku dengan cermat dan tekun, tetapi pikiranku sering kali melayang ke masalah-masalah yang belum terselesaikan di luar sana. Aku bertanya-tanya apakah ini semua layak dilakukan.
Aku berjalan sendirian di lorong menuju ruang rapat, dan kepala ini cukup penuh dengan pikiran. Kakiku melangkah dengan cepat, dan mataku tertuju pada lantai, terlalu sibuk memikirkan semua masalah yang sedang aku hadapi.
Tiba-tiba saja, aku merasakan benturan keras, disertai dengan rasa sakit di dahi. "Awwh..." ringisku seketika, dan aku merasa tubuhku terhuyung beberapa langkah mundur.
Ketika aku melihat ke atas, aku menyadari bahwa aku telah menabrak Seungcheol. Dia berdiri di depanku dengan tatapan yang sangat dingin dan tajam.
"Ma... maafkan aku," ucapku dengan suara yang penuh penyesalan.
Seungcheol hanya menatapku dengan diam, tanpa sepatah kata pun. Aku merasa semakin terpuruk oleh tatapannya yang tajam.
Aku benar-benar sudah lelah berurusan dengan sifat keras kepala Seungcheol, yang terkadang membuat interaksi kami menjadi sangat sulit.
Dalam keheningan yang tercipta, aku akhirnya melanjutkan langkahku menuju ruang rapat, merasa lega karena bisa menjauh dari situasi yang tak nyaman ini.
Lalu tiba-tiba seseorang menarik tanganku dengan kuat, hingga tubuhku berputar dan berbalik ke belakang.
Aku terkejut, dan saat aku melihat siapa yang telah menarikku, aku melihat wajah Seungcheol. Ekspresinya masih terlihat serius, tetapi ada sesuatu di matanya yang berbeda, sesuatu yang aku tidak pernah lihat sebelumnya.
"[Y/N]," katanya dengan nada yang tenang, "Aku ingin bicara denganmu."
"O... Ohh, baik."
Aku mengangguk ragu, dan kami berdua bergerak ke sudut yang lebih tenang di dalam koridor. Pandangan kami saling bertemu, dan aku bisa merasakan kekhawatiran yang ada dalam diriku.
Seungcheol akhirnya mulai berbicara, suaranya lembut. "Aku tahu, [Y/N], aku telah membuatmu kesal dan merasa tertekan dengan sikapku yang keras kepala. Aku tau bahwa aku sangat ingin agar kamu menjadi milikku, dan itu membuatmu merasa tidak nyaman."
Aku merasa sulit untuk menatapnya, tetapi aku mendengarkan setiap kata yang dia ucapkan dengan seksama. Ini adalah percakapan yang ingin aku hindari, dan sekarang, aku harus menghadapinya.
Seungcheol melanjutkan, "Aku ingin meminta maaf, [Y/N]. Aku menyadari bahwa sikapku mungkin telah merenggut kebahagiaanmu. dan itu bukan yang aku inginkan. Aku ingin memperbaiki hubungan kita, jika kamu mau memberiku kesempatan."
Aku merasa hatiku terenyuh mendengar kata-kata Seungcheol. Aku tahu bahwa dia adalah salah satu member Seventeen yang paling keras kepala, tetapi sekarang dia telah datang padaku dengan permohonan maaf yang tulus.
Aku tidak tahu bagaimana harus merespons, tetapi aku tahu bahwa ini adalah langkah awal untuk memahami dan memperbaiki hubungan kami.
Aku mengangguk pelan, mencoba untuk mengungkapkan perasaanku dengan jujur. "Aku memaafkanmu, tapi, jika kau memintaku untuk kembali, aku mungkin tidak bisa."
Seungcheol terlihat terkejut oleh pengakuanku, tetapi dia tampaknya memahami alasan di balik keputusanku.
Dia menarik nafas dalam-dalam, lalu mengangguk perlahan. "Aku mengerti. Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu tahu bahwa aku menyesal atas semua yang telah terjadi, dan aku akan mencoba untuk menjadi lebih baik."
Aku merasa sedikit lega setelah berbicara dengan Seungcheol. Meskipun hubungan kami mungkin tidak bisa kembali seperti semula, setidaknya kami bisa berbicara terbuka tentang perasaan dan masalah yang ada.
"Kalau begitu, aku permisi ke ruang rapat dulu."
"Baiklah."
Aku membungkuk singkat sebagai tanda perpisahan dengan Seungcheol, lalu melangkah pergi meninggalkannya lebih dahulu menuju ruang rapat.
Aku tidak ingin membuang waktu karena rapat akan segera dimulai. Saat aku melewati pertigaan lorong, aku tiba-tiba berpapasan dengan Jeonghan.
Jeonghan berhenti sejenak dan menatapku dengan tatapan yang penuh keraguan. Aku merasa tegang karena aku tahu bahwa masalah antara kami berdua juga belum terselesaikan.
Hubungan kami telah tegang sejak beberapa waktu terakhir, dan aku tahu bahwa aku harus mencari cara untuk berbicara dengannya dan mencoba memperbaiki semuanya.
"[Y/N]," panggilnya dengan nada yang datar.
Aku menghela nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Ya?"
Tatapan kami saling bertemu, dan aku merasa kehadiran Jeonghan membuatku merasa tegang. Kami berdua tahu bahwa ada sesuatu yang perlu dibicarakan, tetapi kata-kata tidak mudah untuk keluar.
"Aku bisa minta waktumu?" tanya Jeonghan dengan penuh keraguan.
Aku merasa sulit untuk menolak, tetapi aku tahu bahwa saat itu aku benar-benar harus pergi ke rapat. "Maaf, tapi aku harus ke ruang rapat."
Jeonghan mengangguk, dan meskipun dia tampak kecewa, dia mencoba untuk memahami situasiku. "Oh, kalau nanti, kau bisa?"
"Tentu," jawabku dengan senyuman canggung.
"Baiklah," kata Jeonghan, lalu kami berdua melanjutkan langkah kami masing-masing.
Ada ketegangan di udara, tetapi setidaknya kami telah mengatur waktu untuk berbicara nanti. Sementara aku menuju ruang rapat, aku merenungkan tentang apa yang akan aku katakan kepada Jeonghan dan bagaimana kami bisa memperbaiki hubungan kami yang tegang.
Keinginanku untuk memperbaiki semuanya semakin kuat. Aku tahu bahwa aku harus menyelesaikan masalah ini sebelum benar-benar memutuskan untuk berhenti dan kembali ke kehidupanku semula.
Aku ingin menyelesaikan konflik-konflik yang mengganggu hubunganku dengan Seventeen dan hidup dengan kedamaian. Setidaknya, aku masih ingin bisa mengawasi mereka dari jauh, seperti yang aku lakukan sebelumnya sebagai penggemar yang tulus.
YOU ARE READING
Suspicious Manager [I]
Fanfiction[IMAGINE STORY] Bagaimana rasanya menjadi seorang manager idola papan atas seperti Seventeen? Terlebih yang menjadi manager adalah seorang fans. Ia harus bisa menyembunyikan identitasnya agar tidak terbongkar. Karena jika terbongkar ia akan masuk k...