19. Meaning
"Hidup bagi sebagian orang mungkin tidak ada artinya. Namun setiap hal yang dilakukan setiap harinya bisa memberi arti. Semuanya kembali pada orang itu, bagaimana cara menyikapinya. Apa mungkin dia menemui arti atau pada akhirnya hidup tetap tidak ada artinya"
DE-PRESS-ED
Langkah kaki gadis itu menuju ke dalam kelasnya yang sudah mulai ramai, dia melihat Kalila yang sedang duduk di bangkunya. Delora melangkah mendekat, kedua tangannya penuh membawa barang. Kotak bekal dan paper bag berisi sepatu. Beberapa teman kelasnya meliriknya saat memasuki kelas.
"Faraz kampret, sepatu gue ...," dumel Kalila, dia mengelap sebelah sepatunya yang kotor menggunakan tisu. "Sini, Ra, cobain sepatu lo ukurannya pas atau engga."
Kalila memberikan jalan agar Delora bisa masuk karena sahabatnya itu duduk di pojok dekat tembok. Delora meletakkan kotak bekal dan paper bag di atas meja, lalu dia melepaskan tas. Delora mulai menduduki bangkunya.
"Lo bawa bekel? Tumben," tanya Kalila penasaran sambil menunjuk kotak bekal yang berada di atas meja.
Delora menoleh, "Dikasih buah."
"Oh ... cobain sepatunya, Ra, Bunda nanyain ukurannya pas atau engga," balas Kalila, dia membantu mengeluarkan kotak sepatu dari dalam paper bag. Kalila mengeluarkan sepasang sepatu dari dalam kotak dan diberikan pada Delora.
Delora menerimanya, dia membungkuk melepas sepatunya. Dia beralih memakai sepatu baru, ternyata ukurannya pas dan nyaman.
"Pas, 'kan? Yeay! Sepatu kita kembaran, lucu," ujar Kalila yang ikut membungkuk melihat sepatu baru Delora. Dia menggerakkan kakinya yang berada di dekat kaki Delora.
"Gue engga enak, ngerepotin terus," seru Delora, dia merasa sudah banyak yang dia terima. Dia merasa terbebani.
"Iya engga enak, kan engga bisa dimakan," jawab Kalila dengan candaan sambil terkekeh. "Engga ngerepotin kok, lo juga anak Bunda. Kata Bunda harus adil, kalo gue dibeliin sepatu ya lo juga. Kita kan anak Bunda."
Delora mengangguk sambil sedikit menundukkan kepalanya. Dia menarik nafas dalam-dalam. Entah dia harus sedih atau bahagia sekarang. Orang tua orang lain mengakuinya, sedangkan orang tuanya tidak sudi mengakui anaknya sendiri. Dia tersenyum getir.
Kenapa lucu sekali kehidupannya bagi gadis itu.
"Makasih, ke Bunda juga makasih banyak buat sepatunya," balas Delora, dia memakai sebelah sepatu barunya lagi. Terakhir, dia mengikat talinya.
Kalila mengangguk sambil tersenyum, "Sama-sama, Ra."
Matanya terus menatap sepatu barunya yang bagus dan nyaman. Dia bahkan lupa kapan terakhir kali dia beli sepatu. Kakinya bergerak sedikit, dia merasa nyaman. Matanya beralih menatap sepatu lamanya yang sudah usang. Sepatu yang menjadi saksi bisu menemani langkahnya bertahun-tahun. Kini sepatu itu harus beristirahat, masanya sudah berakhir. Walau dipaksakan juga melukai dirinya dan sepatu itu.
Jika dia pikirkan lagi, banyak yang sudah dia lalui bersama sepatu itu beberapa tahun ke belakang. Kesedihan, kehancuran, rasa sakit, serta badai yang terus menerus menerpanya yang membuat dirinya bisa mati di tangan sendiri. Anehnya, dia masih hidup saat ini juga. Anehnya, dia masih bernafas saat ini juga. Anehnya, dia masih melanjutkan hidup saat ini juga.
"Sepatu lamanya mau disimpen atau dibuang?" tanya Kalila melihat Delora yang sepertinya sangat menyayangi sepatu lamanya.
Dia juga terkadang sulit melepaskan barang yang bermakna di hidupnya. Mungkin bagi sahabatnya itu, sepatu itu sangat berjasa menemani langkahnya melewati panas maupun hujan. Dari awal pertemuan pertama saat SMP hingga tadi, Delora masih memakai sepatu yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEPRESSED [NEW]
Teen FictionApakah Tuhan Menghukumku? Itu yang selalu Delora tanyakan. Kisahnya bukan kisah hidup menyenangkan seperti novel romansa. Melainkan kenyataan kehidupan yang sesungguhnya, masa-masa yang sulit, masalah yang semakin memuncak, masa di mana setiap r...