Warning!
PERINGATAN KERAS, JANGAN MENGIKUTI APA PUN PADA CERITA INI YANG NEGATIF!
Kalo suka chapternya vote, kalo engga ya sudah. Simple, engga akan maksa. Happy reading!!!
0. Prolog
"Tidak berada di dalam keberuntungan, bukan berarti hidupmu tidak berarti"
DE-PRESS-ED
"Dasar anak gak berguna!"
Sakit mendengarnya secara langsung? Tentu, itu sangat sakit tapi tidak berdarah. Apa yang gadis Itu dan kita lakukan? Hanya berdiam. Mungkin beberapa akan membalas mengungkapkan kekecewaannya. Tapi lebih banyak yang diam dan memilih pergi, bahkan menangis.
Kalimat itu akan selalu diingat sampai kapan pun. Kalimat yang paling menyakitkan adalah kalimat yang akan paling membekas di memori pikiran.
Mereka yang mengatakannya dengan mudah, tidak akan tau bagaimana rasanya membangun sejuta mimpi, bekerja keras dengan baik, menyusun semuanya dengan pasti untuk suatu hari nanti.
Sekarang mungkin belum terlihat karena semua butuh proses jatuh bangun terlebih dahulu. Siapa yang kuat dia tidak akan terhadang, siapa yang lemah dia akan tertendang.
Jika tidak mendukung, lebih baik mulutnya dikungkung. Tidak tahu kah itu menghancurkan mimpi anaknya? Tahukah perasaan anaknya? Jika tidak tahu apa yang sedang kami bangun untuk membanggakan anda, letih dan sakitnya perjuangan tanpa dukungan. Lebih baik DIAM! Tolong cukup menjaga ucapan untuk menjaga perasaan kami.
Menjadi kupu-kupu yang indah saja tidak mudah, banyak sekali metamorfosis yang harus dilalui. Berawal dari sebuah telur seperti kita yang dilahirkan. Semakin hari berjalan berubah menjadi ulat. Sadar dirinya itu jadi ulat karena memang hidupnya hama, merusak, membebani, tidak bisa apa-apa. Tak lama, setelah menjadi hama yang merugikan banyak pihak, dirinya menjadi kepompong. Tahap ini yang paling penting, bertahan atau mati.
Andai ini kita, saat jadi kepompong yang menggantung di pohon, kita akan terus diterpa angin kencang tanpa henti. Sedangkan waktu berubah menjadi kupu-kupu cantik sedang dalam proses. Kita yang selalu dijatuhkan mereka akan sedikit terbawa angin ke sana-kemari. Berbeda dengan saat mereka mendukung kita, kita akan tetap bertahan hingga menjadi kepompong yang cantik.
Mendengar kalimat menyakitkan itu, kita pasti akan pasrah pada angin yang ingin menjatuhkan kita. Mati dipertengahan menjadi kupu-kupu. Mati karena sebuah perkataan mematikan semangat.
Pertanyaan yang selalu ada dipikiran Delora, jika tidak ada yang menginginkan, kenapa dilahirkan? Dirinya tidak minta, lebih baik tidak dari pada seperti ini.
Gadis itu menghela nafas panjang untuk kesekian kalinya, Delora Rasiyah Adrienne adalah namanya. Nama yang terpaksa diberikan oleh seseorang yang tidak menginginkannya dirinya hidup. Sunyi dan gelap adalah kehidupan aslinya.
Delora sedang berada di atas kasur miliknya, dengan lampu yang sengaja dia matikan. Hanya suara pergerakan jarum jam yang terdengar, sisanya hanya sunyi yang menyelimuti ruangan tersebut. Matanya terbuka menatap langit-langit kamarnya yang gelap gulita hampir selama tiga jam tanpa bergerak sama sekali, tidak terlihat apa pun. Seperti hidupnya, walau membuka mata, tetapi masih berwarna hitam kosong.
Dia Delora, hidup tanpa tahu ke mana tujuan yang akan ditempuh. Tak ada sentuhan hangat untuknya, hanya ada caci-maki kedua anggota keluarganya.
Dia hidup, tapi tidak ada tempat untuk berlabuh pulang.
Dia hidup, hanya karena sebuah accident yang membuat dirinya menanggung semua dosa.
Dia hidup, hanya untuk mendengar pertengkaran kedua orang tuanya.
Dia hidup, dia dibiarkan hidup karena sebuah keterpaksaan.
Dia hidup, oh tidak-tidak. Dia lebih memilih tidak hidup dari pada tidak diinginkan.
Dia ingin mati, tapi dia masih bimbang. Ke mana dia akan pulang nanti?
Jam menunjukkan pukul 02.03 dini hari, dia belum bisa tertidur. Pikirannya penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang masih dia cari jawabannya. Dia hidup diambang kebimbangan, bertahan di dunia yang menyakitkan ini atau menyerah saja?
Keinginan terbesarnya, dia ingin memutarkan waktu kembali. Di mana dia ingin pergi ke waktu yang dia ingin ulang dan dia tidak lahir ke dunia ini. Jika dalam jam berputar dan kembali pada angka awal yaitu satu, tapi waktu tidak memutar kembali seperti itu. Waktu terus berjalan dan memutar, tetapi tidak mengulangi waktu yang sudah terjadi.
Tangan kanannya meraba meja yang ada di sebelahnya, mencari barang yang sudah menjadi candu beberapa tahun terakhir. Dengan barang itu, dia harus bekerja untuk membelinya. Sudah menjadi kebutuhannya agar dirinya terkendali, uang saku yang diberikan papanya tidak cukup untuk menutupi harga benda itu.
Setelah mendapatkan barang yang ia cari, Delora bangkit duduk di atas kasurnya. Tangan kirinya beralih menyalakan lampu tidur yang berada di sebelah kirinya. Sebuah cahaya sedikit menerangi kamarnya walau tidak sepenuhnya, dia membuka tutup benda itu, lalu mengambil beberapa pil isinya secara asal dan dia telan langsung tanpa air minum.
"Mau sampai kapan?" gumamnya sambil mengangkat wajahnya ke atas, menatap langit-langit kamarnya yang gelap dan menarik nafas berat.
"Engga berguna banget hidup lo, Ra," gumamnya dan tertawa miris. Kedua tangannya menjambak kepalanya sendiri dengan kencang. Rambut panjangnya semakin berantakan, sesekali dia memukul kepalanya sendiri. Obatnya belum bekerja sepenuhnya.
Sakit? Bahkan, kadang dia tidak merasakan apa pun. Tubuhnya masih bekerja, hanya saja sudah lama mati rasa. Tangannya melepaskan dari rambutnya, perasaan dan dirinya mulai lepas kendali.
Kakinya bergeser turun secara perlahan dan menyentuh lantai. Dia berjalan dengan lemas menuju kamar mandi. Sebuah cahaya terang menusuk indra penglihatannya saat membuka pintu kamar mandi yang terang. Langkahnya mendekat pada bathtub dan membuka keran air untuk mengisinya. Suara percikan air terdengar nyaring, semakin lama airnya memenuhi isi bathtub itu.
Delora memasukkan satu per satu kakinya ke dalamnya, dia mulai merendamkan tubuhnya pada air dingin sebagai pendingin pikirannya. Padahal, itu menyakiti dirinya sendiri. Merendamkan tubuhnya di air dingin di jam seperti ini. Gadis itu mulai tenang, obatnya sudah mulai bekerja.
"Sabar, Ra. Sebentar lagi ...," katanya, dia menarik nafas panjang, menutup kedua bola matanya dan ikut menenggelamkan kepalanya di bathtub.
Malam itu, adalah malam kesekian kalinya menjadi malamnya yang dingin. Dia belum bisa menyerah, masih banyak yang belum dia temukan. Salah satunya, apakah hidupnya memiliki arti?
¡¡¡¡¡
Ig: @purepeacey
Dari aku yang belum bisa menerima takdir, tolong aku.-SiLemah
KAMU SEDANG MEMBACA
DEPRESSED [NEW]
JugendliteraturApakah Tuhan Menghukumku? Itu yang selalu Delora tanyakan. Kisahnya bukan kisah hidup menyenangkan seperti novel romansa. Melainkan kenyataan kehidupan yang sesungguhnya, masa-masa yang sulit, masalah yang semakin memuncak, masa di mana setiap r...