13. Her Name is Greisy [13]

10.4K 3K 715
                                    

Dateng buat ngehibur para joms saat malming~

Vote dulu.

Komen dulu.

Walau kamu nggak punya Ayang, tolong jangan nekat baca sambil kayang. :)

***

Selama 1 minggu mereka bersama, Yara menyadari beberapa hal tentang Hydra.

Tidak peduli sebanyak apa rasa sakit yang dia tanggung, Hydra tidak pernah mengeluh atau menunjukkan rasa sakitnya. Dia mengganti perbannya sendiri, mengobati lukanya sendiri. Dia tidak pernah bersikap manja apa lagi menunjukkan kelemahan dan kelelahannya kecuali saat sedang berakting.

"Tangan lo ... sakit?" tanya Yara pelan.

Hydra sedang mengganti perban di tangan kanannya, dia duduk di single bed, kamarnya. Ekspresinya tampak tenang saat dia begitu lihai seolah sudah berpengalaman.

"Lo pernah patah tulang?" tanya Hydra.

Yara menggeleng.

"Kalo gitu percuma gue jelasin juga."

"Tapi itu pasti sakit banget, gue pernah keseleo, dan itu sakit banget. Nyokap gue ampe ngundang fisioterapi dari luar negeri."

Hydra terkekeh, "Orang kaya."

Yara tidak tahu apa yang Hydra tertawakan, "Di dunia awal lo, lo nggak kaya?"

Hydra terdiam beberapa detik, dia menatap Yara dan tersenyum, "Gue cukup."

Hydra bukan tipe orang yang senang bercerita tentang masa lalu hidupnya. Dia kotor dan menjijikkan, orang semurni Yara tidak perlu banyak tahu apa-apa tentangnya. 

Yara mengangguk mengerti, "Kita nggak perlu panggil dokter buat ganti perban?"

"Gue udah biasa ganti perban sendiri. Nggak usah buang-buang duit."

Yara mengerutkan kening, "Lo sekarang punya banyak duit."

"Ya, tapi nggak perlu ngabisin duit buat hal-hal yang bisa gue lakuin sendiri."

Yara agak bingung, langit-langit kamar Greisy bolong, Hydra hanya membelinya di toko matrial dan memasangkannya sendiri. Dia ragu, "Apa ada yang nggak bisa lo lakuin di dunia ini?"

"Terbang." Hydra menjawab jujur, "Gue sempurna, gue bisa ngelakuin apa aja."

Yara hanya mencibir tidak percaya. Sangat sombong. Siapa tahu dia benar atau tidak.

Setelah menyiapkan tasnya, Hydra menentengnya lalu pergi meninggalkan kamar. Dia bertemu dengan orang tua angkatnya yang sedang sarapan, melirik mereka dengan sorot acuh tak acuh lalu meninggalkan rumah begitu saja.

Ibu angkatnya berbisik takut, "Ada apa sama Greisy? Belakangan ini dia kelihatan aneh. Dia nggak kesurupan, kan?"

Dia bahkan berani berkelahi dengan banyak cowok.

Ayah angkatnya juga bingung, "Dia mungkin udah gila. Sebaiknya kita nggak usah berurusan sama dia."

Adiknya Greisy bertanya, "Kenapa kita nggak ngusir dia aja? Dia udah terlalu kurang ajar. Sebaiknya diusir secepatnya."

"Kamu berani ngomong sama dia?"

Cowok itu menggeleng. Setiap kali Hydra menatapnya sudah seperti menatap kecoa saja. Dia juga sangat kejam, dia bahkan pernah menempelkan pisau ke lehernya saat dia mengejek 'Greisy' seperti yang sudah-sudah. Dia tidak berani.

"Sebaiknya kita nggak perlu nyari perkara. Bahkan walau dia diseret ke kantor polisi dan di penjara, apa gunanya kalau salah satu di antara kita sudah meregang nyawa?"

She Is(n't) The Villain ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang