20. Her Name is Greisy [20]

7.6K 1.6K 125
                                    

Bukannya Hydra tidak bisa merasakannya.

Tatapan Rean begitu intens dan dalam. Sesekali cowok itu mencoba mendekat untuk bicara. Namun Hydra hanya akan menanggapinya dengan senyuman dangkal. Namun jelas dia menjauhkan diri, tidak mau terlibat lebih dalam dengan Rean lagi.

Bagi Hydra, entah itu Rean, Jimmy, atau teman-temannya, semuanya menjadi sumber petaka dari setiap kemalangan yang Greisy alami.

Jika Greisy ingin hidup, Hydra tidak keberatan untuk mewujudkannya.

Tapi Greisy sendiri bahkan tidak menginginkan hidupnya. Dia sudah terlalu lelah. Dia tidak memiliki kekuatan untuk memulai segalanya lagi dari awal.

Berkali-kali mengulang kehidupan yang sama, siklus rasa sakit tanpa akhir yang mengoyak jiwanya. Dari sedikit harapan yang dia miliki untuk Rean, sampai akhirnya dia tidak mengharapkan apa-apa.

Cahaya lilin kecil di hatinya sudah sepenuhnya padam.

Karena Rean selalu gagal.

Karena Jimmy masih menjadi iblis yang mencelakainya.

Karena Greisy melihat berkali-kali tanpa daya, bagaimana tubuhnya disalahgunakan, dihancurkan oleh orang-orang yang mengaku mencintainya.

Cinta yang tidak ada gunanya.

"Rean bener-bener coba deketin lo, tapi kayaknya dia masih agak gengsi." Yara berpendapat, dia berjalan di belakang Hydra menuju kelasnya. "Dia jatuh cinta sama Greisy, tapi masih punya banyak pertimbangan sendiri."

"Gue nggak bakalan ngasih dia kesempatan." Hydra berkata sambil tersenyum. "Saat dia berusaha jujur dengan perasaannya, yang dia lihat cuma kematian."

Yara menghela napas, "Lo bener-bener kejam, Guekutuklo. Sebagai Emak lo, gue ngerasa hampir hilang harapan."

"Kalo lo jadi Emak gue, lo nggak bakalan punya harapan buat balik ke dunia lo lagi." Hydra tertawa ringan.

Yara tidak terlalu memahaminya, Hydra juga tidak bermaksud menjelaskan apa-apa. 

"Greisy." 

Panggilan itu membuat Hydra menghentikan langkahnya. Dia berbalik, melihat Ruis yang berjalan menghampirinya.

Hydra tersenyum kecil, menunggu dan membiarkan cowok itu datang.

Ruis memakai jaket hitam. Pria itu tidak memakai seragam sekolah. Hydra sudah tahu tentang Ruis yang dipaksa pindah ke luar negeri. Seperti Halard yang diseret mundur oleh keluarganya.

Berkat 'antusias' Jimmy.

"Ini." Ruis menyerahkan benda di tangannya pada Hydra. Itu selembar kartu nama. Hydra menerimanya, dia mendongak, menatap Ruis dengan sorot bingung. "Kalo lo butuh bantuan, lo bisa ngehubungin orang ini dulu. Mereka ... orang-orang gue, seenggaknya nggak terikat sama keluarga gue."

Ruis merasa tidak nyaman. Dia sebenarnya ingin menunda tanggal kepergiannya. Tapi Jimmy ini sangat kejam. Dia bahkan langsung menemui keluarganya. Saat orangtuanya tahu Ruis hampir bermusuhan dengan Jimmy hanya untuk seorang gadis rakyat jelata, mereka sangat marah.

Putranya masih duduk di bangku SMA, seharusnya dia tidak terlibat dengan cinta monyet yang akan terlupakan dalam beberapa bulan saja. Apa lagi menimbulkan riak besar untuk keluarga mereka.

Jadi, terlepas dari ketidaksetujuan Ruis, Ruis masih harus dipaksa pergi.

"Jimmy, dia punya rencana buruk. Sebaiknya ... lo ngehindarin tempat-tempat di mana lo sendirian." Ruis berbisik lemah. Hanya sejauh ini dia bisa memperingatkan. Dia menelan ludah, "Orang-orang gue ini, mereka nggak terlalu akur sama Jimmy. Gue udah minta tolong, tinggal lo yang coba jalin komunikasi. Gue ... gue nggak bisa ngelakuin lebih banyak lagi. Sekarang ... gue agak nggak berdaya."

She Is(n't) The Villain ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang