23 : Baikan

82 22 0
                                    


Mereka berdua berdiri di lapangan basket, saling menatap dengan tajam. Bola basket di tangan Seungcheol membuat Joshua ingin segera merebutnya.

Dengan tatapan yang penuh tantangan, Seungcheol mulai mendribble bola dengan lincah. Ia bermain dengan semangat yang membara, seolah ingin menunjukkan bahwa ia adalah pemain basket yang handal.

Joshua hanya bisa tersenyum melihatnya, merasa senang bahwa Seungcheol bersedia bermain dengannya. Dalam pertandingan yang tidak resmi ini, mereka berdua memberikan dukungan satu sama lain dan memberi ruang untuk ekspresi masing-masing. Di bawah cahaya redup lapangan basket, perseteruan mereka yang sebelumnya begitu kuat mulai memudar.

Seungcheol mengangkat alisnya dengan nada yang sedikit sinis. "Kau tidak lupa cara bermain basket, kan? Bersiaplah untuk kalah, Joshua."

Joshua hanya tertawa. "Oh, ya?"

Joshua berlari mengejar bola yang sedang dipegang Seungcheol. Mereka terus berlari, saling menatap serius, mendribble, dan mencoba memasukkan bola ke dalam ring, tanpa ada ketegangan atau perasaan ego yang menghalangi mereka.

Saat mereka bermain, Joshua merasa seperti mereka kembali ke masa lalu, ke saat-saat ketika mereka bersama-sama tertawa, bersenang-senang, dan menjadi teman yang selalu saling mendukung.

Mereka bermain dengan semangat yang tulus, tanpa ada tekanan yang mengikat mereka. Joshua merasa bahwa inilah yang mereka butuhkan, momen-momen kebersamaan yang mampu menghapus semua konflik dan perbedaan di antara mereka.

Seungcheol mencoba untuk tetap bermain dengan keras, tetapi juga merasa bahwa inilah yang selama ini ia rindukan. Ia ingin kembali merasakan persahabatan yang hangat, di mana mereka dapat bersama-sama tanpa rasa canggung atau perasaan tidak nyaman. Dalam permainan ini, mereka menemukan kembali esensi dari hubungan mereka sebagai teman.

Saat bola basket dilempar ke dalam ring dan poin pun tercipta, mereka berdua tertawa. Terlepas dari siapa yang menang atau kalah, yang penting adalah bahwa mereka kembali bersama-sama, dan itu adalah kemenangan sejati.

Seungcheol membaringkan tubuh lelahnya di lantai lapangan, napasnya terengah-engah, namun ia merasa puas dengan permainan mereka yang telah mengingatkan mereka pada masa lalu yang indah. Joshua juga berbaring di samping Seungcheol, napasnya terengah-engah, mencerminkan kelelahan akibat permainan basket yang intens.

Di bawah cahaya remang-remang langit malam, mereka merenung sejenak, membiarkan diri mereka terbuai oleh keindahan bintang-bintang yang bersinar di langit. Suara angin sepoi-sepoi menyapu lapangan, menciptakan atmosfer tenang dan damai.

Seungcheol akhirnya menoleh ke arah Joshua. "Apa yang ada di dalam pikiranmu sekarang?" tanya Seungcheol.

Dengan napas yang berat, Joshua merenung sejenak sebelum menjawab, "Entahlah." Suaranya begitu lembut, mencerminkan ketidakpastian yang ada di dalam dirinya.

Baik Joshua maupun Seungcheol, masih merasakan campuran emosi setelah permainan basket yang intens. Mereka berdua berbicara di bawah langit malam yang tenang, membagi cerita dan perasaan mereka yang selama ini terpendam.

Seungcheol menggelengkan kepalanya, masih teringat akan pertengkaran mereka yang konyol beberapa waktu lalu. "Aku tidak tahu kalau kita bisa bertengkar hanya karena masalah wanita," ucapnya dengan nada yang agak menyesal.

Joshua tertawa kecil, juga merenungkan betapa tidak masuk akalnya perselisihan mereka. "Benar juga, biasanya urusan seperti ini identik dengan Mingyu dan Dokyeom."

Seungcheol memalingkan pandangannya ke langit, terlihat sedikit menyesal. "Maafkan aku, aku terlalu emosi hari itu."

Joshua menggeleng pelan. "Tidak, tidak, seharusnya aku yang minta maaf, aku yang memprovokasimu hari itu. Aku juga terlalu terperangkap dalam emosiku sendiri."

Seungcheol mengungkapkan perasaannya dengan tulus. "Kata-katamu hari itu benar, jika aku tidak melakukan kesalahan, seharusnya aku tidak tersinggung, tapi aku malah tersinggung. Sejujurnya aku melakukan sesuatu terhadap [Y/N] dan membuatnya tertekan sampai harus pindah divisi demi bisa menghindariku. Aku tahu ini salah, tapi aku terlalu egois untuk mengakuinya."

Joshua mendengarkan dengan hati-hati. "Aku juga melakukan kesalahan. Aku terlalu egois dan terlalu terpengaruh oleh emosiku sendiri. Aku seharusnya lebih bijak dalam menghadapi situasi."

Seungcheol menghela nafas berat. "Aku terlalu keras kepala dalam menginginkan sesuatu sampai-sampai aku tidak memikirkan perasaan orang lain."

Joshua tersenyum tipis, merasa lega mendengar pengakuan Seungcheol. "Kita semua punya kesalahan kita masing-masing, tapi yang penting sekarang adalah kita berdua sudah sadar akan kesalahan kita dan siap untuk memperbaiki hubungan kita."

"Ah, ngomong-ngomong." Seungcheol mengubah posisinya menjadi duduk, menyilakan kakinya, dan menatap Joshua dengan tatapan penuh tanya. "Bagaimana kau tahu kalau aku sudah melakukan sesuatu pada [Y/N]?"

Joshua menjawab dengan suara yang tenang, "Aku tidak sengaja mendengar percakapan [Y/N] dengan Dohoon hyeong. [Y/N] menceritakan apa yang kau lakukan padanya dan mengungkapkan kegelisahannya. Aku merasa kasihan padanya dan merasa sangat kesal padamu, jadi aku meluapkannya begitu saja padamu hari itu."

Seungcheol mendengarkan penjelasan Joshua, merasa sedikit terkejut dan juga menyesal atas tindakannya. Ia merenung sejenak, menyadari bahwa perbuatannya telah menimbulkan rasa sakit pada gadis itu dan juga membuat hubungan antara mereka menjadi renggang.

"Aku benar-benar menyesal, Aku tidak menyadari bahwa tindakanku bisa berdampak seperti itu pada [Y/N]."

Joshua mengangguk, "Kita semua punya masa di mana kita melakukan kesalahan, yang penting adalah bagaimana kita belajar dari kesalahan itu dan berusaha memperbaiki semuanya."

Seungcheol menghela nafas lega. "Aku harap kita bisa kembali seperti dulu, seperti teman yang selalu mendukung satu sama lain."

Joshua tersenyum hangat. "Aku juga berharap hal yang sama."

Joshua tersenyum lagi, menikmati momen tenang di bawah langit malam yang indah. Angin malam yang semakin dingin menyentuh wajah mereka, menciptakan atmosfer yang penuh kedamaian di antara mereka. Keheningan yang tercipta di antara mereka membuatnya merasa sangat nyaman.

Seungcheol melihat ponselnya dan terkejut saat melihat jam. "Yak, kita dalam masalah, sudah hampir tengah malam, sebaiknya kita segera pulang."

Joshua mengangguk setuju. "Hmm, ayo, kita pulang."

Mereka berdua bangkit dari posisi duduk mereka di lapangan basket dan berjalan pulang bersama menuju dorm. Di bawah cahaya remang-remang lampu jalan, mereka masih terlibat dalam percakapan yang akrab, diselingi dengan canda dan tawa di antara mereka.

Saat kaki mereka sudah mendekati gedung tempat mereka tinggal, mata mereka menangkap sebuah pemandangan yang sedikit membuat mereka bingung. Seorang gadis berlari kencang seperti sedang melarikan diri dari sesuatu.

Seungcheol mencerna pemandangan tersebut dengan penuh perasaan bingung. "Itu bukannya [Y/N]?" tanyanya, mencoba memastikan apa yang ia lihat.

Joshua menyusul pandangan Seungcheol, dan ketika ia melihat lebih jelas, ia mengangguk. "Hmm, kau benar, itu [Y/N]."

Seungcheol semakin bertanya-tanya, "Sedang apa dia, kenapa malam-malam berlarian seperti itu?"

Gadis itu semakin mendekat, ketika dia sampai di depan Seungcheol dan Joshua, dia langsung mengeluarkan kata-kata yang membuat mereka berdua terkejut.

"Kumohon, tolong aku," ucapnya dengan suara lirih dan penuh rasa takut.

"Kumohon, tolong aku," ucapnya dengan suara lirih dan penuh rasa takut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Suspicious Manager [I]Where stories live. Discover now