[5] Inside Your Heart [1]

4.3K 570 39
                                    

(Satu)

Setidaknya, Anelise hanya ingin mati. Hydra sakit kepala saat mengingat keinginan Eleanor di novel keempat. Tidak peduli Hydra mampu atau tidak, Eleanor di dunia apokaliptik ingin menjadi manusia terkuat di dunia. Tidak heran, Yara gagal melewati dunia itu belasan kali.

Mengulang lagi dan lagi.

Di dunia ini, sejujurnya jauh lebih mudah ditangani. Selain titik awal yang hampir menjadi hukuman mati di awal kebangkitan, proses ke depannya lebih mudah.

"Sejujurnya, gue mulai suka sama dunia ini, satu per satu." Hydra mengunyah pelan, dalam suasana hati yang baik. "Gue menikmati setiap prosesnya. Gue suka semua tokoh-tokohnya, bahkan setiap antagonisnya."

Hydra adalah seorang psikopat. Semakin sulit plotnya, semakin dia gembira. menyelesaikan puzzle demi puzzle dengan putus asa.

Yara tertawa bodoh, "Syukur deh kalo lo suka."

Mungkin, Yara bisa sedikit memahami. Memasuki dunia novel, mengalami hal-hal yang hanya bisa dibayangkan sebagai fantasi. Hydra dibawa pergi melewati zaman demi zaman, entah itu zaman purba, atau zaman antarbintang di masa depan. Di mana dia akan hidup di luar angkasa, menempati planet yang lebih luas, indah, dan maju dibanding bumi yang mereka tempati saat ini.

Yara juga akan menikmati setiap reinkarnasinya ... asal dia secerdas dan setangguh Hydra dalam menyelesaikan setiap konfliknya.

Sayangnya, reinkarnasi demi reinkarnasi Yara seperti hukuman. Dia dipaksa mengulang setiap rasa sakit dan penderitaan, dia tidak mampu dan tidak tahan.

Kalau bukan dengan keyakinan, harapan, dan ingat pada orang-orang yang menunggu Yara di dunia nyata, terutama Lio ... Yara mungkin sudah menyerah sejak lama.

Sebagai penulis, dia gagal menyelesaikan semua novelnya sendiri, bahkan membutuhkan seseorang untuk memberinya bantuan.

Yara benar-benar putus asa.

"Oke, ayo kita pergi malem ini."

"Malem ini?" Yara sedikit bingung. "Lo dijaga di luar, kita bahkan nggak bisa lari. Apa yang bakalan lo lakuin?"

Hydra hanya tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa. Yara akan melihatnya sendiri nanti.

***

Yara dibuat tercengang. Bahkan walau dia selalu yakin Hydra mampu, Hydra memang tidak pernah kehilangan idenya. Hydra tidak memilih memukul suster yang datang menjenguknya sampai pingsan, menukar pakaian mereka, lalu keluar menyamar seperti yang sering Yara lihat di tv-tv.

Setelah perawat datang dan memberinya obat, Hydra meminta perawat mematikan lampu. Juga, Yara ingat setiap perawat datang akan didampingi bodyguard yang menjaga Hydra, jelas Hydra tidak memiliki kesempatan untuk menyamar.

Namun satu jam setelah lampu mati, Hydra bangkit. Dia bersenandung pelan, melepas infusan di tangannya, mengibaskan perlahan karena mati rasa. Dia menarik sprei, pergi ke balkon dan menghirup napas nyaman.

Yara mengerti apa yang akan Hydra lakukan, dia tertawa bodoh, "Guekutuklo, akhirnya lo bego juga. Ini lantai 5, tingginya lebih dari 12 meter, sprei doang mana bisa sampe ke bawah. Kalo lo lompat, lo bakalan mati."

Hydra hanya tersenyum aneh, menalikan sprei ke railing balkon, memastikan diikat cukup kuat.

Yara akhirnya sadar Hydra serius, dia buru-buru membujuknya, "Hydra, kita pasti nemu jalan lain. jangan nekad, oke? Lompat dari sini sama aja cari mati. Lo nggak bakalan bisa selamat. Lo sekarang bukan Elea, Lo itu Anelise. Anelise sama sekali nggak punya kekuatan kayak Elea. Dia nggak bakalan bisa lompat beberapa meter, tubuhnya juga nggak fleksibel."

She Is(n't) The Villain ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang