11. Do what I say

942 88 13
                                    

Yuna menggigit bibir bawahnya dengan kedua tangan yang meremas sisi celana. Gadis itu sempat mundur beberapa langkah saat Aran mulai berjalan.

"Mau nyelesain apa?" Tanya gadis bertato itu seraya menyilangkan tangan di dada dengan tubuh yang bersandar pada bagian depan mobil.

Di sini banyak orang, Aran pasti tidak akan berbuat macam-macam kan padanya? Menarik napas dalam, akhirnya Yuna pun mulai membuka mulutnya. "Soal waktu itu...gue minta maaf...lagi."

Kekehan kecil terdengar dari mulut Aran. Gadis itu juga menganggukan kepalanya beberapa kali. Namun, tidak ada satu katapun yang ia keluarkan.

"Terus...apa yang lu tuduhin pas masuk kamar gue itu gak bener."

Di sana, Thala hanya diam menyimak dengan perasaan yang tak tenang. Gadis itu antara takut dengan Aran yang bisa saja sewaktu-waktu meledak, dan juga pada apa yang sudah Yuna lakukan.

"Gue gak tidurin cewek lu... Gue serius gak ngapa-ngapain sampe sejauh itu sama dia kayak apa yang lu bilang."

"Maksudnya yang gue bilang kalo lu perkosa cewek gue?"

Kepalanya mengangguk kuat. "Gue berani sumpah gak lakuin itu!"

Tangan yang sedari tadi disilangkan, akhirnya ia lepaskan. Gadis itu menegakkan tubuh sehingga tidak bersandar lagi pada mobilnya.

Melihat itu, Yuna semakin mundur dengan mata yang membulat. Pasalnya, Aran kini tengah mengambil langkah untuk mendekatinya.

Setelah mereka berhadapan, Aran tatap gadis yang nampak ketakutan itu. "Lu gak lakuin itu...?" Tanyanya pelan.

Dengan jantung yang berdebar hebat, Yuna anggukan kepalanya. Gadis itu benar-benar takut setengah mati. Ia takut Aran akan menghajarnya lagi tanpa ampun seperti tempo hari. Rasanya, saat itu benar-benar menyakitkan. Ia tidak bisa menghindar, apalagi melawan karena dirinya yang baru bangun dan tengah merasakan pusing. Lagipula, ia memang tidak bisa bela diri. Tapi walau sudah memohon, Aran benar-benar tidak peduli. Sekuat apapun dirinya menangis sembari menangkup kedua tangan di depan dada, Aran tetap memukulinya dengan emosi yang meluap.

Selain rasa takut dan sakit, yang Yuna pikirkan saat itu adalah Thala. Gadis itu menerima perlakuan seperti ini tiap kali membuat Aran kesal. Dan itu, tidak terjadi hanya satu atau dua kali. Seberapa menderitanya Thala?

Tanpa diduga, Aran mengusap pipi Yuna yang masih sedikit meninggalkan jejak luka di sana.

Mendapat perlakuan seperti itu, Yuna hanya bisa terdiam dengan raut bingung. Ia alihkan pandangannya pada Thala yang menatap ke arahnya dengan raut takut.

"Lu mau ikut pulang bareng kita gak? Nanti kita bahas lebih lanjut di rumah, biar enak ngomongnya." Ucap Aran dengan tangan yang masih mengusap pipi itu.

Tentu saja Yuna langsung menggeleng. Ikut mereka pulang? Ah~ itu hanya akan membawanya masuk ke dalam neraka.

"Kenapa gak mau? Padahal kita bisa makan malem bertiga nanti. Gue gak akan ngapa-ngapain lu kok. Muka lu ini, gak bakal dapet luka apapun lagi. Lagian... sayang banget kalo muka lu yang cantik ini luka-luka. Apalagi badan lu..." Pandangannya Aran turunkan pada tubuh Yuna yang memakai pakaian sedikit ketat walau tertutup. "Sayang kan kalo dipukulin terus?"

Sungguh, ia tidak mengerti apa maksud ucapan Aran saat ini. Perasaan takut masih mendominasinya sehingga tidak bisa berpikir jernih.

"Daripada lu lakuin itu sama cewek gue, better lu lakuin itu sama gue." Mulutnya kini menyunggingkan senyuman. "Gak akan ada yang marah kalo gitu."

Matanya kembali membulat menatap gadis di depannya itu. "P-please gue cuma mau lurusin masalah kemarin.... Tolong lu percaya sama gue... Gue berani sumpah gak apa-apain Thala lebih dari itu. O-okay okay waktu di bar, gue...emang sempet cium dia. Tapi udahh, itu ajaaa. Selain itu gue gak ngapa-ngapain lagi. Tolong maafin gue..." Kini matanya terpejam erat dengan kepala yang menunduk.

Tox(shit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang