Acara

1.1K 334 79
                                    

Beberapa minggu ini Sarah mulai ikut Janu bekerja menjadi salahsatu Crew wedding organizer yang ternyata cukup menyenangkan. Dia kerap ditempatkan sebagai stopper di area pelaminan, atau kadang juga menjadi assistan pengantin. Berhubung masih baru, tugas Sarah kerap berubah tergantung apa yang dibutuhkan.

Janu ternyata memegang peran penting dalam pekerjaannya. Sebagai leader, tugasnya berpindah-pindah karena harus memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Sarah belum terlalu memahami cara kerja di sana, dia masih perlu banyak belajar dari teman-teman barunya. Meski pekerjaan ini hanya dijadikan batu loncatan saja, tapi dia merasa bertanggung jawab saat mengerjakannya.

Saat keluar rumah dan bersiap untuk bekerja, Sarah menyapa Juleha yang sepertinya tengah menjaring beberapa warga untuk diajak bergibah di depan rumahnya.

"Eh, Saroh. Mau kemana?" sang tante yang meminta dipanggil Julia sebagai namanya itu bertanya.

"Kerja, Cing. Duluan ya." Sarah ingin cepat-cepat berlalu dari sana, tapi wanita itu malah mencegahnya.

"Kerja apa si, Roh. Gua peratiin lu pulangnya malem mulu, dandanan lu juga medok banget pas pulangnya?" usut sang tante dengan tatapan curiga.

"Katanya si kerja jadi Wo, Cing. Entah bener apa kaga." Maemunah yang juga berada di sana, lebih dulu menjawab, sebelum Sarah sempat memberi tanggapan. "Emang gaji lu berapa di sono?" selidiknya.

Sarah ingin melengos, tapi sebagai bentuk kesopanan dia menanggapi pertanyaan sepupunya. "Ya, cukup lah buat bayar pertanyaan lu yang nggak perlu gue jawab," ketusnya.

Maemunah terlihat jengkel. "Sombong banget lu, berani bayar berapa emang?" tantangnya."Lagian lu kuliah jurusan apa, kerjanya jadi apa, nggak nyambung," sindirnya.

"Banyak kok orang yang kerjanya nggak sesuai jurusan. Anak Kong Sukri aja ngambil prodi manajemen Dakwah, sekarang kerja di luar negri jadi admin judi online."

"Yee, sok tau lu," serang Maemunah.

"Lu kali yang nggak tau," dengan santai Sarah membalasnya. Dia sebenarnya malas berdebat. Bukan status pengangguran yang membuatnya malu punya gelar sarjana, melainkan saat dia harus repot-repot berdebat dengan mereka. Tapi Sarah tidak bisa membiarkannya.

"Nggak boleh fitnah, dosa."

"Hallah." Sarah yang sudah muak tidak lagi membalasnya, dengan dalih takut terlambat diapun pergi dari sana.

Sang tante kembali menghadang dengan bertanya apakah masih ada lowongan kerja, beruntung Gaharu yang muncul dari arah depan mengalihkan perhatian mereka.

Fokus Juleha beralih pada adik laki-laki Sarah. "Eh, Aru. Lu bawa apaan?" tanyanya.

"Bukan urusan Cing Leha," balas Aru seenaknya.

Sarah memukul lengan pemuda itu sebelum naik ke jok motornya, jika Sarah cukup tidak sopan di mata mereka, Gaharu lebih kurangajar daripada dirinya. Tapi kadang dia malah bangga.

"Kata enyak, nggak boleh gitu sama orang yang udah tua," omel Sarah pura-pura, dia kembali menoleh pada sang tante yang terlihat jengkel raut wajahnya. "Duluan ya, Cing," pamitnya.

"Ntar malem jemput jam berapa?" tanya Aru saat mereka sudah masuk ke jalan raya.

Sarah tidak menjawab pertanyaan itu, malah balik bertanya tentang karung yang pemuda itu bawa. "Lu jadi kurir paket?" tebaknya.

Amor FatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang