"Tapi, Pak. Kan tugas saya cuman sampe tuker cincin doang, nggak nyalamin tamu apalagi foto-foto. Nanti kalo ketauan gimana?" Sarah mengejar Aksel yang melangkah cepat di koridor hotel tempat peßta diselenggarakan, pria itu sepertinya tidak mendengarkan protes darinya. "Pak!"
Akhirnya Aksel menghentikan langkah, berbalik dan memberi tatapan entah pada Sarah yang kesulitan membaca ekspresi wajahnya. "Kamu pikir tugas kamu hanya itu?" tanyanya.
Sarah diam, kebingungan lebih tepatnya. Teman-temannya berkata bahwa tugasnya hanya bertukar cincin saja, kenapa sekarang berbeda.
"Bagaimana jika ada yang menanyakan tentang keberadaan pasanganku?" tanya Aksel lagi saat tidak mendapat jawaban dari perempuan itu.
"Ta, tapi." Sarah mencoba bernegosiasi, menatap wajah pria di hadapannya yang malah membuat kalimatnya terhenti, pria itu ternyata tampan sekali. Sialan. "Mbak Marcella kan model, pasti banyak yang kenal sama dia, orang juga bakalan ngenalin bahwa aku bukan dia, kami orang yang berbeda."
"Acara ini digelar tertutup, hanya rekan kerja keluarga Marcella dan kerabat dekat yang datang. Mereka tidak akan mengenalimu." Aksel kembali berjalan.
"Gimana kalo ada yang ngajak aku ngobrol?" Sarah kembali menyusul pria itu saat bertanya.
"Marcella tidak seramah itu sampai mau menanggapi obrolan."
"Beneran?" Sarah sedikit lega saat mengetahui kebiasaan perempuan itu yang ternyata tidak akan menyulitkannya. Tapi tetap saja, dia masih takut ketahuan bahwa dia bukan Marcella.
"Tidak ada teman Marcella yang datang, pesta ini hanya untuk kalangan bisnis keluarganya." Aksel kembali menerangkan saat mereka memasuki ruangan tempat acara.
Sarah takjub saat ternyata semua tamu undangan juga mengenakan topeng di bagian mata, berbeda dengan topeng kupu-kupu yang dikenakan Sarah sampai menutupi bagian pipinya. Sepertinya sengaja agar tidak ketahuan bahwa dia bukan tunangan wanita.
Janu mendekat, berbisik pada Sarah apakah dia baik -baik saja. Sarah hanya bisa mengangguk meski memberikan tatapan takut kepadanya.
Mereka tentu tidak boleh kelihatan dekat, atau para tamu akan curiga kepadanya. Janu lalu menjauh dari Sarah yang terus mengekori tunangannya.
"Pak."
Sarah melihat Jimmy mendekat dan memberikan topeng untuk Aksel, pria itu lalu menerimanya.
Sebelum Jimmy beranjak pergi, Sarah mendekatinya untuk meminta bantuan. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
"Pak Aksel yang meminta semua tamu undangan untuk diberi souvenir berupa topeng , dia tidak mau anda terlihat berbeda." Jimmy pamit pergi setelah mengutarakan kalimat itu.
Haruskah Sarah terharu, tapi bukan itu yang dia harapkan dari Jimmy. Sarah ingin pria itu membawanya pergi dari sini.
"Sayaang, selamat ya. Semoga kalian cepat menikah setelah ini, mami ingin segera menimang cucu." Seorang wanita yang juga mengenakan topeng cantik di matanya itu mendekati Sarah, mencium kedua pipi yang mungkin dia pikir calon menantunya.
Sarah hanya mengangguk dan tersenyum, dia tidak berani bersuara. Bagaimana jika nada bicaranya berbeda dengan Marcella, mereka sepertinya akrab satu sama lain.
Jantung Sarah berdebar saat wanita cantik di hadapannya itu tampak curiga, lalu memperhatikan Sarah dengan seksama. "Kamu kenapa, Sayang. Sepertinya ada yang berbeda, kamu kurusan deh kayaknya?"
"Mami." Aksel memanggil sang ibu, mengalihkan wanita itu dari Sarah. "Tolong jangan ganggu kami," usirnya.
Wanita itu memberenggut, tapi kemudian tersenyum. Sarah bingung kenapa Aksel bisa sekasar itu pada ibunya, dan sepertinya wanita itu sudah terbiasa diperlakukan sedemikian rupa. "Mami senang akhirnya kamu mau nurut sama Mami," gemasnya dengan menyentuh pipi Aksel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amor Fati
ChickLitPengalaman buruk di masalalau membuat Akselio begitu takut dengan kemiskinan. Kenyataan bahwa dirinya sudah terlepas dari masa itu nyatanya tidak bisa membuatnya merasa tenang. Hingga kedatangan seorang gadis bernama Sarah, banyak mengajarkan tenta...