4 : Permintaan

102 25 2
                                    

Selasa malam, Farel pulang lebih lambat dari biasanya. Allia juga masih belum mau tidur, ia ada di depan TV menonton serial dari platform acara dan film terkenal. Farel mengucap salam dan Allia membalas.

"Loh, belum tidur?" tanya Farel.

"Belum ngantuk. Kamu udah makan?" Pertanyaan biasa yang sering ditanyakan Allia kepada Farel.

"Belum... kamu?"

Allia menggeleng. "Nggak mood." Farel kebingungan. "Nggak laper?" Allia menggeleng lagi. Farel sudah sedikit menemukan hint dari jawaban Allia.

Rupanya, tinggal bersama selama satu bulan belakangan ini membuat Farel bisa dengan mudah membaca Allia. "Aku mandi dulu." kata Farel. Allia bangkit dari sofa setelah menjeda serial untuk menyiapkan makanan di meja— agar Farel bisa langsung makan.

Dasar-dasar melayani suami seperti ini meskipun Allia tidak memiliki perasaan terhadap Farel, ia dapatkan dari rekan kerjanya yang bernama Via, tiga tahun lebih tua darinya dan sudah punya satu anak.

Via adalah satu-satunya rekan kerja Allia yang tau kisah di balik pernikahan mereka, sedangkan orang-orang lain hanya mengetahui bahwa Allia selama ini diam-diam memiliki pacar dan menikah secara tiba-tiba— membuat geger satu lantai.

Sepuluh menit kemudian, Farel keluar dari bilik kamar utama dengan rambut khas yang masih basah setelah keramas. Ia duduk di meja makan dengan empat kursi dan meja berbentuk lingkaran putih. Hanya ada satu porsi makanan di sana. "Kamu? Nggak makan?"

Allia sedikit ketus— terlihat dari raut wajahnya, tapi tutur katanya tidak terdengar kasar, "Nggak mood."

Oke, Farel tidak akan bertanya lagi. Mungkin Allia memang sudah makan atau ada hal menjengkelkan di kantornya hari ini— meskipun Farel dan Allia belum pernah bercerita keseharian mereka tiap harinya di kantor, mulai dari apa yang membuat senang sampai yang paling buat emosi.

"Oh, ya, Al." Farel membuka obrolan setelah tiga suapan. Allia melirik Farel sekilas tanda mendengarkan.

"Hari Sabtu ini, kantorku ada acara dinner sama Indomobil dan aku disuruh bawa istri. Kamu bisa ikut?"

Allia yang sedang memeluk bantal dengan bersila kaki itu sempat mengedarkan pandangan ke segala arah tanda berpikir apakah di hari Sabtu dia memiliki jadwal penting.

"Bisa. Jam berapa kita jalan?"

"Jam 6? Deket kok, di Setiabudi."

"Okay. Dress code?"

"Hmm... nggak ada warna tertentu, tapi yang cantik ya, kita pura-pura lagi." kata Jay.

"Iya."

•••

Hal lain yang Farel bisa kenali dari Allia setelah menempuh hidup bersama selama satu bulan lamanya; Allia tipe orang yang tidurnya seperti orang mati. Ia pernah memergoki Allia yang terlelap ke sebelah kanan, lalu begitu pagi hari ia bangun, Allia tetap di posisi yang sama. Bahkan, kain sprei di areanya masih sangat rapi.

Namun, kali ini Farel merasakan kegelisahan dalam tidur Allia. Lelaki itu yakin gadis ini belum terlelap. Farel punya sensitivitas terhadap suara dan akan mudah terbangun— meskipun Allia jauh lebih sensitif terhadap suara. Jadi, setelah 2 jam tertidur, ia terbangun.

Allia menghadap ke kanan, Farel menghadap ke kiri. Kepala Farel menengok ke belakang dan mendapati Allia yang sedang meringkuk sambil menggoyang-goyangkan kakinya entah kenapa. Ia berbalik badan dan memanggil, "Al?"

Tidak ada jawaban, "Allia..." panggilnya lembut sekali lagi. Allia menjawab dengan erangan kecil. "Nggak tidur?" tanya Farel setelah menatap ke jam digital yang menyala dan menunjukkan jam 12 malam.

"N-nggak..." lirihnya. Farel merasa ada yang tidak beres. "Kamu sakit, Al?"

Begitu ditanya, Allia baru menjawab jujur. "Aku lagi haid, Rel." Terjawab sudah alasan Allia tidak mau makan.

Farel jadi makin waspada dengan gerak-geriknya. Ia tau persis gadis yang datang bulan akan semakin sensitif dengan banyak hal— tau dari Bunda dan rekan-rekan kerjanya yang sudah menikah.

"Kamu biasanya kalau nyeri minum obat?" Farel bertanya hati-hati meskipun ada ketakutan dalam pertanyaannya.

"Kalau butuh aja." jawab Allia yang dari suaranya, Farel tau gadis itu kesakitan. Ia tau cara menanganinya.

Lelaki itu bangkit dari kasur dan ke luar kamar untuk mengambil beberapa barang. Di dapur terdapat laci khusus obat-obatan lengkap yang disusun rapi oleh Allia. Bahkan, ia mengorganisir semua obat dengan kotak sendiri, bukan bungkus plastik.

Farel mengambil obat pereda nyeri yang pernah ia minum saat dirinya sempat sakit sebelum di hari pernikahan. Waktu berkunjung ke rumah sakit untuk berobat pun dokternya yang tau Farel ingin menikah memberi nasihat bahwa obat ini bisa digunakan untuk mereda nyeri datang bulan.

Tak lupa dengan kompres air hangat yang ia taruh di botol dan dibalut handuk untuk ditempelkan di perut.

Ia kembali ke kamar dan melihat Allia masih menggeliat kesakitan. "Al, minum obat dulu." serunya sambil membantu Allia bangun.

Gadis itu duduk di tepi kasur dan meminum obat sesegera mungkin karena ia juga ingin melawan mual. Farel memberikan botol panas itu, "Ini buat kompres. Bener 'kan ya pakai air panas?"

Allia terkekeh kecil. Sangat kecil. "Kamu tau darimana aku perlu ini?"

Farel ikut tersenyum kecil, "Dari temen. Udah, ya habis ini tidur." Kemudian, ia merebahkan diri untuk kembali tidur.

Allia— dengan hati-hati dan penuh gugup, memanggil. "Rel,"

"Ya?" Farel berbalik kepala sebagian menanggapi seruan Allia.

"Anu— hm, kamu... udah ngantuk? Udah mau tidur banget, ya?" Mendengar jawaban tersebut, Farel yakin Allia masih perlu sesuatu. Jadi, ia menjawab dengan sedikit berbohong,

"Belum. Aku cuma mau rebahan aja, kenapa? Kamu masih butuh sesuatu?"

Allia menelan ludah tanda gugup. "Ini, Rel... cuma mau minta pijat-pijat kecil aja di bagian bawah punggung. Sambil tiduran nggak apa-apa, kok... pelan-pelan aja." pintanya.

"Kirain apa. Ya udah, kamu sambil tidur juga. Aku pijat sampe kamu tidur." Farel langsung berbalik menghadap ke kanan juga.

Allia yang semula masih duduk di tepi kasur itu menjawab, "Makasih ya, Rel." Lalu, ia merebahkan diri memunggungi Farel dengan botol panas dibalut handuk ia tempelkan di bagian perut bawah.

"Iya, Al."

Farel memijat-mijat pelan bagian pinggang belakang Allia dengan ibu jari. Allia merasa lebih rileks dan dalam hitungan menit ia bisa terlelap.

Setelah Farel memeriksa gadis itu sudah sepenuhnya terlelap, ia pindahkan botol ke atas nakas di sebelah Allia dan tidur belakangan.

◻️◻️◻️

Halo, teman-teman semua~
Maaaaaffffff update kelamaan, kuliah things really messed me up 😭
Semoga chapter ini tidak membosankan <3

Fall For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang