Sudah dua hari ini, Allia lembur untuk melakukan tugasnya sebagai auditor. Padahal, ia diperintahkan pulang oleh atasannya karena Allia adalah karyawan paling rajin yang cutinya baru dipakai untuk mengurus Farel yang sakit kala itu.
Allia pernah lembur seperti ini, bahkan seminggu penuh ia lembur, tapi ia selalu sehat. Berbeda dengan malam ini yang ketika gadis itu menginjakkan kakinya di rumah, pucat melanda wajah cantiknya. Ia merasakan panas dan dingin pada tubuhnya.
Ia melirik jam dinding, masih jam 9 malam. Kalau keadaan tidak memungkinkan, sepertinya ia akan pergi menemui dokter.
Allia merasa aneh dengan keadaannya. Tidak biasanya ia bisa lelah seperti ini karena setiap ia bekerja lebih lama, ia masih baik-baik saja. Mengapa hari ini ia rasanya tidak sanggup?
Dengan gerakan lemas, ia membuat teh hangat untuk dia konsumsi bersama obat yang ia ambil dari kotak P3K lengkap.
Di samping itu, Farel sudah berada di rumah, dan ketika Allia sampai di rumah, lelaki itu sedang di dalam kamar mandi. Ia ke luar dari kamar dan mendengar suara pertemuan antara sendok besi dan keramik gelas dari dapur. "Al, udah makan?"
"Udah. Kamu udah?" Allia bertanya kembali.
"Udah juga. Bikin apa kamu? Teh?" Farel menghampiri Allia juga merasa tergoda dengan teh hangat.
Keduanya bersebelahan. Tak sengaja, Farel menyenggol badan Allia dengan lengan mereka yang bersentuhan. Farel terheran, "Al, kok kamu panas banget tangannya?" Allia menoleh padanya melempar tatapan bingung, "Eh, kamu pucet banget, Al... kamu sakit?" Farel dengan panik berkata seperti itu sambil memegang kening Allia dengan punggung tangannya.
"Wah, demamnya tinggi, nih. Ke dokter, ya?"
"Besok aja, Rel." Allia menolak.
"Ih, nanti makin kenapa-kenapa. Yuk, dokter aja. Nggak usah mandi sama ganti baju kamunya. Pakai jaket aja, ya?"
Tidak ada energi untuk menolak kali ini. Allia hanya mengikuti arahan Farel. Sejujurnya pun, ia memang sudah sangat lemas. Jadi, selagi menunggu Farel berganti celana dan mengambil sesuatu, ia duduk di sofa.
"Aku bawa baju-baju kamu nggak, nih? Takutnya dirawat."
Allia menggelengkan kepala. "Paling cuma dikasih obat aja terus pulang. Aku cuma kecapekan aja tau."
"Udah lemes gitu, Al. Yuk, kamu masuk mobil duluan. Nggak aku kunci."
Menuruti perintah Farel, Allia duduk di kursi penumpang selagi suaminya itu bergegas menutup pintu rumah beserta gerbang utama. Ia tidak jadi mengemas baju Allia karena bisa jadi gadisnya itu rawat jalan. Kalaupun terpaksa rawat inap, ia akan kembali ke rumah untuk mengambil baju.
•••
"Hmm 'kan. Dugaanku bener kamu typhus juga." kata Farel. Allia hanya tersenyum lemas. "Kamu lembur gitu ingat makan nggak, Al?"
"Inget, ih. Emangnya aku itu kamu?" Farel malah terkekeh. Sambil menunggu ketersediaan kamar, mereka masih di IGD dengan infus yang sudah menempel di tangan kiri Allia.
Dua puluh menit lamanya, akhirnya suster kembali. "Ibu, Bapak, maaf sebelumnya, tapi ketersediaan kamar 1 lagi penuh, jadi untuk sekarang Ibu Allia di Kelas 2 dulu nggak apa-apa? Nanti kalau pasien satunya nya sudah selesai, ibunya bisa pindah, kok. Yang tempatin sekarang ibu-ibu lahiran sama yang typhus juga."
"Nggak apa-apa, Sus. Yang penting istri saya dapat kamar."
Perut menggelitik di kala mendengar dua kata itu. Wajah Allia yang sudah panas karena suhu tubuhnya itu semakin memanas ketika mendengar 'istri saya'.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fall For You
FanfictionKarier. Satu hal yang menjadi fokus utama dua orang dengan latar belakang berbeda. Keduanya bersatu, ikatan yang luar biasa pun terbangun sendirinya. Jika mereka memang ditakdirkan bersama, semesta akan turun tangan. [JONGCHANGIE Alternative Univers...