Teman

1.3K 372 138
                                    

"Aku tidak perlu tanggung jawab darimu. Aku akan menggugurkan kandungan ini."

"Tidak! Jangan pernah lakukan itu pada calon anakku." Seorang pria mencengkram lengan wanita yang berdiri dengan tatapan menantang di hadapannya.

"Bisakah kamu menganggap bahwa sesuatu di antara kita tidak pernah terjadi? Tolong lepaskan aku."

"Berjanjilah untuk menjaga anak itu."

"Kamu tidak berhak mengatur hidupku."

"Tolong, jangan sakiti anak itu." Tatapan si pria tampak memohon, namun sepertinya wanita itu tidak akan goyah dengan keputusannya.

"Pak! Pak Akselio? Pak!"

Aksel sedikit terkejut dengan suara Jimmy yang membuyarkan lamunannya, dia mengerjap dan mendapati pria itu mengibas-ngibaskan telapak tangan di hadapannya.

"Iya, Jim. Maaf aku tidak fokus," balas Aksel. Selain mimpi buruk masa kecilnya, semalam dia juga bermimpi tentang wanita di masalalu.

Bagaimana kabar wanita itu sekarang, apakah dia benar-benar menggugurkan kandungannya. Jika tidak, berapa usia anak itu sekarang.

"Ini kunci mobil Pak Aksel." Jimmy meletakan kunci mobil di atas meja.

Aksel mengangguk. Perhatiannya tertuju pada cincin di jari telunjuk kiri Jimmy yang sepertinya baru, atau mungkin selama ini dia tidak menyadari hal itu. Bukan karena merasa tertarik, tapi tulisan pada cincin tersebut, mengingatkan Aksel pada perempuan di dalam angkot.

"Jimmy, apa arti tulisan itu?" tanya Aksel.

Jimmy ikut mengarahkan pandangannya pada cincin yang melingkar di jarinya, dia reflek menyentuh benda itu dan sedikit tertawa. "Anda tertarik, Pak?"

"Aku hanya penasaran dengan artinya."

Bukan menjawab, Jimmy malah kembali tertawa. "Aneh sekali, anda jarang penasaran dengan sesuatu," ledeknya.

Aksel berdecak kesal. Bertahun-tahun menjadi orang yang paling bisa dia andalkan, sepertinya Jimmy semakin kurang ajar.

"Mencintai takdir. Itu artinya." Jimmy berbicara sembari merapikan berkas-berkas yang sudah mendapat tanda tangan dari atasannya.

"Amor fati? Mencintai takdir," gumam Aksel. Dia kembali teringat pada tato kecil di lengan perempuan itu, "menarik," imbuhnya tidak sadar.

"Apa yang membuat anda tertarik, Pak?" tanya Jimmy penasaran.

Aksel memberikan tatapan tidak suka pada pria itu, tapi tampaknya Jimmy sudah terlalu biasa menghadapi kekesalannya. "Sesuatu yang bukan urusan kamu."

"Baguslah kalau begitu. Saya pun berharap itu tidak akan menjadi urusan saya."

"Hais!" Aksel terkadang sering merasa jengkel dengan Jimmy. Tapi sialnya hanya pria itu yang paling bisa dia andalkan sejauh ini.

"Saya sudah menyuruh kenalan saya untuk melacak keberadaan ponsel Bapak. Nanti akan saya kabari lagi jika sudah ada kabar darinya."

"Jangan biarkan pencuri itu lolos, mereka masih muda tapi bisa-bisanya menjadikan hal kriminal sebagai sebuah pekerjaan." Aksel masih kesal jika mengingat kejadian pagi tadi, jika ponselnya tidak hilang dia tidak akan naik angkot dan dipermalukan.

"Kenapa anda ingin ponsel anda kembali, Pak. Anda bisa membelinya lagi." Jimmy terlihat merasa heran saat melontarkan komentar. "Anda selalu berganti barang baru meski barang yang anda miliki masih sangat berguna," imbuhnya.

"Kamu lihat uang itu?" Aksel menunjuk kumpulan uang lecek yang dimasukkan ke dalam zipper plastik. "Jika bukan karena si brengsek yang mengambil ponselku, perempuan itu tidak akan mempermalukanku."

Amor FatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang