Langit kelabu mulai memudar, udara sekitar terasa dingin menyapa permukaan kulit. Burung-burung mulai terdengar riang berkicau diluar jendela balkon kamar sang Permaisuri, yang mana kicauannya itu telah menyentak penuh kesadaran sang Permaisuri dari tidurnya yang cukup pulas.
sesekali sang Permaisuri mengerjap guna menyamankan netranya dengan sinar matahari yang remang-remang memasuki ruangan kamarnya melewati celah jendela serta pintu balkon. Setelah pandangannya sudah tidak lagi buram, ia tertegun.
"astaga! apa yang kulakukan kemarin sore?" kedua tangan Permaisuri terangkat untuk menutupi mulutnya yang membulat terkejut setelah menyadari kondisinya pagi ini, "bubu.. bubu pasti menunggu!" pekiknya tertahan karena mengingat urusan yang seharusnya ia selesaikan kemarin sore. Permaisuri Utama itu menoleh dengan sedikit mendongak, "astaga! semalam.. ya Tuhan..?"
"demi.. Yang Mulia.." Permaisuri Utama tidak mampu mengucapkan sepatah katapun, terdiam mencerna segala kejadian semalam yang dapat ia ingat. "Bagaimana.. ini.." monolognya sembari mengalihkan tatapannya dari Yang Mulia Raja yang tertidur disebelahnya, ia juga semakin mengeratkan selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang sama sekali tidak terbalut pakaian yang ia kenakan kemarin.
"apanya yang bagaimana?"
"huh?!" Permaisuri Utama melotot dengan wajah memerah, "apanya..?"
"kau yang berbicara tentang bagaimana, Permaisuri." balas Yang Mulia Raja yang belum sepenuhnya terbangun, masih setengah.
"Yang Mulia.."
"apa?"
"anda.. ugh!" pekik Permaisuri Utama yang sudah tenggelam dalam rasa malu, terlebih saat ini ia satu ranjang dengan Yang Mulia Raja setelah sekian lama tidak satu ranjang, memalukan.
"berbicaralah dengan jelas, Permaisuri." decak Yang Mulia Raja, "kau ingin bertanya pasal semalam..?"
Permaisuri menggeleng kalut, "tidak!" sanggahnya.
"lalu, apa?"
tanpa menatap Yang Mulia Raja, "sudah.. pagi.. ya, sudah pagi.. Yang Mulia!" serunya mengganti topik.
"aku tau itu."
"ya.. kalau begitu.. bagus! seharusnya anda segera bersiap, Yang Mulia." ujar Permaisuri masih dengan tatapannya yang tidak terarah pada Yang Mulia Raja.
"apa kau mengusirku, Permaisuri?"
Lagi, Permaisuri Utama menggeleng. "Tidak! maksudku.. bukan seperti itu, aku harus bersiap.. Yang Mulia." jelasnya.
"bersiaplah, aku akan tidur disini." saut Yang Mulia Raja dengan santainya, "lagipula aku sudah melihatmu semalam suntuk."
"Jordan..!"
Pada akhirnya Yang Mulia Raja tertawa pelan karena melihat dan mendengar reaksi Permaisuri Utamanya, Renjana yang semakin memerah akibat menahan malu. "Lucu sekali." ujar atau pujinya sembari menenggelamkan wajahnya pada pucuk surai sang Permaisurinya.
"aku serius, Jordan. Kita harus bersiap.. segera." intrupsi Renjana yang sudah cukup kesal atau mungkin terlampau malu.
"tidak usah, seperti ini saja. Meliburkan diri dari tugas Kerajaan, aku lelah." ujar Yang Mulia Raja, Jordan yang lebih dapat dikatakan sebagai keluhan.
Renjana terdiam, ia memilih berhenti mengomel selama beberapa saat, menikmati dekapan hangat yang sudah lama tak ia rasakan. "Sampai kapan kita seperti ini, Jordan?" celetuk Renjana tak langsung dibalas oleh Jordan.
"sampai aku bosan."
Renjana mendengus geli, "jangan bercanda.."
"memangnya aku pernah bercanda padamu?" balas Jordan membuat Renjana mengatupkan bibirnya dan menatap wajah Jordan yang saat ini sedang menunduk menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
14. Renjana, first empress
FanfictionCinta bisa didapat karena gelar dan tahta. Tapi, tidak ada yang sadar jika cinta juga dapat melengserkan gelar dan tahta. (n) bxb. kalau tidak suka dengan genre atau pair cerita, jangan baca.