Day 19 : Mimpi (Inilah Mimpi Kami)

22 5 0
                                    

Disclaimer : BoBoiBoy belongs Animonsta Studio. Saya selaku author hanya izin meminjam para watak. Disini saya tidak mengambil keuntungan apapun.

Fanfic ini dibuat dalam rangka 30 day writing and artist by Komunitas Edufiction BoBoiBoy.

Fanfic ini dibuat dalam rangka 30 day writing and artist by Komunitas Edufiction BoBoiBoy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Day 19 : Mimpi

Apakah aku memiliki mimpi?

Bukan mimpi yang seperti yang kita alami saat tidur. Mimpi yang ini adalah sebuah rencana special yang sangat ingin kita wujudkan.

"Apa mimpi kalian anak-anak?" tanya Ayah kepada kami bertujuh.

Ya, aku memiliki enam bersaudara. Kami semua kembar tujuh dan berjenis kelamin laki-laki. Kalimat itu adalah pertanyaan yang dikeluarkan oleh ayah saat kami masih berumur sekitar 10 tahun. Kami kembar bukan berarti mimpi kami sama. Tentu saja kami bertujuh memiliki mimpi yang berbeda. Tapi tetap bertujuan baik dan di jalan yang benar.

"Aku ingin menjadi lebih kuat supaya bisa menjadi seperti ksatria dalam dongeng. Ksatria yang melindungi semua orang yang tertindas oleh orang tidak bermoral."

Barusan adalah mimpi milik abang pertamaku Halilintar. Abang sulung kami memiliki sifat yang pendiam dan emosian. Tapi, di balik sifat itu, ia sebenarnya adalah orang yang sangat peduli. Sosok pelindung keluarga dan orang-orang baik.

"Kalau aku tentu ingin membuat orang-orang selalu tersenyum bahagia."

Taufan mengutarakan mimpinya. Dia sangat senang melihat senyuman dan tawa bahagia dari wajah orang-orang. Baginya kebahagiaan orang lain juga kebahagiaan dirinya. Orang lain senang maka dirinya juga ikut senang.

"Bagus sekali mimpimu Taufan. Tapi, Taufan juga harus ingat. Diri sendiri juga mesti tersenyum bahagia. Intinya, kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk curhat kepada keluarga ya," tegur ayah.

"Baik Yah!" balas Taufan seraya tersenyum dan mengacungkan jempol.

"Kalau aku ingin menjadi lebih kuat lagi agar bisa melindungi keluarga dan teman-teman. Aku gak mau mereka semua terluka."

Mimpi Gempa hampir sama seperti milik Halilintar. Sama-sama ingin menjadi kuat supaya mampu melindungi orang-orang yang mereka sayangi.

"Mimpi Halilintar dan Gempa nyaris sama ya? Bagus sekali.Tapi, ingatlah jangan sampai menyakiti diri sendiri. Kalau ingin melindungi orang lain maka kita harus bisa melindungi diri sendiri. Kalau sampai mati, mereka juga dalam bahaya kan. Ditambah mereka akan sedih melihat kita mengorbankan diri demi orang lain. Intinya jangan terlalu memaksakan diri. Tidak semua orang bisa kita lindungi. Tidak semua nyawa bisa kita selamatkan. Semua sudah tertulis dalam takdir. Kita hanya mampu melakukan yang terbaik," tutur ayah kepada kami.

"Baik Yah!" balas Halilintar dan Gempa mantap.

"Giliranku! Mimpiku ingin membuat orang-orang menjadi semangat dan ceria. Selalu semangat membela kebenaran dan kebaikan!" seru Blaze dengan penuh semangat.

"Kalau aku ingin menciptakan kedamaian dunia," ucap Ais.

"Wah, mimpi kalian hebat. Tapi, tak mudah untuk menyadarkan semua orang untuk melihat kebenaran dan ikut berbuat kebaikan. Tapi, juga Ayah tetap akan mendukung semangat kalian."

Blaze mengajak Ais tos kepalan tangan dan Ais menerimanya.

"Duri ingin menciptakan dunia yang hijau! Bumi ini sudah kehilangan wujud asalnya. Duri ingin mengajak orang-orang untuk menanam pohon bersama."

"Wah, Duri hebat." Ayah bertepuk tangan dan tersenyum.

"Duri juga ingin mereka semua lebih mencintai alam sekitar. Semua tanaman berhak untuk menikmati hidup mereka," tambah Duri dengan semangat menggebu-gebu.

Ayah hanya mengangguk-angguk seraya tersenyum.

"Lalu, Solar sendiri bagaimana? Apa mimpimu?" tanya ayah setelah lama menungguku berbicara seperti yang lain langsung semangat mengutarakan isi hati mereka.

"Mimpiku?" gumamku ragu seraya menunduk.

Baik ayah maupun para saudaraku masih terdiam dan memerhatikanku. Aku memainkan jari-jemariku.

"Solar ingin membangun perpustakaan untuk umum kan ya?"

Aku mendongak dan melihat Duri tersenyum lebar. Barusan apa yang dikatakannya tadi? Perpustakaan.

"Solar emosi dengan bacaan yang kurang edukasi dan moral saat ini. Ditambah isinya tidak masuk akal. Jadi, Solar ingin menciptakan dunia membaca yang lebih baik. Begitu kan Solar?"

Aku masih terdiam dan begitu juga dengan yang lain. Duri mewakili isi hatiku. Ya, aku pernah cerita ke dia tentang keinginanku.

"Solar, benarkan begitu?" tanya ayah memastikan.

"I-iya Yah," jawabku gugup.

"Wah, mimpi Solar keren!" seru Blaze diikuti tepuk tangan dari yang lain. Aku jadi malu sendiri sekarang.

"Ah, biasa saja. Mimpiku tidak keren-keren amat seperti punya kalian semua."

"Solar, dengarkan Ayah. Kalian semua juga ya."

Kami semua terdiam dan ayah melanjutkan.

"Mimpi setiap orang itu memiliki keistimewaan tersendiri. Keren dengan caranya sendiri. Intinya kalau mimpi itu memiliki tujuan untuk kebaikan dan kebenaran buat apa malu atau takut? Ayah berharap anak-anak Ayah tetap semangat belajar supaya bisa mewujudkan mimpi kalian, oke?"

"Oke Ayah!"

Kami pun tersenyum bersama dan sesekali tertawa bahagia. Ibu datang membawa sepiring karipap yang masih hangat.

Benar apa yang dikatakan ayah. Aku tidak boleh ragu tentang mimpiku. Walaupun nanti aku akan memiliki musuh atau orang-orang yang kontra dengan niat baikku. Aku harus tetap semangat untuk maju meraih mimpiku.

Itulah orbrolan kami di masa kecil. Sekarang di umur 14 tahun, aku telah berhasil mewujudkannya. Berkat Duri juga yang ikut mengingatkanku dan memberiku semangat. Kapsul perpustakaan di tengah taman yang asri bersama kedai Kokotaim Tok Aba.

Sampai jumpa di day 20

EdufictionBoBoiBoy

30 Autumn TalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang