15 : Selamat

269 30 5
                                        

Tiada lagi tidur yang berjarak. Tiada lagi obrolan seperlunya, kini hanya ada obrolan tak penting guna membangun kepercayaan. Tiada lagi jarak antara mereka, semua menjadi menyatu. Hati mereka, jiwa, dan juga raga. Ucapan selamat pagi dan selamat malam kerap diucapkan setiap harinya. Kecupan indah di kening Allia tak kunjung terlupa juga kecupan pada bibir Farel yang sering muncul.

Mereka, Farel dan Allia, akhirnya terlepas dari tali yang selama ini sudah menahan perasaan mereka. Sudah, ini waktunya bagi mereka menjalin hidup sebagai pasangan sampai mati dengan segenap cinta mereka yang abadi. Tiada satupun rasa sesal maupun bersalah. Semuanya patut disyukuri.

Mewujudkan salah satu ajakan Allia kala itu, malam ini mereka berada di salah satu hotel bintang empat di Jakarta untuk fine dining. Allia memakai dress semi-formal warna merah gelap dan Farel memakai kemeja warna biru tua yang lengannya tergulung. Canda tawa menghiasi pasangan suami istri ini. Ya, setidaknya sudah satu bulan terlewat sejak adegan keduanya menyatakan perasaan pada tahun baru.

Mereka... semakin dekat.

"Kamu cantik banget." Farel memuji sambil bertopang dagu. Matanya tidak lepas dari gadisnya itu.

"Apa, sih... nggak jelas." Allia salah tingkah dibuatnya. Tatapan mereka beradu, sangat penuh cinta. Padahal sudah menuju satu tahun pernikahan mereka, tapi rasanya seperti pengantin baru. Dua piring makanan penutup yang kosong dengan remah-remah kue itu menjadi saksi bisu.

Setelah beberapa menit memuaskan diri di restoran itu, mereka pergi menuju lobi yang terdapat resepsionis. Dengan bergandengan tangan, Farel dan Allia menuju parkiran.

Namun...

Farel berbalik menarik Allia pelan. Ia menuju resepsionis. "Eh, Rel.. ngapain?" Allia terkejut.

"Kita nginep di sini, ya? Bosen di rumah terus. Cari suasana baru." Allia tertegun, tapi ia tidak akan menolak. Ia tersenyum sipu mengetahuinya. Apa yang Farel pikirkan? Apa yang akan mereka lakukan?

Beberapa saat kemudian, Farel memegang kunci kamar. Bergegaslah mereka ke kamar tanpa membawa barang apapun untuk persiapan menginap.

Di dalam kamar pun, Allia langsung duduk di atas kasur. Ia berpikir yang tidak-tidak, tapi berusaha menepisnya.

"Ngantuk? Mau bobo?" Pergantian kata dari 'tidur' ke 'bobo' adalah salah satu contoh bagaimana keduanya semakin dekat. Sudah jadi hal umum bagi yang sedang menjalin cinta, bukan?

"Bobo? Nanggung nggak, sih?" Farel menerjang Allia sampai posisi mereka kini saling berhadapan, tapi Allia terbaring, sedangkan Farel di atasnya. "Kamu nggak mau... emangnya?" Farel bertanya.

Allia tau apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi ia akan bermain sedikit. "Mau apa? Minta yang jelas, Farel." ujarnya manis. Satu ciuman mendarat di pipi Allia.

"Make love?" Semburat merah muncul di kedua pipi Allia. Meskipun saat itu sudah, tapi yang kali ini sangat berbeda atmosfernya.

•••

Empat bulan berlalu begitu cepat, hari Farel lahir tiada disangka akan secepat ini. Di bulan April ini, tepat di tanggal 20– sehari sebelum Hari Kartini, Allia akan kejutan yang tiada henti-henti. Mulai dari kejutan terkecil hingga terbesar. Sebagaimana cintanya yang besar, pastinya bagi Farel kehadiran Allia untuk dirinya saja selamanya adalah hadiah terindah seumur hidupnya.

Pagi tadi, Farel telah mendapat kecupan manis di seluruh wajahnya. Mungkin itu sudah biasa tiap pagi, tapi kala itu berbeda. Bahkan Allia berdandan meskipun belum ada kabar untuk pergi ke luar.

Lalu, di jam 12 siang ini Farel mendapatkan hadiah kecil pertamanya, sebuah dasi berwarna biru. Allia mengenal Farel lebih dalam selama satu tahun lebih ini dan yang paling ia sesali adalah kesadarannya yang datang terlambat bahwa koleksi dasi Farel sangat sedikit bahkan hanya lima pasang terlilit di laci dalam lemari.

Fall For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang