Seandainya kehidupan Renjana dan Sabian bisa berlangsung lebih lama, apakah hidup mereka hanya akan diisi kebahagiaan setelah perjuangan hebat yang mereka lalu?
Visasia, 1019M.
Sabian dan Renjana tidak pernah mengabaikan ketiga putranya, mereka berdua sama rata memberikan perhatian dan kasih sayang, juga memberikan hukuman yang adil apabila ketiga putranya melakukan kesalahan, sesungguhnya tidak pernah memiliki niat membeda-bedakanㅡHanya saja, kepada Reilo, memang mereka lebih ekstra memberikan perhatian dan itu pun sudah dengan memberikan alasan jelas kepada kedua putra mereka; Arslan dan Yazhel agar tidak salah paham, syukurnya, kedua putra mereka itu mengerti.
Tahun demi tahun dilalui, ketiga putra mereka tumbuh menjadi Pangeran hebat dalam bidang masingㅡArslan hebat dalam pedang, Yazhel hebat dalam petarung dan Reilo pandai dalam mengatur strategi ekonomi Kerajaan.
Menginjak usia dua puluh tiga tahun, Arslan yang pada dasarnya sudah mengerti dan mengingat tradisi Kerajaan pun menghela nafas samar. Saat ini, Pangeran sulung Djuang yang baru saja sampai di Istana setelah merampungkan kunjungan desa di wilayah Univa Timur, sedang duduk di kursi ruangannya.
Klek
"Kakak~!"
Baru saja ingin memejamkan mata, Arslan dibuat terlonjak terkejut karena pintu ruangannya dibuka dan disusul dengan panggilan lantang dari si Bungsu Djuang yang tampaknya kegirangan.
"Ada apa?"
Reilo, si bungsu Djuang yang terkenal akan kecerdasan juga kecerewetannya, dia duduk di sofa samping sang Kakak yang terlihat sangat lelah, "Aku dengar Bubu dan beberapa Menteri Kerajaan membicarakan tentang perjodohan Kakak, maksudku.. calon untuk Kakak."
Arslan tertegun, "Benarkah?"
"Ya, ada tiga calon." Memberikan informasi yang didapatkannya secara ilegalㅡSebab si Bungsu Djuang itu menguping pembicaraan Bubu dan para Menteri, "Kakak ingin tahu calon untuk Kakak tidak?"
"Siapa?"
Reilo tersenyum licik, "Aku tidak akan memberitahu Kakak jika aku tidak diberikan izin untuk keluar istana tanpa pengawalan ketat."
Kedua alis Arslan terangkat, sekarang ia paham jika si Bungsu Djuang itu ingin mengajaknya membuat kesepakatan.
"Setuju atau tidak?"
Arslan berdehem, "Tidak."
"Loh.." Ekspresi licik itu pun pudar menjadi memelas setelah mendapati penolakan sebagai jawaban, "Kenapa tidak setuju? Apa Kakak tidak ingin tahu siapa calon-calon Kakak?"
"Itu bukan hal yang begitu penting, Reilo." Balas Arslan seadanya, toh dirinya tidak begitu berminat menjalin hubungan dengan siapa pun dan jika pun memang Kerajaan menginginkan dirinya menikah demi keberlangsungan tradisi, maka ia akan tetap melakukan itu tanpa memperdulikan siapa pun itu calonnya nanti, "Yang paling penting adalah Bubu pasti memutuskan yang terbaik."
Reilo berdecak samar, memang sulit menjalin kesepakatan dengan si sulung yang terkenal mematuhi perintah mutlak sang AyahㅡBagi Reilo, terlalu patuh adalah dua kata yang sangat cocok untuk mendefinisikan sosok Adelard Arslan Djuang.
"Baiklah," Reilo beranjak dari duduknya, meski sedikit kesalㅡIa sejujurnya masih mengharapkan Kakak Sulungnya itu berubah pikiran, "Aku akan pergi, jangan cari aku jika Kakak ingin tahu siapa calon-calon Kakak itu!"
Arslan mengangguk-angguk, memperhatikan Reilo yang melangkah menuju pintu ruangan secara perlahan menggapai gagang pintuㅡHendak membuka tetapi Bungsu Djuang itu justru menoleh ke arahnya, membuat Arslan menaikkan alisnya, "Apa?"
![](https://img.wattpad.com/cover/322153322-288-k263246.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
14. Renjana, first empress
FanfictionCinta bisa didapat karena gelar dan tahta. Tapi, tidak ada yang sadar jika cinta juga dapat melengserkan gelar dan tahta.