🐾 TWENTY THREE 🐾

215 15 0
                                    

Keesokan harinya, Amey mengundang beberapa temannya untuk menikmati acara minum teh. Sebenarnya itu hanya akal-akalan nya saja, Karena terdapat niat terselubung yang telah ia rencanakan tanpa mengundang curiga dari siapa pun.

"Hey nona muda," panggil salah satu teman undangan Amey yang memakai gaun bangsawan bercorak bunga lavender hitam dengan pita hitam diatas kepalanya, "tumbenan sekali anda memanggil kami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hey nona muda," panggil salah satu teman undangan Amey yang memakai gaun bangsawan bercorak bunga lavender hitam dengan pita hitam diatas kepalanya, "tumbenan sekali anda memanggil kami."

"Betul tuh, biasanya juga sibuk setiap kita ajak bermain." ucap salah satu anak laki-laki yang ternyata Amey undang juga, ia bernama Johan.

"Bercandaan kalian ga asik" ucap Amey yang sudah duduk lebih dulu di kursinya bersama saudara laki-lakinya, "emang kita udah temenan berapa lama?" lanjutnya dengan memberikan pertanyaan yang hanya ia dan temannya.

"Eum mungkin sekitar 100 tahun?" ucap Alsy- anak yang memakai gaun bangsawan bercorak lavender hitam tadi, dia mengetuk ngetuk tangannya ke pipi. Sejujurnya dia tidak terlalu memedulikan waktu ia hidup.

Amey memutar bola matanya, berkata dengan nada kesal kepada temannya."Ngaco! Kita udah temenan 1000 tahun." Johan dan Alsy terkejut mendengar jawaban dari sang pemilik pesta teh itu, mereka berdua menggeleng-gelengkan kepalanya takjub akan hidup mereka yang sudah sangat panjang.

"Woahh, selama itu?"

Amey mengangguk, kemudian menyuruh teman-temannya untuk duduk di temlat yang sudah ia siapkan bersama para dayang. Tetapi sebelum ia membahas hal yang lebih serius, dirinya meminta kakaknya untuk mengajak teman-teman kakaknya untuk berkumpul di ruangan yang berbeda dengannya.

"Kenapa ga bareng aja, Mey?"

"Iya, biasanya juga gitu kalau kita lagi kumpul gini."

Johan dan Alsy bertanya kepada Amey, mereka berdua sungguh penasaran dengan perubahan temannya yanh terlalu tiba-tiba karena Amey yang mereka kenal dulu ceria, humoris, dan tentunya selalu mengajak siapa pun untuk bergabung dengannya. Tapi Amey yang sekarang malahan lebih tenang, tidak seceria dulu, terdapat mata panda tipis di sekitar kelopak matanya, sejujurnya itulah yang mereka pikirkan sejak lama sekali.

Algy_ saudara laki-laki Amey juga hanya diam mendengarkan semuanya, padahal dulu mereka sering kali bercanda ria.

"Soalnya ini rahasia antar kita bertiga." ucap Amey dengan tenang, memandang kakak laki-laki nya yang juga memandangnya dengan senyum lembut.

"Maaf ya kak," Algy membalas senyuman adiknya juga dengan senyuman, dia menyetujui permintaan adik tersayangnya dan mengajak teman-temannya untuk pergi keruangan sebelah.

Setelah memastikan kakaknya masuk ke dalam ruangan, Amey segera membalikkan pandangannya ke arah kedua temannya. Dan sesaat setelah ia melakukan hal itu suasana di sana langsung berubah menjadi serius, mereka saling berpandangan dan tidak mengeluarkan suara.

"Jadi ada apa?" Johan membuka suara, ia melipat tangannya keatas meja sambil memandang kedepan dengan pandangan serius.

"Aku butuh bantuan kalian," ucap Amey.

Johan serta Alsy saling memandang, "Mengenai?"

Amey menghela napas panjang, "Seorang anak manusia lemah, yang berusaha mendekati bangsawan hantu di kota Amres."

BRAK!

Alsy menggebrak meja dengan emosi yang menggebu-gebu karena mendengar sesuatu yang sangat tidak ingin ia dengar dari mulut siapapun, Johan berusaha menenangkan Alsy karena ia tak ingin membuat keributan di pesta minum teh yang di buat oleh teman kecilnya.

"Bagaimana bisa Mey?!" ucap Alsy dengan nada yang masih mengandung amarah, walau sekarang sudah lebih sedikit. Amey melihat kearahnya dan menautkan kedua jari tangannya ke bawah dagu, sejenak ia berpikir hingga kemudian ia menjawab pertanyaan dari Alsy.

"Ceritanya panjang, tapi aku serius." Johan terlihat meneguk ludahnya kedalam, Amey bersmirk di dalam hati. "dia mendekati Afirza sang putra bangsawan yang sedang aku incar."

Amey sengaja menegaskan kalimat lanjutannya karena ia ingin melihat reaksi dari kedua teman-temannya, apakah akan marah, kaget, ataukah biasa saja? Oh, melihat mereka yang terkejut pasti mereka ada di opsi kedua. Amey tersenyum.

"Aku memberitahukan ini karena kalian juga salah satu korban dari para manusia bodoh itu, bukan?"

"Bagaimana kau tau?" Alsy terkejut karena temannya itu mengetahui hal yang bangsawan lain saja tidak tahu! Ia sangat bingung, mengapa temannya bisa mengetahui itu.

"Karena aku mencari tahu." ucapnya simpel, kemudian menyeruput tehnya dengan perlahan.

"Yang terpenting, apakah kalian berminat menjadi sekutu?" Amey mengulurkan kedua tangannya guna menjabat tangan kedua sahabatnya, yah dia juga tidak terlalu mengharapkan balasan dari kedua temannya itu.

Tanpa ragu Johan menjabat tangan mungil Amey dan tersenyum, "Apapun untukmu, teman kecilku."

Alsy hanya memperhatikannya, sejujurnya ia masih bingung dengan semuanya. Dia memiliki keraguan mendalam karena dia juga memiliki sepupu jauh yang beridentitas manusia, namun hanya ia dan keluarga ini saja yang tahu. Karena asik dengan dunianya Alsy tidak sadar jika ia sedang di pandangi oleh Johan dan Amey yang masih asik bersalaman.

Amey mengkode Johan lewat mata, yang artinya. "Dia kesurupan?"

Johan membalasnya, "Tentu bukan, dia memang suka seperti itu."

Amey tetap tidak percaya dengan kalimat yang keluar dari bibir manis dari Johan, karena yang ia tau Johan merupakan anak yang sering kali berbohong kepada semuanya. 

Johan yang ditatap seperti itu tentunya merasa risih, ia kemudian bergerak maju dengan meniupkan sedikit angin ke wajah Alsy yang selalu berubah setiap detik.

Wush💨

"Eh?" Alsy tersadar dari lamunannya, dan menatap sang pelaku.

"Salah siapa asik sendiri sama pikiranmu." ucap Johan dengan jutek, Alsy menyeritkan keningnya.

"Jadi gimana? Kamu ikut ga Sy?" tawar Amey sekali lagi dengan menjulurkan tangannya, dan kali ini di sambut baik oleh Alsy.

"Aku ikut."

+++

Seseorang menatap datar pemandangan di depannya, dia berucap lirih sebelum akhirnya meninggalkan ruang yang akan ia tuju.

"Berubah."





Kisah Si BocilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang