16 › Cerita.

990 163 9
                                    

Perlahan kedua mata yang selama lima tahun terakhir selalu menunjukkan tatapan kurang antusias itu pun terbuka, mengerjap berulang kali untuk mengakrabkan pada sinar matahari yang tersorot dari celah tirai yang sedikit terbuka karena angin pagi.

Renjana sadar, matanya menatap sekeliling ruanganㅡbukan, ini bukan ruang kamarnya di istana Kwangya melainkan ruang kamarnya di istana Visioner, sontak kedua matanya membulat.

"umn," gumam Renjana pelan kemudian menyadari ada sosok yang tertidur dengan posisi duduk dan kepala diletakkan di tepi ranjang, menggenggam tangan kirinya.

Renjana menelan salivanya melihat sosok itu adalah Pangeran Bungsu Djuang, kedua matanya menyipit dengan jemari tangan kiri bergerak mengusap telapak tangan Sabian yang terbalut perban, ditambah wajah yang sedang tertidur pulas dengan posisi tidak mengenakan itu juga terluka.

"bertengkar..?" suara parau Renjana dan pergerakan kecilnya sedikit membuat Sang Pangeran Bungsu turut terbangun.

melihat pergerakan Sabian, Renjana hanya diam sampai Pangeran Bungsu itu benar-benar bangun.

Sabian merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku karena semalaman mengambil posisi duduk, menolak tidur di kamar tamu setelah berganti pakaian dan merawat lukanya padahal Raja Lai sudah menawarkan diri akan menemani Renjan.

"selamat pagi, Pangeran." sapa Renjana pelan membuat Sabian benar-benar membuka lebar kedua mata.

"Renjana!"

Renjana tersentak kaget mendengar nada tinggi Sabian, "tidak perlu berteriak."

"ada yang sakit? bagian mana?" spontan Sabian beranjak dari duduknya dan memeriksa kening Renjana yang sudah tidak sepanas kemarin, "perutmu tidak sakit lagi kan? Hastaka kemarin mengatakan jika kamu mengeluh sakit."

Renjana mengerjap berulang kali mendengar rentetan pertanyaan yang dilemparkan Sabian, "kamu yang membawaku ke Visioner?" balasan pertanyaan yang sama sekali tidak menyambung dari pertanyaan Sabian, tidak masalah.

"pertanyaanku, jawab dulu."

"tidak ada yang sakit, Pangeran.." jawab Renjana seada yang ia rasakan pada tubuhnya yang memang tidak sesakit saat berada di penjara, "sekarang jawab pertanyaanku."

Sabian bernafas lega lalu mengangguk singkat, "aku dan yang lain, Hastaka juga ikut."

"lalu, kamu terluka seperti itu karena bertengkar denganㅡ"

"tidak perlu disebutkan."

mulut Renjana tertutup rapat, lalu melirik jubah tidurnya, "pakaian resmi yang kupakai kemarin, dikemanakan?"

"Pelayan submissive yang menggantikan semalam, mungkin dicuci atau paling buruk dibuang."

"jangan dibuang." cegah Renjana dengan tatapan khawatir, "kembalikan ke Kwangya, itu pakaian resmi Permaisuri Utama.. dikenakan turun temurun oleh Permaisuri Utama termasuk Ibu Suri."

"baiklah, nanti akan kucari Pelayan yang mengurus pakaian itu." Sabian tidak ingin memperpanjang urusan pakaian resmi Permaisuri Utama.

"hum, jangan sampai rusak apabila benar dicuci." 

Sabian mengangguk paham maksud dari perkataan Renjana, "kamu tidak perlu khawatir, untuk sekarang pikirkan kondisi kesehatanmu."

"aku baik."

tok.. tok.. tok..

"Pangeran, saya datang membawakan sarapan untuk anda."

suara Pelayan terdengar setelah ketukan pintu kamar, tiga menit kemudian pintu itu dibuka oleh salah satu Pelayan yang masuk bersama dua Pelayan dengan masing-masing membawa nampan berisi makanan pagi baik untuk Pangeran Sabian ataupun Pangeran Renjana.

14. Renjana, first empress Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang