5 : Peluk

239 39 9
                                    

Makan malam eksklusif itu tiba.

Farel mengenakan setelan jas, sangat rapi. Tak lupa pula model rambutnya yang memiliki potongan undercut itu ia poles dengan clay agar tersisir ke belakang. Woody scents di tubuhnya datang dari Giorgio Armani miliknya.

Ia menunggu di dapur sambil menyesap kopi gula aren yang ia beli sebanyak satu liter dari kedai kopi. Bukan masalah baginya menunggu Allia berdandan karena gadis itu sudah cantik— Farel mengakui dan hanya memerlukan beberapa sentuhan khusus agar dirinya semakin terlihat anggun.

Sekitar 10 menit lamanya, terdengar suara pintu terbuka. Allia tampil dengan gaun yang sangat panjang mencapai kaki. Warnanya ungu tua berbahan satin tanpa lengan di bagian atasnya yang tidak terlalu mengekspos bagian dada dan surprisingly, backless dress.

Rambutnya ia ikat setengah dengan ikal sedikit di bawah serta makeup yang bukan seperti biasanya. Terlihat dari eye makeup yang lumayan ramai— tidak seperti kesehariannya yang hanya memakai compact powder, mascara, pensil alis, dan lipstick.

Farel cukup ternganga dibuatnya. Allia? Ia sedikit kurang percaya diri. "Rel, begini nggak apa-apa?" Lelaki itu tersenyum puas, "Bakal ada yang jauh lebih nyentrik. Ini udah lebih dari cukup."

Allia tersenyum lega mendengarnya. Ia pikir, ia terlalu berlebihan, tapi ia rasa juga tidak. Keduanya menuju mobil dengan Farel yang jalan terlebih dahulu diiringi Allia di belakang.

Begitu duduk di kursi penumpang, Allia teringat sesuatu. "Eh, aku lupa mau tutup gerbang."

"Nggak perlu. Aku aja. Kasian kamu ribet pakai dress sama high heels gitu." Farel menahannya. Setelah memanaskan mobil selama 5 menit lamanya, ia baru mundur mengeluarkan mobil, dan menutup gerbang sendiri.

•••

Tak perlu makan waktu lama— kecuali kemacetan di beberapa titik Jakarta pada Malam Minggu yang sudah bisa ditebak seperti apa, akhirnya mereka sampai di tujuan.

Farel dan Allia langsung menuju ke ballroom, seperti yang dijadwalkan. Hotel ini ramai, sangat ramai. Acara makan malam ini diadakan juga sebagai peringatan hari jadi firma hukum Farel dengan rekan kerjanya selama bertahun-tahun.

Dan ini merupakan tahun ke-2 Farel berada di acara ini dan bedanya, saat ini ia membawa istrinya.

Allia sedikit merasa terintimidasi dengan wajah-wajah baru yang ia temui malam itu. Pasalnya, ia merasa Farel dan dirinya merupakan pasangan paling muda di antara puluhan yang menurut Allia sudah mencapai umur 30 sampai 60 tahun. Ia merasa, mereka berdua merupakan sasaran empuk untuk dijahili.

Farel merasakan kegugupan Allia, tapi ia sudah biasa bertemu dengan orang-orang ini bahkan banyak bertukar sapa. "Al, kok diem? Nggak senang, ya?" bisik Farel padanya.

"H-hah? Oh... seneng, kok." jawab Allia terbata-bata.

"Aku boleh rangkul kamu?"

"Boleh. Kenapa nggak boleh?" Tepat setelah menjawab itu, Farel langsung melingkarkan tangan kanannya di pinggang Allia yang sukses membuat gadis itu tersentak dan geli di perut. Pasalnya, Allia mengharapkan rangkulan di pundak!

Kemudian, Farel berbisik lagi. "Santai aja, ya, Al. Kita emang paling muda di sini, tapi justru aku paling tua pemikirannya." serunya yang membuat Allia tertawa kecil.

"Apa, deh? Tua gimana?"

Sampailah mereka di meja berbentuk lingkaran— mirip dengan di rumah, bedanya ini lebih mewah tampaknya. Empat kursi, ada tulisan untuk dua pasangan, yakni Farel & Allia serta Adya & Seno.

Fall For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang