Selama perjalanan Amey dan Firza hanya saling diam seperti biasanya, mereka memikirkan hal yang berbeda di dalam pikiran mereka. Firza tentulah memikirkan kejadian tadi saat ia dan teman baiknya saling berbaikan, dirinya memang terlalu baper saat melihat Alex bersama anak lain, padahal ia tidak seharusnya marah karena ia juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Alex.
Disisi lain Amey yang berjalan dengan menundukan kepalanya sedang menahan kesal yang teramat dalam, dia menduga penyebab Firza menjadi seperti tadi itu karena bertemu dengan anak manusia lemah itu. Ini tidak bisa di biarkan! Amey mengepalkan kedua tangannya tanpa takut ada yang melihat, toh dia merupakan makhluk hebat manusia bahkan tak dapat melihatnya. Firza? Bagaimana anak itu bisa melihatnya, orang Amey saja berjalan dibelakangnya.
Jalan pikiran mereka memang berbeda, tetapi mereka masihlah satu dunia. Masing-masing dari mereka memiliki ambisi yang kuat, terlebih keturunan bangsawan tertinggi.
"Ah, sudah sampai ternyata." Firza memberhentikan langkahnya tepat di sebuah bangunan megah namun suram, bangunan itu ialah rumah yang di tinggali oleh Amey.
Sebenarnya Firza tidak enak hati kepada anak perempuan itu, walaupun dia memang tidak menyukai Amey. Tapi Amey tetaplah perempuan dan perempuan harus di hormati walau sekedar mengantarkan kerumah.
"Kamu mengatarku, Afir?" Amey tersenyum cerah mendapati ternyata Firza telah mengantarnya kembali kerumah, ini pertama kalinya Firza mau mengantarnya. Ia sungguh bahagia!
"Hm, ucapan terimakasih karena kamu sudah mengajakku berjalan-jalan seharian ini." Firza mengantakan itu dengan sedikit canggung, "ah, maafkan aku karena telah meninggalkanmu sendirian."
Amey sangat kaget dengan sikap yang di berikan oleh Firza, tapi ia juga sangat bahagia. "Iya, gapapa kok! Mey senang Afir udah mau anterin Mey pulang."
Amey tersenyum lembut menatap Firza dengan mata berbinar-binar, "Afir berminat mampir?"
"Enggak makasih mey, ibu menyuruhku untuk cepat pulang." tolak Firza dengan hati-hati agar tidak menyakiti hati Amey.
Mendengar jawaban dari Firza membuat Amey tersadar kembali, bahwa mereka berdua tak sedekat itu. Amey memberikan senyumannya kepada Firza walau hatinya sangat sakit, Firza pergi meninggalkan Amey yang masih berada di situ sembari melambaikan tangannya.
"Jadi, kamu berhasil membuatnya tertarik?"
Amey berbalik, dan terlihatlah ayahnya sedang berdiri di dekat pintu masuk sembari melipat tangannya. Dan ada saudaranya juga yang sedang menunduk di belakang sang ayah.
"Saya baru membuatnya sedikit tertarik ayah," ucap Amey dengan pelan setelah sampai di depan ayah serta saudaranya.
Tuan Ruwon menghela napas panjang, menatap anaknya tajam. "Apakah prosesnya memang lambat? Atau kau yang tidak becus?!"
Amey menundukkan pandangannya, ia tidak berani menatap mata ayahnya ketika beliau sedang marah. Karena itu sangat menakutkan baginya.
"Maaf ayah, saya sudah berusaha tetapi sepertinya proses berjalan lamban karena dia berdekatan dengan seorang anak manusia." akhirnya Amey menyampaikan informasi penting kepada ayahnya, yang sebenarnya ingin ia simpan sendiri. Ia mendongak keatas dengan niat melihat wajah ayahnya, tetapi yang ia lihat justru wajah ayahnya yang sangat terkejut, saudaranya juga menampilkan raut wajah terkejut pula.
"Manusia?" tanya Tuan Ruwon setelah menormalkan rasa terkejutnya, " manusia saja sudah lemah dan hina, apalagi dengan anaknya?! Sepertinya keluarga itu sudah buta!" hardik Tuan Ruwon dengan tangannya yang memegang kening menahan rasa amarah yang meluap-luap.
Amey dan saudaranya hanya saling menatap, berbicara menggunakan batin mereka. Dan tentu saja mereka semakin ketakutan.
※※※
Alex, abang Alan, dan abang Leon, membeli ice cream di sebuah kedai dekat dengan Taman bermain. Tentu saja ini keinginan Alex yang setelah masuk ke dalam mobil langsung berubah pikiran."Abang masih penasaran deh," ucap Leon dengan kedua tangannya yang menompang dagu, menatap penuh tanya kepada adeknya yang masih asik dengan ice cream rasa vanilla-nya.
Alan hanya diam, tidak berniat menanggapi ocehan dari saudara kembarnya yang bahkan dengan topeng pun takut. Kembaran macam apa itu! Alan tak habis pikir.
"Abwang penacaran apwa?" Alex menjawab pertanyaan Leon dengan pertanyaan, lihatlah pipinya yang menggembung lucu. Alan hanya bisa berdehem.
"Telen dulu dek."
Alex mengangguk, Leon pun melanjutkan pertanyaan yang mengantung. "Tadi kamu beneran ketemu si Furza itu?" Alex menjawabnya dengan anggukan, mengapa abangnya sangat tidak percaya sekali.
"Kalo abang bilang temenmu itu hantu, kamu bakal percaya gak dek?" sebenarnya Leon ragu untuk menanyakan ini, karena takut adeknya akan merasa sakit hati.
Sepertinya kekhawatiran Leon terlalu sia-sia, sebab Alex menjawabnya dengan santai layaknya anak kecil yang menganggap semuanya ialah hal lumrah. "Al percaya, walau gitu Iza tetep jadi temen baik Al."
Alex tersenyum lugu, "Abang tau?" ia terlihat memikirkan sesuatu, "adek pernah diajak ke rumah Iza, dan yah! Macam magic, kita tembus!"
"HAH?"
Berbanding terbalik dengan Leon yang terkejut, Alan masih lah terlihat santai mendengar ucapan dari adek sepupunya. Ia mengelap bibirnya menggunakan tisu setelah menyelesaikan suapan terakhir.
"Apa yang perlu di kagetkan?"
Leon tidak mengerti dengan yang di ucapkan oleh kembarannya, apakah ada yang salah disini?
"Aku dan Al memiliki sesuatu, dan hanya kita yang dapat melihatnya." Lambat tapi pasti Leon mengangguk, Alan melanjutkan ucapannya.
"Dia special Len, dan kau pasti sudah menyadarinya bukan?"
"Yaa sedikit, dari awal aku bertemu dengan Al. Aku merasa ada yang janggal." ucap Leon dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal, Alex hanya menatap para abangnya dengan tatapan polos. Entahlah dia mengerti atau tidak yang telah dikatakan oleh abang-abangnya.
Alan tersenyum kecil mendengar jawaban dari kembarannya, dan kembarannya pun semakin terkejut.
✦✦✦
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Si Bocil
RandomNamanya Alex Si bocil unik dengan segala tingkah, kesayangan papi Adi dan juga warga perumahan. Namun dia tidak tahu jika salah satu teman nya itu sebenarnya berbeda alam dengannya. Akankah dia akan sadar? Ketakutan? Ataukah senang? Semua dapat kam...