14. Marriage Nomin

3.8K 256 16
                                    

Kali ini, biarlah Jeno menjadi 'sosok papah' yang sebenarnya. Mengemban tugasnya sebagai seorang kepala rumah tangga pada hunian sederhananya. Tapi, bagi Jisung rumah yang ia tempati saat ini sangatlah estetik. Anak itu berjalan dengan tubuh basah yang di balut oleh handuk tebal warna abu-abu.

Perut gempalnya bergelombang seiring langkahnya menuju sang papah yang sudah duduk di tepi ranjang.

Jeno siap dengan kaos kutang putih dan celana dalam bersaku di tangannya. ,—milik Jisung bukan Jeno.

"Anak papah, kemari sayang. Nanti kamu bisa telat, pelajaran apa hari ini hmm??" Jeno menggosok tubuh anaknya dengan handuk.

Menatap punggung kecil Jisung yang di penuhi oleh garis hitam yang mungkin tidak akan pernah hilang di telan waktu.

"Nanti menggambar pah, Icung mau gambarin papah"

"Benarkah? Wah, papah harap nilaimu memuaskan hmm??"

Lalu, dimana Na Jaemin. Setelah tragedi menampar sang anak, Jaemin di buat bungkam oleh sorot teduh suaminya yang mengajak Jaemin deep talk hingga menjelang subuh.

Membiarkan Jisung mengunci diri di kamar hingga anak itu tertidur.

Mungkin, kesabaran Jeno begitu tebal bagi Jaemin yang semalam menangis sesenggukan di pundak kokoh suaminya.

Merutuki dirinya sendiri seperti seorang pembunuh yang akan di hajar masa. Begitu parau suara Jaemin jika diingat. Kini, Jaemin mengurung diri di kamar nya. Menyesali perbuatannya,—mungkin seperti itu.

"Papah"

"Apa sayang??" Jemari tebal Jeno masih sibuk mengaitkan ikat pinggang pada pinggul sang anaknya.

"Jangan bikin buna sedih,,—" Jisung menggantung ucapannya, embun kembali menitik memenuhi pelupuk matanya. Terfokus pada coretan tinta yang memenuhi lengan kanan papahnya.

Tentu saja Jeno di buat diam untuk beberapa saat sebelum mencubit pipi anaknya.

"Siapa yang bikin buna sedih, papah minta maaf sama kamu ya atas nama buna"

Jisung menolak permintaan maaf sang papah dengan raut merasa bersalah akan permintaan maaf itu.

"Papah nggak salah, Jie takut sama buna. Jie tidak mau buna lelah, karena buna sudah menemani Jie sejauh ini pah" kalimat dari mulut bocah berusia belum genap enam tahun ini sukses membuat Jeno terharu.

Jisung tidak mau siapapun menyakiti bunanya. Sekalipun Jaemin begitu sering menyakitinya, perkara hal sepele yang semalam Jeno lihat.

Oh, lihatlah puppy eyes Jeno yang tersenyum pada penuturan sang anak.

"Baiklah, tidak ada yang bersalah. Buna hanya lelah, mari kita makan dulu. Papah akan mengantarkan mu sekolah hmmm??"

Jisung memeluk Jeno. Mengusap surai hitam papahnya yang berusaha meredam tangisnya saat ini. "Jie sayang papah, jangan pergi lagi papah"

Bibi Karina yang baru saja bekerja di rumah Jeno pun terharu, mendengar perbincangan mereka dari luar kamar. Tangan bibi Karina membawa nampan berisi susu, ia letakkan kembali ke meja makan. Menunggu tuan besar yang pastinya akan menikmati makan mereka di sana.

"Selamat pagi tuan kecil,, sini bibi bantu kamu duduk ya" Karina menarik kursinya, membantu Jisung duduk dan menunggu Jeno yang menggandeng tangan sang primadona.

"Terimakasi bibi" ucap Jisung.

"Anak pinter, bibi ke dapur dulu ya??"

Langkah Jaemin begitu pelan, menatap Jisung yang sedang menghabiskan segelas susu buatan bibi Karina.

HELLO JODOH || NOMIN REPUBLISH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang