Setelah 2 minggu, saya nyelesain 1 proyek GW dulu baru balik ke wattpad. Hahahaha
Vote dulu.
Komen dulu.
***
"Kapan waktunya Greisy gajian?" Hydra bergumam pelan. Dia melihat isi dompetnya, uangnya hanya tinggal 300 ribu. Hydra ingat Greisy tidak pernah mendapatkan uang saku dari orang tua angkatnya. Sebaliknya, Greisy yang harus menyisihkan sebagian uang gajinya yang tidak seberapa itu untuk orang tuanya yang tidak berguna.
Biaya ganti karena dia sudah dibawa pergi dari panti asuhan.
"Itu mungkin masih 1 minggu." Yara juga agak pahit. "Harusnya itu cukup, kan?"
"Naik angkot atau bus bolak-balik sehari 6 sampai 10 ribu. Anggap biaya makan gue sekali makan 15 sampai 20 ribu. Belum ongkos ke tempat kerja." Hydra mendesah. "Ini kurang."
Yara sedikit panik, "Terus kita harus gimana?"
"Apa yang bikin lo panik? Bukan macem lo yang butuh makan." Hydra mendengkus. Untungnya, Yara memang tidak butuh makan sama sekali. Kalau tidak, Hydra harus membagi dua lagi jatah uangnya yang tidak seberapa.
Dompet usang itu Hydra masukkan kembali ke saku roknya. Untuk makan siang kali ini, dia hanya bisa memakan roti. Minum air teh gratis yang ada di kelas.
Sebagai orang yang pernah mengalami pahitnya tidak makan 3 hari berturut-turut, Hydra tidak merasa situasinya saat ini terlalu tak tertahankan. Setidaknya, masih ada uang yang bisa dia gunakan untuk beberapa hari ke depan.
Dia hanya berpikir, harus pulang lebih awal agar pergi ke tempat kerja bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Untungnya, Greisy juga bukan cewek manja. Dia terbiasa bekerja, dan tidak mudah lelah. Bisa dibilang, baik Hydra atau Greisy ... tulang mereka sama-sama keras.
"Heh, cewek miskin cuma bisa makan sebiji roti, ya?"
Hydra baru saja membayar satu roti dan langsung membuka dan menggigitnya dalam perjalanan kembali ke kelas. Ada suara sumbang yang membuatnya menoleh saat dia melewati satu meja. Yang diisi oleh 5 orang cowok familier.
Jimmy menopang dagu, menatap Hydra dengan sorot lurus.
Jika itu Greisy di masa lalu, dia pasti akan langsung berlari ketakutan. Tapi Hydra di depan mereka sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Dia berhenti, menoleh dan tersenyum. Menunjuk hidungnya sendiri, "Patah, kan?"
Noah yang sudah dipukuli sampai hidungnya patah memasang ekspresi muram, "Jangan bangga. Lo kira lo bisa lolos gitu aja? Kenapa lo nggak mulai tanya sama Bos lo di tempat kerja, satu per satu. Ada nggak yang masih mau terima karyawan nggak punya aturan kayak lo?"
Setelah dikatakan seperti itu, Hydra menebak kalau kemungkinan Noah ini bermain dan membuatnya dipecat. Dia menghela napas dan mengangguk, "Gue ngerti."
"Apanya yang lo ngerti?"
"Lo marah dan dendam, apa lagi yang bisa lo lakuin selain ngadu ke Mama, kan?" Hydra tersenyum pengertian. "Nggak pa pa. Duit bisa dicari, harga diri mau diapain lagi?"
Ini benar-benar terlalu menghina. Noah berdiri, dia ingin mengutuk Hydra tapi Alva yang duduk di sampingnya menahannya. Wajahnya sendiri juga tidak kalah lebamnya. Dia menatap Hydra yang begitu berani.
"Seharusnya lo nggak bikin kita semua marah, Greisy."
"Apa yang harus gue lakuin? Sejak awal kalian yang nggak masuk akal." Hydra melirik Jimmy, tersenyum hangat. "Iya, kan, Jim?"
Di kafetaria, mereka menjadi pusat perhatian. Orang-orang ini mengetahui rumor yang beredar beberapa hari lalu, tentang perlawanan Hydra terhadap 5 orang tiran di sekolah mereka. Tapi tidak ada yang benar-benar percaya sebelum melihat dengan mata kepala sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is(n't) The Villain Protagonist
Fantasy"Bahkan walau jiwa gue dirobek berkeping-keping, gue bakalan mastiin lo bisa pulang." Pasca melihat ibu kandungnya sengaja bunuh diri di depannya untuk membuat Hydra gila, Hydra mengembangkan kepribadian yang dingin, kejam, dan tanpa ampun. Hydra ti...