[5] Inside Your Heart [4]

5.3K 680 80
                                    

"Dee ... kalo sakit bilang, jangan ditahan."

"Gue bukan manusia, jadi gue nggak bisa ngerasain sakit lagi."

Tawa pria itu terdengar renyah dan merdu. Dia menekan luka di pelipis Hydra lebih kuat, membuat Hydra menggertakkan gigi, kulitnya semakin pucat. Dia memelototi pria yang berjongkok di depannya dengan sorot marah. 

"Kan?" mata pria itu membentuk lengkungan, tersenyum menyayangi dan memanjakan. "masih manusia ternyata."

Hydra tidak menjawab.

"Gue di sini." pria itu kali ini mengobati luka di pelipis Hydra hati-hati. "gue siap nanggung semua sakitnya, jadi lo nggak perlu ragu buat mengeluh lagi."

---

Perlahan, kelopak mata itu bergerak, sebelum akhirnya terbuka sepenuhnya. Sebutir air fisiologis mengalir menyusuri pipi. Kedua pupilnya yang gelap tampak redup dan kosong.

Dunia ke-5.

Baru dunia ke-5.

Rasanya masih sangat jauh sebelum menyelesaikan semua novel Yara.

Terkadang, Hydra bersyukur karena Yara hanya menyelesaikan 15 novel tercela. Kalau dia menulis lebih dari 40 buku dalam 10 tahun seperti Queen Nakey, lebih baik dia melambaikan tangannya saja.

"Guekutuklo! Akhirnya lo bangun!" suara Yara berdengung di telinganya. Hydra berkedip, menatap wajah pucat yang  muncul di depannya. Mata Yara bengkak dengan ujung memerah, dia tidak berhenti terisak.

"Gue bener-bener takut. Di meja operasi ... lama, bener-bener lama. Lo nyaris nggak selamat." Yara berkata serak dan sedih. Bahkan walau dia tahu semua rencana Hydra sendiri, sengaja melukai diri sendiri, dia masih tidak bisa menahan patah hati.

Ini untuk Yara.

Semua demi menyelamatkannya.

Hydra tidak mengatakan apa-apa. Karena  ada suara lain yang terdengar di dekat telinganya.

"Anelise, Anelise bangun? Sayang, ini Mama ... Mama di sini." Mima melihat sang putri yang sejak kemarin malam  tidak sadarkan diri akhirnya terjaga. Sejak semalam, Mima tidak bisa tidur walau tubuhnya lelah dan patah. Dia benar-benar dibuat gila karena kekhawatirannya. Dia merasa bersalah dan terus menyalahkan diri.

Dia mengutuk diri sendiri karena menjadi ibu yang tidak bertanggung jawab dan keji.

Terlepas dari mereka yang tidak bertemu sampai beberapa bulan lalu, Anelise tidak bersalah sama sekali. Bukan mau Anelise untuk ditukarkan sejak bayi. Kemewahan, cinta, dan kasih sayang yang dimiliki Grizele saat ini harusnya milik Anelise.

Kalau saja saat Anelise dilahirkan mereka lebih berhati-hati, dia tidak perlu mengalami penderitaan dan penghinaan seperti ini.

"Anelise ... ini Mama."

Mima menekan bel, memanggil dokter. Dia lega, akhirnya sang putri membuka mata. Beberapa saat kemudian dokter datang, dia memeriksa kondisi Anelise. Tapi tidak peduli apa pun yang mereka tanyakan, Anelise selalu diam.

Pandangannya kosong dan suram.

Mima sangat cemas, dia tidak tahu apa yang terjadi? Kenapa putrinya tidak bicara sama sekali? Reaksi Anelise juga sangat tenang. Dia tidak lagi histeris atau menggila seperti kemarin malam. 

"Dokter, apa yang terjadi?" Mima bertanya pada dokter begitu mereka keluar dari bangsal Hydra. Dia sangat gugup, kedua manik gelap itu terlihat cemas, dia meremas jari-jarinya. "Kenapa putri saya nggak merespons?"

Anelise jelas sadar, sesekali matanya akan berkedip.

Dokter menghela napas. "Saya khawatir kondisi Mbak Anelise sudah di luar bidang saya, saya akan merujuk beliau ke salah satu dokter bidang psikiatri."

She Is(n't) The Villain ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang