3 : Kunjungan

207 37 2
                                        

Meskipun tidak ada yang perlu disembunyikan, Allia menyampaikan sesuatu setelah beberapa masakan rumah buatannya siap di atas meja makan untuk menjamu Bunda.

"Rel," panggilnya kepada Farel yang sedang membasuh tangan. "Ya?" sahutnya.

Allia sedikit canggung dan gugup, tapi ia perlu mengatakannya. "Nanti di depan Bunda kita pura-pura deket banget aja, ya?"

"Oh, ya... boleh. Aku juga mikir gitu kok." Farel menyetujui dan hendak berbalik badan ke ruang tamu untuk memastikan sekali lagi rumah tidak kotor— keduanya sama-sama membenahkan rumah.

Allia menahannya, "Satu lagi." Farel berbalik menghadap Allia dengan apronnya. "Kalau aku pegang-pegang kamu nanti nggak apa-apa 'kan? Biar keliatan aja kalau kita akrab."

Farel tersenyum. "Iya, nggak masalah, toh kita juga aslinya suami dan istri, nggak apa-apa pegang aku, mah."

Setelah itu, sambil menunggu Bunda datang dengan diantar supir, Farel berada di garasi untuk membersihkan bagian dalam mobil. Sedangkan, Allia masih sibuk memanggang makanan manis untuk Bunda.

Tiba-tiba Farel masuk ke dalam rumah dengan bajunya yang basah. "Bunda sampe 10 menit lagi, aku mau mandi dulu."

"Iya. Nanti aku yang temuin duluan." Allia menjawab.

Tak lama, yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Waktunya sangat pas karena kue buatan Allia baru matang dan Bunda sudah mengucap salam di depan pintu.

"Waalaikumsalam, Bunda..." seru Allia penuh senyum sambil mencium tangan Bunda dan dipeluk. "Bunda sama Mas Tio? Di jalan aman?"

"Aman, Al. Farel mana? Bundanya datang malah nggak muncul." Allia cuma tertawa.

"Farel lagi mandi, tadi habis cuci mobil, sih, Bun."

Sambil duduk di ruang santai, Bunda bertanya-tanya mengenai Allia dan pekerjaannya. Kemudian, Farel muncul dari kamar utama dengan rambutnya yang masih basah. "Eh, Bun udah dateng." serunya sambil mencium tangan Bunda.

"Itu istrinya masak dibantuin nggak, tuh?" seru Bunda yang menyadari bahwa di meja makan sangat berlimpah makanan.

"Hah—?" Farel menengok ke meja makan dan terkekeh, "Tadi Farel lagi cuci mobil, Bun..." Langsung Bunda serbu dengan cubitan kecil di lengannya sampai lelaki beristri itu meringis. "Dibantuin dong harusnya, ih."

Melihat interaksi itu, Allia gemas dan menarik lengan Farel mendekat untuk mengelus-elus bekas cubitan Bunda. "Masaknya yang gampang-gampang kok itu, Bun makanya aku bisa sendiri."

Bunda pun tersenyum senang, lalu cemberut kepada Farel. "Ya, kalau nggak bantuin istrinya masak, bantu cuci piring, dong, Rel." Yang dimarahin cuma bisa tertawa.

Interaksi selanjutnya hanyalah seputar membahas Farel di rumah seperti apa dan bagaimana Allia menangani Farel yang cukup sulit dibangunkan— padahal realitanya, Farel bangun sendiri dengan alarm yang ia pasang dan Allia tidak pernah membangunkannya.

Paling-paling, Allia hanya mengingatkan Farel tentang makanan yang akan dibawanya ke kantor.

Cerita-cerita soal keromantisan mereka berdua hanyalah belaka. Bisa Allia yang mulai mengada dan Farel ikuti maupun sebaliknya.

Yang Allia pikir adalah, rasanya tak enak hati jika dijodohkan seperti ini yang kedua belah pihak orangtua mereka setujui dan senangi tidak berhasil. Untuk menghindari kekecewaan mereka, tentu Allia ingin memastikan— terutama Bunda yang umurnya jauh lebih tua daripada Ayahnya sendiri, yakin dengan pilihannya.

Sama dengan Farel yang tak enak hati karena Dharma, mertuanya, sangat yakin akan keputusannya memberikan Allia kepadanya. Setidaknya, yang mereka bisa lakukan hanya berpura-pura.

"Allia kalau pulang suka dijemput Farel, Bun."

Pernyataan itu, tidak benar adanya. Baik Allia maupun Farel tidak pernah berada dalam satu kendaraan saat berangkat dan pulang kerja. Keduanya sangat individualis.

•••

"Anak cantik... makasih, ya. Masakan Allia enak sekali, emang nggak salah Bunda pilih kamu, Al." seru Bunda di depan gerbang dengan Mas Tio selaku supir pribadinya. Beliau ingin pulang setelah 4 jam berkunjung.

Allia— setelah berkecup antar pipi dengan pipi bersama Bunda, juga mengucap terimakasih atas pujiannya terhadap masakannya yang menurutnya memang sangat biasa. "Bunda hati-hati, ya. Semoga kuenya enak dan diabisin. Allia nggak pake gula soalnya." kekehnya.

"Duh, mantuku," Bunda tersenyum manis sambil mengelus-elus pipi Allia. Lalu, ia beralih pada anak laki-lakinya, "Farel, Bunda pulang. Jangan lupa sayang-sayang istrinya nanti malam, tuh."

"Siap, Bunda!" Farel dengan sigap menjawab. Setelah itu, Bunda benar-benar pergi dari rumah, menyisakan Farel dan Allia yang masih melambaikan tangan di depan pagar.

Setelah mobilnya hilang dari pandangan, Farel mengajak Allia masuk.

"Rel, sorry, ya tadi agak kelewatan. Aku jadi bohong soal kita." ucap Allia merasa tidak enak karena berbohong kepada mertuanya.

"Aku juga tadi ikutan bohong. Nggak apa-apa, sih 'kan kita sama-sama nggak enak sama Bunda." kata Farel menenangkan dan setuju.

Allia mengangguk kecil tanda paham. "Besok mau bekal apa?"

"Senyamannya kamu, Al mau masak apa."

Kemudian, keduanya sibuk kembali dengan dunia masing-masing. Berbeda dengan 4 jam sebelumnya yang sangat terlihat seperti suami istri.

◻️◻️◻️

Halo!
Gimana? Semuanya sehat? Semoga selalu dalam keadaan terbaik yaaa~
Maaf baru bisa upload karena aku abis selesai urusan sidang ㅠㅠ
Semoga suka ya temen temen semuaaa, sayang kaliaaaan!

Fall For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang