10 : Ritme

156 32 1
                                        

Farel sampai di rumah satu jam sebelum dirinya dan Allia akan pergi lagi menepati janjinya untuk makan malam di luar bersama istrinya itu. Tadi, Allia sempat bertanya, "Kamu mandi lagi?"

"Karena kita mau grill dan aku belum keringetan, kayaknya nggak usah. Kenapa emangnya?" Farel menjawab penuh hati. Allia hanya mengangguk kecil sambil menaikkan kedua alisnya. "Ganti baju?" Allia kembali bertanya. "Nggak juga. Gini aja."

Ya, Allia sendiri mengakui apapun yang Farel pakai memang cocok untuk segala acara santai bersamanya. Justru ia bisa se-kaku ini banyak bertanya mengenai Farel untuk menyesuaikan apa yang akan ia pakai. Terlebih, tadi siang Farel menyuruhnya untuk berdandan cantik.

Salah tingkah dibuatnya.

"Yaudah, aku mandi dulu." Allia pamit sejenak. Farel duduk di depan televisi dan menonton acara hiburan sambil menunggu Allia.

Usai mandi, Allia sibuk mengobrak-abrik lemari untuk mencari baju yang cantik— setidaknya pakaian yang senada dengan Farel. Lelaki itu hari ini memakai kemeja kotak-kotak dengan garis-garis tipis berwarna abu-abu dan warna putih tulang sebagai dasar yang dipadukan dad jeans. Anak itu memang memiliki selera yang sederhana.

Setelah mencari baju yang memiliki corak maupun berwarna abu-abu, akhirnya Allia memilih kaos rib berkerah dengan lengan pendek yang memiliki dua sisi resleting di bagian dada juga perut. Ia padukan dengan jeans putih. Kemudian, ia sambung dengan berdandan selama 15 menit lamanya.

Allia keluar dari kamar dengan sedikit gugup. Takut kalau Farel tidak mengekspektasikan tampilannya malam ini. Begitu ia sampai di ruang santai, Farel yang sedang memainkan ponsel itu langsung menoleh kepada istrinya itu.

"Mau jalan kapan?" tanya Allia gugup. Dia sangat ingin dipuji dan dibilang cantik oleh Farel meskipun isi pikirannya bukan itu.

"Sekarang mau? Takut macet." Farel menawarkan. Allia mengangguk. Tingkahnya jadi kaku dan gugup berharap Farel memujinya. Bahkan ia sengaja mengibaskan rambut ketika memakai flat shoes di depan Farel.

Namun, sampai keduanya sudah meninggalkan rumah pun Farel belum mengeluarkan sepatah kata selain, "Belum makan 'kan kamu? Biar kita bisa makan daging enak sampe kenyang." Allia juga sudah tidak mengharapkan lagi, sudah pasrah. Mungkin ia kurang cantik di mata Farel, pikirnya.

Beberapa menit kemudian, Farel membuka obrolan di kala lagu mengisi kesunyian di mobil. "Al,"

"Ya?" Allia menoleh padanya.

"Maaf, ya kalau aku minta kamu dandan yang cantik." Kedua alis Allia mengernyit, bingung. "Kenapa minta maaf?"

"Soalnya kamu udah cantik duluan tiap hari. Maaf, ya..."

Ini di luar dugaannya. Tidak disangka Allia bahwa Farel bisa berkata seperti itu. Pipinya merah merona dan ia beruntung di dalam mobil sedikit remang-remang. Farel tidak akan melihat dirinya tersipu.

"Makasih, Rel." Hanya itu yang bisa Allia ucapkan.

•••

Keluar dengan perut kenyang, Farel dan Allia senang bisa menghabiskan weekend bersama dengan menyantap hidangan enak seperti malam ini. Begitu duduk di mobil, mereka bersandar kekenyangan. "Kenyang, Al."

"Sama aku juga." Allia menyahut.

"Mau makan es krim nggak?" Farel menawarkan setelah mengawang pikirannya. "Abis yang bakar-bakar enaknya yang manis dan seger, ya?" kata Allia.

"Bener banget," Farel setuju. "Tapi ada kamu, sih..."

Allia tak paham. "Maksudnya?"

Farel hanya tertawa kecil. "Nggak. Yaudah, beli es krim, ya." Allia senang malam itu. Ia hanya mengikuti Farel kesana-kemari. Lelaki itu memilih drive thru untuk memenuhi keinginannya.

Setelah mendapatkan dua es krim pilihannya, mobil hitam itu melaju menjauh dari restoran cepat saji terkenal dan langsung pulang menuju rumah.

Namun, Farel memiliki kesulitan dalam melahap es krimnya. Bahkan, sudah 5 menit ia diamkan dan mencair perlahan. Ia baru habis 2 suap es krim, sedangkan Allia yang mencintai es krim itu sudah hampir setengah cup ia habiskan.

Kemudian, Farel menepikan mobilnya dan menyisakan tanya kepada Allia. "Kok berhenti? Kenapa?" tanyanya langsung.

"Mau makan es krim." Allia terheran dan tidak enak hati jadinya. Setelah satu suap, Farel melajukan mobilnya kembali. "Aku suapin aja ya, Rel." Allia berinisiatif. Ia menaruh es krim miliknya di atas pangku dan menyuapkan Farel sendok per sendok es krim miliknya. Farel? Jelas ia mencoba menyembunyikan senyumnya itu.

Allia melakukannya dengan bergantian— setelah menyuapi Farel, ia akan makan miliknya, terus begitu sampai es krim keduanya habis. Tiba-tiba, ketika jalanan yang tak rata dan berlubang menciptakan guncangan kecil pada mobilnya, tanpa sengaja, es krim yang hendak masuk ke dalam mulut Farel itu meleset.

"Eh! Eh— hahaha! Maaf, maaf..." seru Allia tertawa geli. Farel ikut tertawa, terlebih merasakan sensasi dingin di pipinya. Buru-buru Allia mengambil tisu kecil di dalam laci dashboard dan membersihkan es krim yang menempel di pipi Farel.

Setelah tekstur lengket itu mengering di pipi Farel, Allia mengusapnya pelan dengan ibu jari sampai benar-benar hilang.

Farel tertegun. Senyumnya perlahan hilang dan ia membeku, menyisakan Allia yang masih terkekeh dan kembali menghabiskan es krim vanila miliknya.

Ia menoleh pada Allia yang raut wajahnya sungguh senang di malam itu. Gadis itu bersinar dan sangat cantik di mata Farel. Auranya terasa berbeda.

Jantungnya memiliki ritme yang aneh, tapi sama rasanya dengan yang selama ini dirasanya kepada Allia. Namun... malam itu sangat berbeda. Ia ingin fokus menatap Allia, tapi ia juga harus fokus dengan jalanan.

▫️▫️▫️

Halo! Maaf kelamaan updatenya :")
Semoga suka dengan bagian ini ya karena buatku, ini sangatlah sisi manis dari mereka berdua (belum tentu)
Salam sayang dari aku 🩷

Fall For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang