4. Punishment

1.7K 119 29
                                    

⚠️TW⚠️




"Kenapa? Kamu tinggal makan." Ucap Aran tanpa menjauhkan tangannya dari kulit perut Thala. "Kamu makan dan suapin aku sekarang."

Dengan ragu, Thala pun mengambil sendok di atas piring, lalu menyendokkan nasi yang sudah tercampur bumbu udang.

"Kamu dulu yang makan." Ucap Aran.

Tangannya pun bergerak mengarahkan sendok itu padanya. Thala pun membuka mulut, lalu menyuapkan nasi tersebut. "Mmm?!!" Setelah nasi masuk, mulutnya langsung tertutup rapat dengan mata yang membulat. Pasalnya, tangan Aran kini tidak berada di bagian perutnya lagi. Melainkan naik ke atas dan meremasnya dengan sangat kuat sehingga itu membuatnya kesakitan.

"Kunyah." Terdengar nada perintah di sana.

Thala pun mulai mengunyah dengan mata yang ia pejamkan kuat. Tangan kekasihnya itu masih di sana dan bahkan semakin kuat meremas hingga rasa sakitnya pun semakin terasa.

"Telen."

Nasi itu Thala telan dengan susah payah.

"Makan lagi."

"Sayang... ini sakit..." Thala meringis.

"Siapa yang nyuruh kamu ngomong? Aku nyuruh kamu makan dan suapin aku."

"Tapi ini beneran sakit..."

"Ini bukan apa-apa dibanding apa yang biasa kamu dapetin kalo kamu habis buat kesalahan."

Memang seharusnya Thala tidak berpikir bahwa Aran akan melupakan percakapan tadi begitu saja. Setiap perbuatannya, pasti akan selalu mendapat konsekuensi.

"Cepet makan lagi." Bukannya menurut, Thala justru menangis. Aran bisa mendengar isakan pelan dari gadis itu. "Kenapa?"

Thala tidak menjawab dan tetap terisak.

"Kalo aku nanya, jawab. Kenapa?"

"Kamu sebenernya sayang gak sih sama aku? Apa yang ada di pikiran kamu pas bikin aku kesakitan? Kenapa aku harus tetep diem kalo kamu ngasih hukuman yang bakal ninggalin bekas luka? Kamu anggap aku ini apa, Aran?"

Pupil mata Aran sontak membulat mendengar sang kekasih menyebut namanya.

Dengan emosinya yang masih tertahan, Thala turunkan tangan Aran dari dalam bajunya. Matanya terpejam saat merasakan salah satu buah dadanya yang benar-benar sakit.

Tidak ada perlawanan dari Aran. Gadis itu hanya diam sembari menatap Thala tanpa kedip. Alisnya pun sedari tadi masih berkerut dalam, seolah menunjukan raut tidak percaya sekaligus amarah yang nampaknya kian memuncak.

Perlahan, Thala bangkit dari pangkuan gadis itu sembari meringis memegangi dadanya. Aran benar-benar mencengkeramnya dengan kuat tadi, seolah tidak menganggap bahwa itu bagian dari tubuh manusia yang memiliki saraf rasa sakit.

Thala sudah dalam posisi berdiri sekarang. Ia tatap sang kekasih yang masih duduk di sana. Atmosfer yang kian memanas, bisa Thala rasakan dari gadis itu.

"What the fuck did you say?"

Tubuh Thala langsung menegang kala mendengar suara berat itu. Aran tidak merubah ekspresinya, namun itu sukses membuat perasaan Thala tak tenang.

Jantungnya kini berdebar hebat melihat Aran yang mulai bangkit dari duduknya. Kepalanya perlahan menengadah, mengikuti tatapan Aran yang kini menjadi lebih tinggi 10 centi darinya.

"SINI!" Tanpa basa-basi, Aran langsung mencengkram dan menarik lengan atas gadis itu dan membawanya menuju kamar.

"AAAA SAKIT!" Cengkraman Aran lagi-lagi sangat kuat. Ia yakin lengannya itu nanti pasti akan meninggalkan luka memar seperti biasanya. "Sakkkiiittt!!!"

"Berani banget ngomong kayak gitu, hah?!! Udah berani ngelawan sekarang?!" Aran terus menariknya.

"Kamu emang gak sayang sama aku, kan?!!! Kamu anggap aku benda mati yang gak punya perasaan!!!"

Semakin murka saja Aran mendengar kalimat itu. Ditariknya Thala menuju kamar mandi di dalam kamarnya, lalu dilemparnya sampai gadis itu menghantam bathtub dengan cukup keras.

Brak!

Aran tutup pintu kamar mandi dengan geram. Kini, lehernya bergerak ke kanan dan ke kiri sehingga terdengar bunyi kretekan di sana.

"Dasar cewek sialan!"

Ditariknya shower di sana, lalu diputarnya keran itu sehingga shower mengeluarkan air dengan suhu yang sangat rendah.

Thala yang hendak bangkit, langsung terduduk kembali kala air dingin itu mengguyurnya dari pucuk kepala hingga ke seluruh tubuhnya.

Tangannya terangkat-angkat, seolah hendak meraih shower itu atau bahkan menahan tangan Aran agar berhenti menyiramnya.

Ia tak mampu bersuara, sebab air mengenai wajahnya dan membuat ia kesulitan bernafas. Ditambah, suhu air tersebut yang membuat Thala terus meronta tanpa suara.

"Ngomong sekali lagi kayak tadi! Sebut nama aku kayak tadi!! Kamu pikir aku siapa, main sebut-sebut nama kayak gitu?! Aku gak sayang kamu?! Terus selama ini apa?! Hidup kamu terjamin, badan kamu bagus, kamu pikir bisa kayak gitu dari siapa?!"

"Uhuk! Brrpp!"

Ditariknya rambut Thala dengan cukup kuat. Shower itu masih mengalirkan air, namun kini hanya mengguyur bagian tubuh gadis itu saja.

Di sana, Aran memelototkan matanya, menatap Thala dengan emosi yang menggebu-gebu. "Apa pernah aku kasih hukuman kalo kamu jadi gadis yang baik? Kamu pikir siapa yang mulai ini duluan kalo bukan kamu?? Apa dari pagi aku ada ngasih kamu hukuman?? Apa-- ck! Diem!" Ucapan Aran terpotong kala Thala berusaha menjauhkan shower itu dari tubuhnya. "Kamu yang mulai duluan. Kamu yang bawa-bawa masalah sendiri. Kamu udah tau kan, tiap orang yang salah, harus dikasih hukuman?" Mata itu masih melotot sempurna. "Aku gak akan kayak gini, kalo kamu gak buat kesalahan."

Wajah Thala tampak memelas. Sedari tadi gadis itu sudah menangis sesenggukan. Sakit di kepala lantaran tarikan rambut, serta sakit di badan karena ulah air dingin itu, membuatnya sulit merangkai kalimat. Yang hanya bisa diucapkannya adalah, "Sayang, sakit..."

Perlahan, pelototan Aran mulai berkurang. Jambakan pada rambut sang kekasih juga ia longgarkan. Lalu di detik berikutnya, gadis itu menegakkan tubuhnya dan berjalan menuju keran shower untuk mematikan air.

Merasa sedikit bebas, Thala pun mundur hingga bersandar pada sisi tembok dengan tatapan was-was melihat Aran yang kembali berjalan ke arahnya. Bibirnya kini bergetar dan membiru lantaran air dingin tadi. Di tambah, degup jantungnya yang kian meningkat seiring Aran yang terus mendekat, membuat perasaannya benar-benar gelisah.

Kini, Aran sudah berjongkok di samping Thala. Tatapan gadis itu sudah tidak semenyeramkan tadi. Tapi, diamnya Aran seolah menunjukkan bahwa gadis itu hendak mengambil ancang-ancang untuk melakukan tindakan selanjutnya.

"Kamu anggap aku gak sayang kamu?"

Thala menelan liurnya mendengar pertanyaan itu.

"Kamu ngeraguin aku??"

Hanya terdengar suara nafas dan gertakan gigi dari Thala.

"Kamu ngerasa tersiksa kalo sama aku???"

Pertanyaan itu membuat alis Thala bertaut. Akan kemana arah pembicaraan ini, pikirnya.

Tangan Aran terangkat, menangkup pipi kanan Thala dengan tatapan yang sedari tadi tak lepas. "Hey, sweety..."





***



Next





***

Next

Tox(shit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang