Setelah menghubungi Indri dan Awan, untuk menanyakan apakah salah satu dari mereka melihat cincin yang sesaat tadi dia tunjukkan. Sarah kembali mencari benda -yang pasti mahal- itu, setelah mendapat jawaban bahwa kedua temannya tidak tahu.
"Mas, boleh numpang lihat cctv nggak?" tanya Sarah setelah mengamati keberadaan cctv di atas kepalanya.
Pria pelayan kafe tersebut hanya menoleh pada Janu, lalu kembali ke Sarah untuk kemudian meminta maaf bahwa dia tidak berani mengizinkan siapapun masuk ke wilayah bosnya.
"Atasan saya belum dateng, Mas. Mbak. Dia datangnya malam."
Sarah menggaruk rambutnya dengan frustrasi, bagaimana mungkin cincin itu bisa hilang padahal dia saja masih di sini. Pengunjung Kafe juga terlihat jarang sekali.
"Mungkin keselip di tas kamu, coba cari sekali lagi," pinta Janu yang terlihat prihatin dengan keputusasaan temannya itu.
"Udah, Nu. Udah gue cari tapi nggak ada," balas Sarah lesu. Di depan teman-teman kerjanya Sarah memang memanggil pria itu dengan sebutan Mas Janu agar terkesan sopan, tapi dia sudah biasa memanggil nama jika mereka hanya berdua. "Aku harus gimana?" rengeknya.
Janu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Ini udah siang loh, kita pasti terlambat. Gimana kalo nanti malem kita ke sini lagi buat cek cctv," tawar Janu.
Sarah terlihat enggan untuk beranjak dari duduknya, masih mengedarkan pandangan sekali lagi untuk memastikan cincin yang dia cari tidak berada di sana. Lalu mengekori Janu menuju kendaraannya.
Dengan lesu Sarah memasang helm di kepala. Perempuan itu masih memikirkan tentang cincin yang entah hilang kemana. "Menurut lo cincin itu mahal nggak?" tanyanya pada Janu yang juga baru selesai memasang helm di kepalanya sendiri.
"Kalo diliat dari kebiasaan Pak Aksel, kayaknya sih mahal banget."
Sarah membenarkan dalam hati, pria itu sangat amat sombong sekali, tidak mungkin cincin murahan yang dia beli.
Masih sibuk memikirkan sesuatu, Sarah mengurunkan niatnya naik ke atas motor Janu saat pria itu mendapat telepon dari seseorang.
Sarah tidak tahu apa yang tengah mereka bicarakan, tapi Janu menyebutkan lokasi tempat di mana mereka kini berada, dan menyanggupi sesuatu.
"Ada apa?" tanya Sarah saat Janu menoleh menatapnya, setelah selesai dengan pembicaraan tersebut.
"Pak Jimmy lagi otw ke sini. Dia katanya mau bawa kamu nemuin ibunya Pak Aksel." Janu berucap hati-hati, seolah berita tersebut akan berdampak mengerikan sekali. Tapi emang iya si.
"Aduuuh, ngapain deh. Dia pasti nanyain cincin yang ada sama aku kan?" Sarah semakin gusar dan tidak enak hati, bagaimana mungkin hidupnya bisa tenang setelah ini.
Janu yang sudah duduk di atas motornya itu kembali berdiri, mendekat pada Sarah dan menenangkan perempuan itu dengan mengusap pelan bahunya. "Nggak apa-apa, mereka orang-orang baik, kok," ucapnya.
Sarah masih tidak bisa menenangkan pikirannya, bahkan saat Janu membantu melepas tali helm dari dagunya, dia tidak sadar betapa dekat jarak di antara mereka.
"Nanti kita hadapi sama-sama," ucap Janu setelah berhasil melepaskan benda itu dari kepala Sarah.
Sarah menatap wajah pria di hadapannya terkejut, kemudian menggeleng. "Biar aku aja yang hadepin, Nu. Aku yang salah."
"Tapi di tempat kerja, kamu itu tanggung jawab aku."
"Tapi kamu nggak tau menau dengan hilangnya cincin itu, aku nggak bisa seret kamu dalam masalah ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Amor Fati
ChickLitPengalaman buruk di masalalau membuat Akselio begitu takut dengan kemiskinan. Kenyataan bahwa dirinya sudah terlepas dari masa itu nyatanya tidak bisa membuatnya merasa tenang. Hingga kedatangan seorang gadis bernama Sarah, banyak mengajarkan tenta...