"Terima kasih, Pak Akselio. Anda sudah mencabut tuntutan dan membiarkan anak kami bebas." Ayah Sarah terlihat benar-benar berhutang budi pada dua pria berpakaian rapi di hadapannya.
Saat ayah Sarah mengulurkan tangan untuk berjabatan, pria bernama Akselio itu sesaat diam. Namun dengan cepat pria di sebelahnya menarik tangan Aksel untuk menyambut uluran tangan ayah Sarah.
"Terima kasih juga, Pak Jimmy." Setelah melepaskan jabatan tangannya dari Aksel, ayah Sarah beralih berterimakasih pada pria bernama Jimmy yang mengaku sebagai sekretaris pribadi Akselio.
"Sama-sama, Pak Afandi. Semoga lain kali Gaharu bisa lebih berhati-hati," ucap Jimmy.
Gaharu dan ibunya juga mengangguk berterima kasih pada mereka. Dan saat giliran Sarah, Aksel benar-benar tidak menyambut uluran tangan perempuan itu.
"Bisa kita bicara?" Aksel berucap, yang berhasil membuat hening suasana di depan kantor polisi tersebut.
Sarah menarik tangannya yang belum disambut oleh pria itu, dengan berani dia lalu mengangguk. "Iya."
*
Keluarga Sarah pergi dari kantor polisi setelah membiarkan mobil Aksel lebih dulu menjauh dari tempat itu.
"Bisa-bisanya lu tergiur harga murah, itu Ipon keluaran terbaru, Tong! Lu nggak mikir kenapa dijual pake harga segitu?" Sarah mengomel saat mereka sudah bersiap akan pulang.
"Ya Ntong pikir rezeki, Po," jawab Gaharu dengan polos.
"Rezeki pala lu!" Sarah hampir saja menjitak kepala sang adik. Dengan sigap Afandi melerai perdebatan kedua anaknya.
"Udah kita pulang aja, masih bagus orangnya nggak nuntut apa-apa." Afandi menarik lengan Sarah untuk satu motor dengannya. "Ntong biar sama Enyak aja, Sarah ikut Baba," ucap pria itu.
Sepertinya sang ayah tahu bahwa jika Sarah dibonceng adiknya, maka sepanjang perjalanan mereka akan terus bertengkar sampai ke rumah. "Sekarang gua tanya, lu beli hp curian itu dari siapa?" cecar Sarah.
Sesaat Gaharu terlihat ragu, namun karena terus didesak, pemuda itu kemudian mengaku. "Ntong beli sama Aep," lirihnya.
"Si Aep temen smp lu yang nggak lulus itu!" Sarah tahu betul siapa teman-teman sang adik, nama itu tentu tidak asing di telinganya.
"Iya, dia bilangnya nemu," jelas Gaharu lagi.
"Kenapa lu nggak bilang sama polisi, Tong!" sang ibu ikut mengomel ketika Sarah kehilangan kalimat santun dari otaknya.
"Nggak bisa dibiarin, laporin aja si Pea ke polisi!" Sarah berapi-api, perempuan itu hendak berbalik untuk masuk ke dalam kantor lagi. Tapi Gaharu dengan cepat menarik lengannya.
"Jangan!" Gaharu menjelaskan bahwa ibu Aep sakit keras, Aep pasti butuh uang itu untuk berobat ibunya.
"Tapi lu juga butuh uang itu," keluh sang ibu.
"Uang masih bisa Ntong cari lagi, Nyak. Tapi nyawa emaknya Aep cuman satu, Ntong gabisa bayangin kalo Ntong ada di posisi itu."
Hening, Sarah tidak menyangka sang adik yang baru beranjak dewasa itu sudah bisa berpikir ke sana. Tapi tetap saja, kebodohan adiknya perlu mendapat omelan yang setara.
"Udah yang udah biarin aja, entar Baba yang ganti duitnya," lerai Afandi yang mulai menaiki motornya dan meminta Sarah untuk naik ke boncengannya.
"Lain kali jangan gampang percaya sama temen," omel Sarah masih tidak terima. Uang yang adiknya hilangkan itu bagi mereka cukup berharga. Sang ayah hanya pengusaha mebel kecil, bukan toko besar yang omsetnya puluhan juta. Tentu saja mereka harus kembali mengumpulkan uang untuk membeli ponsel baru adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amor Fati
ChickLitPengalaman buruk di masalalau membuat Akselio begitu takut dengan kemiskinan. Kenyataan bahwa dirinya sudah terlepas dari masa itu nyatanya tidak bisa membuatnya merasa tenang. Hingga kedatangan seorang gadis bernama Sarah, banyak mengajarkan tenta...