"Tumben cakep bener perawan Enyak pagi-pagi?"
Kalimat pengganti sapaan dari sang ibu membuat seorang gadis yang baru mendudukkan dirinya di atas kursi kemudian menoleh. Kedua matanya menyipit curiga.
"Sarah udah bayarin listrik Enyak loh, kemaren." Nama lengkapnya Leona Meisarah, dipanggil Sarah karena wanita yang dia sapa Enyak itu suka sekali dengan sinetron Sidoel anak sekolahan. Sarah adalah tokoh utama di film tersebut.
"Romannya nggak bisa dipuji bener dah. Curigaan mulu."
"Abis Enyak kalo muji suka ada maunya." Enyak adalah panggilan Sarah untuk ibunya.
Di daerah tempat Sarah dilahirkan memang kebanyakan warga asli suku Betawi, sapaan dalam istilah kekerabatanpun masih kental sekali dengan budaya suku tersebut. Tapi seiring berkembangnya zaman, budaya asing kerap masuk dan mempengaruhi masyarakat dalam bertutur kata dan perilaku.
Bukan merasa berdosa, wanita bernama Diana itu malah tertawa. "Kaga ini mah, beneran muji," sangkalnya.
Sarah tidak menanggapi, sibuk menyendok nasi goreng untuk sarapannya pagi ini.
"Enyak tadi ngambil nasi uduk Cang Anah belom bayar. Entar lu bayarin dah sekalian lewat." Sang ibu kembali bersuara saat melangkah ke arah dapur.
"Tuh, kan," keluh Sarah. "Duitnya mana?"
"Pake dulu duit lu." Adalah kalimat yang paling Sarah tidak percaya dari wanita itu, tapi dia memilih untuk diam saja.
"Ceban doang tadi Enyak beli buat sarapan Entong."
"Entong yang makan kenapa Sarah yang disuruh bayar," gumam Sarah tidak terima, sang ibu hanya sedikit tertawa. Entong adalah panggilan untuk adik bungsu Sarah yang masih kelas satu sma, orangnya lalu muncul dari dalam kamar dengan menenteng helm di tangannya.
"Bagi duit, Po." Bukan sapaan selamat pagi, Sarah justru ditodong oleh anak bungsu bernama Gaharu di rumah itu. Sepertinya dia memang sudah siap jadi orang kaya, semua anggota keluarganya kerap menganggap uangnya selalu ada.
"Lo jadi beli hp?" tanya Sarah setelah berdecih sebal atas permintaan pemuda itu.
"Jadi." Gaharu mencomot gorengan di atas meja. "Tapi gua nabung baru dapet sepuluh ribu, sisanya lu yang tambain ya," ucapnya tidak sopan. Sapaan anak itu bisa berubah-ubah tergantung keadaan.
"Durhaka banget lu."
Gaharu tertawa. Dia lalu menunjukkan hasil tabungan untuk membeli ponsel yang sudah terkumpul lumayan banyak. "Paling ntar siang gua ajak Dimas buat nyari hp. Kalo nggak dapet yang baru, bekas juga nggak apa-apa dah."
Sarah melengos, adiknya itu memang paling bisa menarik rasa iba tanpa harus banyak berusaha, cukup dengan tampang melasnya saja Sarah akhirnya mengeluarkan uang simpanannya. "Nih buat tambahan. Beli yang cakep sekalian," pesannya.
Gaharu terlihat senang. "Serius nih?"
"Iyaaaa."
"Makasih mpokku yang paling cakep se kampung Gondrong. Ntar kalo Entong udah kerja, Entong beliin mie yamin Bang Juki tiap bulan."
Sarah tidak sempat menghindar saat bocah tanggung itu mencubit kedua pipinya, dia lalu mengomel. "Murah bener sogokan gua mie yamin Bang Juki doang."
"Se-grobak-grobaknya dah."
"Hallah." Sarah mengusap pipinya yang sudah terlepas dari cengkraman sang adik. "Berminyakkan pipi gua!" dia kembali mengomel.
"Lah iya bekas gorengan," pekik Gaharu yang baru sadar tangannya kotor, dia lalu sigap menghindar saat sang kakak hendak melayangkan tabokan ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amor Fati
ChickLitPengalaman buruk di masalalau membuat Akselio begitu takut dengan kemiskinan. Kenyataan bahwa dirinya sudah terlepas dari masa itu nyatanya tidak bisa membuatnya merasa tenang. Hingga kedatangan seorang gadis bernama Sarah, banyak mengajarkan tenta...