"Nenek, Lautnya ada?" tanya Airy. Setelah tiga bulan bertetangga, Airy dan Laut sudah semakin dekat meski terkadang Laut masih sedikit berbicara padanya.
"Ada, nak. Dia masih tidur. Kalian ada janji mau keluar?" tanya nenek Shin.
"Iya nenek. Hari ini Airy mau mengajak Laut ke panti asuhan tempat Airy mengajar. Kemarin Airy sudah ajak Laut dan Laut bilang dia mau, nek," jawab Airy dengan senyum lembutnya.
"Yasudah, nenek bangunin Laut dulu ya? Kemarin anak itu tidur jam 4 pagi karena harus menyelesaikan beberapa tugas dan pekerjaannya."
"Eh nenek, jangan dibangunin. Biarin Laut lanjutin tidurnya. Kapan kapan saja Airy ajak Laut. Kalo begitu, Airy pamit dulu ya nek? Airy takut telat ke pantinya. Bye nenek." Airy melambaikan tangannya dan berlari kecil meninggalkan kediaman nenek Shin.
"Anak itu. Dia selalu memikirkan orang lain tanpa peduli bagaimana dirinya sendiri." Nenek Shin kembali masuk dan melanjutkan tontonannya kembali.
¤¤¤
"Nenek, Mama, Airy ada datang ke rumah?" tanya Laut yang baru saja bangun. Ini sudah jam 12 siang dan dia baru ingat kalo dirinya punya janji dengan tetangganya itu.
"Mama tidak ada ada melihatnya, nak," jawab Tiffany yang meletakkan segelas cangkir berisi teh diatas meja.
"Airy tadi datang kesini, nak. Tapi dia langsung pergi setelah nenek bilang kalo kamu baru bisa tidur jam 4 pagi karena sibuk dengan tugas dan pekerjaan kamu," ujar nenek Shin.
"Aish, bocah itu pasti kesal padaku." Laut mengacak rambutnya dan mendudukkan dirinya di samping sang nenek.
"Ada apa nak?"
"Hari ini aku ada janji dengan Airy untuk pergi ke panti tempat dia mengajar, Ma. Laut janji akan menjemputnya jam 8 tadi," jawab Laut.
"Sudah jangan kesal begitu. Airy itu anak yang pengertian, dia pasti mengerti tentang kesibukan kamu, nak," ucap nenek Shin, menenangkan cucu kesayangannya itu.
"Aku mau ke rumahnya Airy, mau minta maaf karena lupa sama janji yang sudah aku buat kemarin."
"Airy baru pulang sore, nak."
"Nenek tahu dari mana?"
"Tentu saja nenek tahu. Nenek sudah kenal Airy dari dia kecil nak. Dia selalu menceritakan segala kegiatannya dan nenek akan selalu mengingatnya. Lagian kamu ini loh, sudah temanan tiga bulan kok gak tahu kegiatan Airy." Laut menghela kasar nafasnya dan memejamkan matanya.
"Sudah sana mandi dulu terus makan, nak. Mama masak makanan kesukaan kamu tadi," ucap Tiffany. Laut hanya mengangguk dan kembali ke kamarnya.
"Hah, bocah itu pasti marah padaku. Lagipula, kenapa nenek tidak membangunkanku? Kan setidaknya kami bisa naik kendaraan online," gerutu Laut. Ia membaringkan kembali tubuhnya di kasur, terlalu malas untuk sekedar membersihkan wajahnya.
"Apa aku kirim pesan saja untuk minta maaf? Tapi sepertinya tidak etis. Nanti sajalah, kalo dia sudah pulang dari kampus," gumam Laut perlahan. Ia menatap langit langit kamarnya sambil memikirkan cara yang tepat untuk minta maaf pada tetangganya itu.
¤¤¤
"Bocah, baru pulang?" tanya Laut saat melihat Airy berjalan melewati rumahnya.
"Laut apaan sih? Panggil panggil bocah. Airy itu bukan bocah, Airy itu orang dewasa," jawab Airy dengan ketus.
"Yasudah iya bocah dewasa. Baru pulang?"
"Menurut Laut bagaimana?"
"Menurut aku? Menurutku kamu baru pulang," jawab Laut.
"Itu tahu, kenapa Laut masih bertanya? Basa basinya terlalu basi tahu gak?" Laut tersenyum mendengarnya.