1 : Farel & Allia

179 27 4
                                    

"Rel, kapan ada waktu luang, Nak?" Bunda bertanya di atas sofa ruang tengah rumah Farel. Di umur yang masih muda— 26 tahun sudah punya rumah sendiri, kapan lagi?

Farel yang hendak berangkat kerja sambil mengisi botol minumnya menjawab, "Tanggal 12 aku kosong, Bun. Kenapa emang? Dinner sama siapa?"

Bunda dengan hati-hati berbicara. "Farel ingat Allia? Dulu SD kamu sering main sama dia."

Farel mencerna informasi Bunda dan memutar memori mencari sosok Allia di sana. Ya, ada. "Kenal. Anaknya Om Dharma 'kan? Kenapa emang? Kita mau dinner sama mereka? Udah lama juga, sih nggak ketemu."

"Iya, tapi ada bahasan lain tentang itu."

"Oh? Apa, tuh?" Farel penasaran sambil mengunyah nasi uduk yang dibeli Bunda beberapa menit lalu.

Bunda tersenyum. "Liat aja nanti."

•••

"Kakak Al!" seru Ayah dari ruang makan. Beliau sedang menyantap hidangan makan malam yang Allia beli sepulangnya dari kantor sebab yang bertugas memasak— Bi Sita tengah berpulang ke kampung halaman selama satu minggu. Jadi, Allia sesempatnya melakukan pekerjaan rumah tanpa keberatan.

Allia dari bilik kamarnya yang baru saja selesai mandi itu turun segera dengan handuk di kepalanya membungkus rambut basah. "Kenapa, Yah?" sahutnya sambil membuka bungkus makanan miliknya. Berbincang sambil makan malam bersama Ayah.

"Allia ada waktu luang kapan?" tanya Ayah kepada anak semata wayangnya yang berumur 26 tahun itu.

"Hm... yang jelas weekend, sih. Emangnya kenapa?" ucap Allia.

"Okay. Tanggal 12 kita dinner, ya."

Allia salah sangka. "Oh berduaan? Mau nge-date sama anaknya, Yah?" serunya gembira.

"Ih, geer. Ada, lah kita mau dinner sama Bu Riska. Inget? Anaknya namanya Farel, dulu Kakak deket sama dia."

"Hah? Farel?" Allia memproses. Memutar memori dan benar, ada sosok Farel semasa SD yang ia ingat. "Oooh! Okay, boleh. Terakhir ketemu pas SMA, ya? Itupun karena udah besar jadi aku kaku sama dia..."

Ayah terkekeh. "Iya, tuh. Yaudah tanggal 12, ya. Jangan sampe tiba-tiba Gmeet sama orang kantor!"

"Siap!"

•••

Tanggal 12 di hari Sabtu, malam hari, kedua pihak keluarga bertemu. Farel beserta Bunda yang bernama Riska dan Papa yang bernama Arya serta Allia yang hadir bersama sang Ayah, Dharma.

Dua muda-mudi itu hanya berpikir bahwa ini hanya acara reuni atau temu-kangen karena setau Farel baik Allia, mereka memang sudah lama tidak bertemu secara lengkap seperti ini. Namun, atmosfer di meja makan pribadi ini cukup intens mengingat suasana yang sunyi ala restoran Jepang.

"Jadi gini... Allia sudah bekerja 'kan? Seumuran dengan Farel?" seru Arya kala itu setelah tertawa bersama Dharma.

Sebelumnya, Allia dan Farel sempat bertukar sapa sambil berbincang 10 menit lamanya mengenai kehidupan masing-masing. Mungkin pengaruh fokusnya pada pekerjaan, keduanya sama-sama mudah kehabisan energi. Jadi, basa-basi tersebut tidak berlangsung begitu lama, tapi cukup.

Allia mengangguk dan cengar-cengir. "Iya, Om seumuran sama Farel."

"Nah, pas ini, Bun." seru Arya lagi. "Farel dan Allia sama-sama sudah matang 'kan umurnya? Sama-sama sudah berkarier di bidang yang keren."

Baik Farel maupun Allia sama-sama bingung menanggapinya karena tidak paham. Farel beranggapan acara ini hanyalah membanggakan anak masing-masing.

Dharma menambahkan, "Farel juga anak baik, udah sukses di umur yang muda. Pinter ngeraih sesuatu, ya? Farel anaknya suka belajar... Om jadi yakin."

Ucapan Dharma membuat dua muda-mudi itu semakin bingung dan canggung. "Iya, Om Alhamdulillah ini 'kan berkat doa Papa sama Bunda juga."

"Bagus, bagus! Kalau gitu... uhm, kita langsung aja kali, ya? Mas Arya, Mbak Riska?" Dua nama tersebut mengangguk sambil tersenyum penuh gairah seolah-olah akan ada kabar menyenangkan yang keluar dari bibir Dharma.

"Farel, Allia, dengan ini... kita bertiga, saya selaku Ayah Allia dan Mas Arya, Mbak Riska orangtua Farel sudah memutuskan untuk menjodohkan kalian berdua dan mau nikahin kalian."

Farel menghentikan mulutnya yang sedang mengunyah dan Allia menjatuhkan salmon yang hendak ia suap ke dalam mulut. Keduanya terdiam membeku bak disambar petir dan hangus. Farel melotot tak percaya, Allia mengerutkan dahinya.

"Gimana? Seru 'kan? ujar Riska penuh harap.

Farel terkekeh canggung menanggapi, "Uh... maaf, Om Dharma... menjodohkan? Maksudnya— Farel sama Allia... menikah?" ulangnya sambil menunjuk dirinya sendiri bersama Allia.

Allia juga tidak mau kalah. "Yah... ini maksudnya gimana, ya?" Dengan kekehan canggung.

Tiga orang dewasa itu hanya tertawa gemas. "Ya ampun... anak muda... gemas banget, ya." ujar Arya. Dua muda-mudi itu melempar tatap kebingungan.

Arya menengahkan, "Gini, gini. Kalau dari perspektif Papa yang mengenali Farel banget, Papa tau di benak Farel itu belum ada terbesit cari perempuan. Farel sibuk bahas kasus ini itu, belum lagi perusahaannya biasa nanganin pejabat. Papa mau dorong Farel supaya cepat menikah juga... keburu lewat waktu Papa sama Bunda, nih."

Mendengar itu, Farel jadi tidak enak hati. "Ih, Papa ngomongnya!" Sedangkan Arya hanya terkekeh.

"Sama kayak Om Dharma. Allia juga wanita karier yang sibuk banget, weekend pun masih sering ikut yoga 'kan? Papa sama Om Dharma di sini sama-sama punya kekhawatiran yang mirip. Kami berdua sama-sama mau menyatukan Farel dan Allia."

Allia menatap Farel canggung. Ini bukan permintaan, ini perintah. Pun, faktanya memang benar; belum ada di dalam benak mereka untuk mencari pasangan karena banyak hal yang bisa mereka kerjakan dan pasti mencintai seseorang sangatlah membuang-buang waktu— setidaknya begitu yang mereka pikir.

Keduanya tidak bisa menolak. Allia sangat menyayangi Dharma, Farel juga sangat menyayangi Arya dan Riska. Semua yang mereka mau, selalu diberikan orangtuanya. Benar-benar tidak pernah sekalipun permintaan mereka ditolak oleh orangtuanya.

Sama halnya dengan permintaan yang satu ini, keduanya tidak mampu menolak.

Dengan itu, Allia menyatakan yang pertama, "Allia setuju."

Diikuti dengan Farel, "Farel juga setuju."

Kemudian, pernikahan mereka terlaksana 3 bulan dari malam hari itu. Akad dan resepsi semua diatur tiga orangtua tersebut tanpa memungut biaya kembali dari Farel dan Allia.

Karena resepsi pun diadakan secara sederhana dengan dekorasi yang tidak banyak komponen dan hadirin yang berpusat pada kerabat-kerabat serta sahabat dekat.

Bahkan, Riska berkata kepada Arya dan Dharma, "Mereka jatuh cinta pun itu udah terbayarkan buat saya."

▫️▫️▫️

Halo!
Kembali lagi dengan aku yang baru aja mendebutkan buku baru!
Kali ini, temanya bxg, ya! Aku mengangkat kapalku yang sangat kusayangi, Jongchaengie!

Tunggu update tiap minggu, ya! Jangan lupa tinggalkan comment! Selamat membaca <3

Sincerely,

dey.

Fall For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang