16. Problem solving(?)

685 85 5
                                    

Thala keluar dari kamar mandi dan mendapati Aran yang tengah duduk di atas ranjang. Gadis yang baru selesai mandi itu enggan menyapa sang kekasih yang nampak baru pulang dan lebih memilih berjalan ke arah lemari untuk mengambil baju.

Seperti ada perang dingin, kedua gadis itu saling diam seolah tidak menganggap ada satu sama lain.

Thala yang sibuk dengan acara mengganti bajunya dan Aran yang sibuk dengan buku di tangannya.

"Lain kali gak usah bilang mau jemput kalo gak bisa. Emang gak kesel apa nunggu?" Akhirnya Thala mengeluarkan suara dengan dirinya yang kini duduk di depan meja rias--hendak mengeringkan rambut.

Di sana, nampak Aran yang mencengkram kuat bukunya hingga kertas dari buku itu mulai lecek. Gadis itu tidak benar-benar sedang membaca buku, melainkan untuk menghindari Thala.

Ada dua alasan mengapa ia hanya diam. Pertama, untuk menghindari perdebatan karena ia sadar bahwa Thala sudah mengetahui dirinya bermain dengan perempuan lain. Dan kedua, untuk menahan emosi karena ia tahu bahwa Thala juga melakukan hal yang sama.

Kepalanya menoleh pada Aran yang masih saja diam. "Kenapa?"

Akhirnya, pandangan pun ia tujukan pada Thala yang duduk di sana.

Thala menggenggam hair dryer-nya dengan kuat lantaran menerka-nerka apa yang akan Aran lakukan. Mencium Yuna saat sang kekasih akhirnya menyadari keberadaan mereka, memang ide yang terlalu nekat tadi.

"Maaf aku gak jemput kamu."

Bukan. Bukan itu reaksi yang Thala bayangkan. Ia berpikir bahwa Aran akan marah besar padanya dengan cara memukul seperti biasa.

"Maaf kamu jadi nunggu lama di parkiran."

Thala mematikan hair dryer dan bangkit dari kursi riasnya. Ia duduk di sisi ranjang dengan sedikit memberi jarak antara Aran dan dirinya. "Stop joking."

Aran hanya bisa diam sembari menutup bukunya yang sama sekali tidak ia baca.

"Aku tau kamu liat apa yang aku lakuin. Aku juga tau kamu sadar kalo aku liat apa yang kamu lakuin."

"...."

"You know what? Satu minggu ini tu percuma tau." Nampak linangan yang mulai menggenang di pelupuk mata Thala. "Let's end this."

Sontak, Aran langsung mendekatkan duduknya dengan Thala dan menarik tangan gadis itu. "Sayang, please. Iyaaa aku liat kamu tadiii. Aku liat kamu ciuman sama dia, aku liattt. But it's okay, aku gak akan marah."

Mendengar itu, Thala hanya bisa terkekeh miris. "Mau kamu apa sih?"

"Aku mau kamu tetep sama aku. Kalo kamu suka sama dia juga, it's okay. Asal kamu tetep di sini. Aku sayang sama kamu... Aku gak bisa tanpa kamu..."

"Maksudnya kamu biarin aku sama orang lain, begitu juga aku yang biarin kamu sama dia atau cewek-cewek yang mungkin bakal kamu deketin lagi di luaran sana? Kita tetep punya hubungan sedangkan masing-masing dari kita juga bisa berhubungan sama orang lain? Itu maksud kamu???"

"It's...not like that."

"So like what?!! Udah, pokoknya aku udah gak bisa lagi!"

Dengan wajah memohonnya, Aran kembali menarik tangan Thala. "Please, sayang... Please jangan gini... You don't understand how much I love you! Please..."

Thala menarik tangannya dengan air mata yang mulai mengalir. Tapi, Aran tak membiarkan itu dan terus menarik tangannya walaupun ia sudah berontak.

"Sayang dengerin aku duluuu. Kita masih bisa mertahanin ini. Kita break lagi aja ya bentar? Jangan putusss, jangannn. Aku bakal lebih intropeksi diri lagi, yaaa? Ya, sayang??? Pleaseee... Kamu mau apa? Aku beliin sekarang biar kamu gak marah lagi. Atau kamu cuma mau kita cuddle sampe pagi? Ayo sekarang kita tidur. Aku bakal kosongin jadwal sampe beberapa hari ke depan cuma buat kamu. Please sayang, pleaseee...."

Tox(shit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang