5. What is this?

1.1K 106 7
                                    

Mata Thala mengerjap beberapa kali saat mendengar suara Aran yang menjadi sangat lembut. Wajah yang semula sangar dan menampakkan raut emosi itu, kini berubah menjadi raut iba dengan kedua alis yang terangkat seolah ia sedang khawatir.

"Maaf, ya..." Ucap Aran pelan seraya menyibakkan rambut basah yang menghalangi wajah Thala. Kemudian, ia pun bangkit dan menarik tangan sang kekasih dengan pelan untuk membantunya berdiri. Kepalanya menoleh ke arah pintu kamar mandi, lalu berjalan ke sana dan mengambil handuk berwarna putih yang tergantung. "Ayo ganti baju..." Handuk itu Aran balutkan pada tubuh Thala seraya menuntunnya keluar kamar mandi.

Thala pun duduk di tepi ranjang berbalut handuk dan bajunya yang basah, sementara Aran berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaian.

Jujur, sikap Aran yang seperti ini masih belum bisa Thala mengerti sepenuhnya. Baru saja beberapa menit yang lalu kekasihnya itu menggelegar, membentak dirinya sekaligus menyakiti tubuhnya, namun sekarang bisa dengan mudah berubah 180 derajat menjadi lembut kembali seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

Diperhatikannya Aran yang sedang mengambil baju di sana dengan matanya yang masih berair dan merah akibat menangis tadi. Tangan yang kini sedang meremas handuk yang membalut tubuhnya, perlahan mengepal kuat sampai buku-buku tangannya memutih seolah Thala sedang menyalurkan emosinya.

"Ganti baju ini, yaaa." Aran berjalan mendekat dengan setelan piyama dan pakaian dalam milik Thala di tangannya. Gadis itu melepas handuk yang membalut tubuh Thala, lalu mengeringkan rambut gadisnya itu dengan lembut. "Nanti rambutnya aku keringin pakai dryer. Sekarang ganti dulu bajunya biar gak kedinginan."

Thala menatap pakaian yang kini sudah berada di pangkuannya. Kemudian, tatapan itu ia alihkan kembali pada sang kekasih yang sedang mengeringkan rambutnya menggunakan handuk tadi.

Melihat tatapan itu, Aran pun berhenti melakukan kegiatannya. "Kenapaa?" Tanyanya masih dengan nada lembut. "Ayo ganti bajunya, keburu kamu masuk angin. Atau mau ganti di kamar mandi sekalian bersih-bersih?"

"...."

Raut bingungnya kini berubah tersenyum. "Atau mau aku yang gantiin bajunya?" Handuk yang tengah ia pegang pun, ditaruh terlebih dahulu di atas ranjang. Aran mengambil piyama di atas pangkuan Thala, lalu mulai melepas satu persatu pakaian kekasihnya itu.

Sampai saat ini, Thala hanya bisa diam. Sungguh, ia tidak tahu harus dengan kalimat seperti apa untuk bisa mengutarakan isi pikirannya yang paling dalam itu pada Aran. Karena jujur saja, apa yang ingin ia sampaikan, tidak bisa ia baca dengan jelas. Dirinya sendiri juga bingung dengan apa yang ada di dalam pikirannya.

"Coba berbalik, aku mau pasang ini." Ucap Aran saat memakaikan gadis itu bra.

Thala pun menurut lalu membelakangi Aran. Di sana, gadis itu hanya bisa memainkan jari dan menggigit bibir bawahnya karena ia masih merasakan perasaan yang mengganjal.

Aran yang berubah baik dan lembut seperti ini, tidak membuatnya lega sama sekali.

Sementara di belakang, saat Aran hendak mengaitkan pengait bra, gadis itu melihat memar berwarna biru keunguan di bagian pundak Thala. Memar itu, bukanlah satu-satunya memar yang ia lihat sejak seluruh pakaian Thala ia buka tadi. Di bagian depan, tentunya masih ada lebih banyak memar dan luka yang diakibatkan oleh dirinya.

Terdengar helaan nafas berat dari Aran saat melihat memar di pundak itu. Ia pun memajukan posisi duduknya menjadi lebih dekat dengan sang kekasih yang masih membelakanginya.

Thala membulatkan mata saat merasakan kecupan yang mendarat di pundaknya itu. Ia sedikit menoleh, mendapati Aran yang sedang memejamkan matanya di sana.

"Kamu marah kan sama aku...?" Tanyanya pelan dengan dagu yang tertempel di pundak Thala.

Di sana, Thala masih saja diam.

Kini, tangan Aran melingkari perut gadis itu sembari menciumi pundak dan lehernya sesekali. "Kamu mau maafin aku....lagi gak?"

"...."

"Iya, kamu bener. Aku sering nyakitin kamu seolah nganggep kamu gak punya perasaan dan bisa terluka. Tapi aku gak nganggep kamu kayak gitu, sayang... Aku gak nganggep kamu benda mati... Aku agak terusik pas kamu nganggep aku kayak gitu... Aku gak kayak yang kamu pikirin... Aku sayang kamu, makanya tadi aku gak terima kamu bilang kayak gitu... Kamu mau maafin aku gak??? Aku beneran gak nganggep kamu benda mati yang gak punya perasaan... Aku gak nganggep kamu kayak gitu... Aku--"

"Udah udah!" Thala membalikkan tubuhnya agar Aran berhenti mengucapkan kalimat itu secara berulang-ulang. Sekarang, yang ia lihat adalah tatapan sendu seorang gadis yang penuh dengan rasa bersalah. Thala juga bisa melihat ada air yang sedikit menggenang di mata gadis itu.

Thala menatap wajah gadis itu dengan lekat. Apakah bisa dirinya dengan mudah langsung memaafkan Aran hanya karena melihatnya yang memelas meminta maaf, sementara sebelumnya ia baru saja mendapat perlakuan yang tidak baik?

"B-badan aku...sakit semua..." Thala menelan liurnya sebelum melanjutkan ucapannya. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika dirinya melanjutkan ucapan itu. Namun, malam ini ia sudah cukup terluka. Sekali lagi membangkitkan emosi Aran dan mendapat perlakuan tak mengenakan, sepertinya tak masalah daripada ia merasa 'tanggung'.

Aran masih diam di sana dengan tatapan sendunya. Tangannya menggenggam jemari Thala yang terasa lebih dingin dari biasanya.

"Kamu...pasti sadar kan rasa sakit sama luka-luka ini siapa yang buat?" Perasaannya semakin tak tenang seiring ia terus bicara. "Kamu bakal berhenti kalo aku udah nangis atau mohon-mohon sama kamu. Selalu kayak gitu, kan? Tapi... kalo aku diem aja, apa kamu bakal siksa aku sampe mati? Sampe emosi kamu tersalurkan semuanya? Sampe kamu puas?" Baiklah, Thala sudah siap dengan rasa sakit yang akan ia dapatkan lagi sekarang. Matanya kini terpejam. "Di sini aku doang yang sakit dan luka kayak gini. Kamu?" Ia pun kembali membuka matanya. "Badan kamu baik-baik aja, kan?" Rahangnya mengeras.

Perlahan, Aran menundukkan kepalanya. Ya, gadis itu sadar sepenuhnya atas apa yang sudah ia lakukan. Dan tentu, rasa bersalah pasti akan menyelimutinya.

Melihat reaksi Aran yang tidak seperti biasanya--memanas dan akan emosi jika dipancing--membuat Thala bingung hingga alisnya berkerut dalam.

"Sayang, aku udah banyak lakuin hal yang gak baik sama kamu. Kadang aku sadar, kadang juga enggak. Kalo kayak gitu, aku suka jadi nyesel setelahnya. Tapi ngeliat kamu yang selalu baik-baik aja, aku jadi ngerasa lega karena gak bikin kamu sakit separah itu." Aran menghela nafas dalam. "Karena ada beberapa tindakan yang gak bisa aku kendaliin...kita break dulu gimana? Kamu pulang ke rumah orang tua kamu, aku juga. Biar kita bisa sama-sama merenung dan berusaha buat jadi lebih baik lagi setelah masa break-nya berakhir. Kita perbaikin hubungan ini dari jauh biar gak ada yang terluka."

Kini Thala yang menunduk lalu menatap tangan kekasihnya itu yang masih menggenggam tangannya. Beberapa detik ia diam, kepalanya pun kembali terangkat. "Iya."

🤍🤍🤍

Jika mereka pikir istirahat sejenak dari hubungan yang sudah dibangun selama bertahun-tahun itu adalah hal yang tepat, sepertinya mereka salah. Sebab, setelah keduanya pisah atap dan bahkan tidak saling berkomunikasi selama satu satu minggu terakhir ini, justru malah menimbulkan masalah baru.

"Udah, yuk, biar lu gak terus-terusan mikirin pacar lu kayak gini. Mumpung kalian masih gak akan ketemu, mending manfaatin waktunya buat have fun bentar."

"Tapi gue kangen dia..."

"Itu wajar. Tapi kan nanti juga bakal ketemu lagi. Makin lama makin kangen, justru makin bagus, kan? Itu artinya pas kalian bareng-bareng lagi, hubungan kalian bisa jadi lebih baik."

"Iya ya?"

"Iya lah! Yuk! Ini kesempatan bagus tau buat kita bisa barengan kayak gini kemana-mana, heheh..."

🤍🤍🤍


Next


Sorry banget baru update lagi HAHAHA, btw thanks yang masih nungguin, semoga kagak lupa ye ma alurnya. Kalo lupa, baca satu part sebelumnya juga sabi kali :D

Tox(shit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang