13 : Ikatan

97 20 7
                                    

Setelah dua hari berada di rumah sakit dengan Ayah, Bunda, dan Papa yang menjenguk Allia, hari ini, Allia diperbolehkan untuk pulang.

Seperti yang Ayah katakan, Farel akhirnya mengenal Allia lebih jauh, yakni Allia memang punya keunikan saat sakit melanda. Ayah bilang, Allia bisa menjadi anak bayi yang manja dan bawel ketika sakit, memang bukan seperti dirinya yang biasa.

Allia yang sudah kembali sehat itu menaruh baju-bajunya yang sudah dipakai ke dalam mesin cuci. Ini hari Sabtu, ia akan beristirahat dari segala kegiatan— sesuai saran dokter dan perintah Farel sendiri. Ia masih harus bed rest.

Farel masuk ke dalam kamar untuk memastikan keadaan Allia. "Obatnya diabisin kata dokternya. Jangan lupa minum lagi nanti sore, ya. Kamu tidur aja, nggak usah pikirin rumah dulu. Aku yang bersihin, ya?"

Tiada disangka Allia bahwa Farel bisa sebegitu perhatian kepadanya. Prasangkanya, perasaannya, dan bagaimana Allia ingin mengendalikan tingkahnya di saat Farel melakukan apa yang ia cintai membuat Allia justru semakin meragukan perasaannya.

Bukan, bukan ragu kepada Farel. Melainkan, ragu bahwa ia tidak mungkin tidak menyukainya— mencintainya.

Memikirkan itu cukup membuatnya emosional. Air matanya lolos seperkian detik di saat Farel sudah berlalu daritadi untuk melakukan pekerjaan rumah.

Mungkin ayahnya benar. Benar mengenai pendapatnya bahwa Allia berada di tangan yang tepat. Jika ayah percaya kepada Farel, berarti Allia pun juga percaya kepada ayah juga Farel. Semuanya terbukti.

Allia tidak menyesal sama sekali untuk mengiyakan keinginan ayah dan menikah dengan Farel.

"Aku sayang kamu..." bisiknya, hampir tak terdengar.

•••

Setelah dirasa istirahat sudah tercukupi, Allia menghampiri Farel yang sepertinya berada di ruang tengah. Benar saja, lelaki itu sedang duduk di sofa menonton televisi sambil membersihkan foto-foto dengan lap termasuk foto pernikahan mereka yang sangat besar itu.

"Udah istirahatnya? Laper nggak?" tanya Farel begitu sudut matanya menangkap sosok Allia yang menghampirinya.

"Laper. Kamu masih beres-beres?" Allia menjawab sambil mengambil minum di kulias.

"Ini udahan, sih... mau makan apa? Aku beli aja, ya?"

Allia menahannya, "Eh, nggak usah ini aku mau masak." Farel menghampirinya di dapur. "Kamu udah sembuh emang? Udah sehat?" katanya sedikit khawatir sambil memeriksa suhu badan di pipi Allia dengan punggung tangan. Allia membeku dibuatnya.

Suhunya normal. Memang kelihatannya istrinya ini sudah kembali sehat, tapi bukan berarti Farel akan membiarkannya lelah dengan memasak.

"Aku aja yang masak. Boleh?" Farel menawarkan dirinya. Ia juga bingung kenapa Allia tak menggubrisnya ketika ditanya soal kondisi.

"Bisa?"

Farel terkekeh iseng, "Kamu ngeraguin aku?"

"Kamu nawarin beli. Kupikir emang nggak bisa masak." Allia ragu sejenak, tapi begitu Farel mulai mengambil satu per satu alat masak dan bahan-bahan makanan, keraguan itu hilang.

Merasa ada sosok di sampingnya yang hanya diam berdiri, Farel berucap, "Kamu duduk di situ, liatin aku aja supaya percaya masakanku nggak kalah enak."

Fall For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang