Di naungan pohon yang tinggi dan rindang, ada seorang gadis sedang telentang sambil memejamkan mata. Setelah menyiram tanaman serta berlari-lari kecil sekitar rumah, dia merebahkan tubuhnya di hamparan rumput begitu saja tanpa memperhatikan pakaiannya akan kotor atau tidak. Gadis itu tidak lain dan tidak bukan adalah Kiyomi.
Seperti hari biasa, angin selalu berhembus di sekitaran rumahnya. Pepohonan dan tanaman bergoyang ketika angin mengenai mereka. Begitu angin melintasi tubuhnya, Kiyomi yang ingin menguap segera menutup mulut.
"Angin hari ini lumayan," ujar Kiyomi seraya mengusap tetesan air pada sudut matanya.
Beberapa hari ini, Kiyomi perlahan mencoba menghilangkan keinginannya untuk membantu karakter favoritnya itu diam-diam dan fokus menjalani kehidupannya sekarang. Karena apa? Senku dimasa depan akan bertemu dengan orang yang jauh lebih berguna dan membawa untung, dirinya sendiri membawa manfaat apa baginya?
Kiyomi membuang nafas, ia bangun dari posisinya untuk duduk, memeluk kedua kakinya dengan wajah cemberut.
Kiyomi berucap, "Keahlianku cuma rata-rata, tidak ada istimewanya. Bukankah tidak ada gunanya aku membantu senku diam-diam jika semua temannya sangat berbakat?"
Kala itu, tiba-tiba bayangan senku serta teman-temannya yang bercanda ria muncul dihadapannya. Suasana diantara mereka sangat harmonis dan hangat. Kiyomi menatap pemandangan didepannya.
Tembok yang berdiri diantara mereka sangat tinggi dan besar, sangat sulit untuk Kiyomi masuk ke dalamnya. Sekarang pun Kiyomi dapat mendengar gelak tawa dari mereka, senyuman satu sosok yang merupakan sumber penghilang akal sehatnya dalam sedetik. Kiyomi, hatinya pedih dan sakit bagaikan ditusuk ribuan jarum.
Dia mendongak, memandang langit biru dengan senyum sendu.
"Bolehkah aku berharap, orang yang kusukai..."
"... Juga memikirkan tentangku?"
***
Tak terasa matahari sudah turun dan digantikan oleh bulan, sunyi-nya suasana hutan bercampur dengan suara serangga malam dan gesekan kayu yang ada di tangan gadis yang tengah membuat api di rumput-rumput kering, di depan halaman rumahnya sambil bersenandung.
Kiyomi tersenyum getir, padahal angin malam ini tidak kencang tetapi api tidak kunjung tercipta. Tangannya memerah dan pegal karena terus memutar batang kayu itu. Kiyomi jadi merindukan kompor berkarat yang ada di kos nya dulu, tentu lebih simpel dan mudah jika kompornya ada disini. Sayang sekali sekarang ini bukan dunia lamanya. Melainkan dunia yang dia ketahui dari anime favoritnya.
Dia membuang nafas, "Tolong cepatlah jadi api, cacing yang ada di perutku sudah tidak sabar."
Gadis itu mengelus perutnya dengan tatapan iba, kasian cacing perutnya sudah berbunyi sejak tadi. Memang sulit jadi manusia purba ketika sudah terbiasa menggunakan alat modern. Kiyomi malah teringat mendiang neneknya yang ada di kampung selalu melakukan ini dan menciptakan api dengan mudah. Sekali lagi Kiyomi membuang nafas, kenapa gen yang dia dapatkan kebanyakan dari ibunya yang tidak ahli mengerjakan hal-hal kecil dibanding nenek atau ayahnya saja? Sebut saja mereka berdua serba bisa.
''Haha, aku ingat sekali dulu nenek memarahi ibu karena tidak bisa tersenyum dengan baik. Sekali tersenyum kesannya malah mirip penjahat-''
Kiyomi tersentak, dia tersenyum kikuk mengingat isi pikirannya sebelumnya. Bukankah baru saja dia menghina ibunya sendiri secara tidak langsung? Kiyomi memejamkan matanya lalu menyatukan kedua tangannya.
"Kepada ibuku, jangan marah ya, aku tidak bermaksud menghinamu. Aku cuma mengatakan fakta." Sang gadis terkekeh geli, sebenarnya dia tidak menyesali perbuatannya sama sekali.
Seandainya ibu Kiyomi ada disini mungkin di kepalanya dia sudah mendapatkan lemparan sandal swallow hijau andalan ibunya sekarang.
"Kak Kiyomii!!"
Suara riang Suika membuyarkan kesenangan Kiyomi. Senyum memenuhi wajahnya saat dia mengenali si pemilik suara. Suika, gadis kecil yang sering datang ke rumahnya di tengah malam, berlari ke arahnya dengan mata berbinar di bawah cahaya rembulan. Kiyomi dengan cepat berbalik, matanya bersinar di bawah cahaya bulan, menangkap siluet Suika yang mendekat, kedua tangannya terentang siap memeluk.
''Ah, dia ingin memelukku...'' batin Kiyomi. Dia berlutut, membuka pelukannya lebar-lebar, siap menampung tubuh kecil Suika yang berlari ke arahnya.
Suika tertawa ceria, melepaskan topi kulit semangkanya, dan semakin mempercepat langkahnya.
"Suika merindukanmu!!" Suika meluncur ke pelukan Kiyomi, keduanya terduduk di tanah dengan pelukan hangat di antara mereka.
"Oke, oke, oke, bukankah Suika terlalu bersemangat?" kata Kiyomi sambil terkekeh, mengusap lembut rambut Suika. Dia bangkit dari tanah, mengajak Suika untuk duduk bersamanya.
Suika tertawa riang, "Itu karena kita sudah lama tidak bertemu, Kak Kiyo! Suika akan datang lebih sering mengunjungimu!"
Kiyomi mengangguk, senyum mengembang di bibirnya, meskipun hatinya dipenuhi kekhawatiran pada gadis kecil itu. "Tentu, Suika. Tapi datanglah saat ada waktu luang, jangan datang di tengah malam."
"Kenapa?" Tanya Suika, kepala miring dengan rasa ingin tahu.
"Waktu tidurmu akan berantakan, dan kesehatanmu bisa menurun. Lagipula, Suika bisa terkena insomnia jika jam tidurmu tidak teratur," jawab Kiyomi, tangannya masih lembut merangkul rambut halus Suika.
Suika mengernyitkan keningnya, "Apa itu In...so...mni...a?"
"Benar, itu disebut insomnia," Kiyomi tersenyum kecil. "Singkatnya, insomnia membuat seseorang sulit tidur di malam hari."
"Dan saat bangun di pagi hari tubuhmu akan terasa lelah dan mudah mengantuk, apa Suika mengerti penjelasanku?" Suika membalas dengan anggukan, Kiyomi menepuk pelan kepala gadis kecil itu dan mengucapkan 'Suika ī koda ne' padanya.
"Tapi bagaimana jika Suika merindukan kak Kiyo? Suika pikir cuma saat malam hari saja Suika dapat mengunjungi kak Kiyo..."
"Kenapa begitu?" Kiyomi bertanya dengan lembut.
"Suika akan sibuk membantu yang lain di siang hari sampai sore, jadi Suika tidak punya waktu untuk mengunjungi kak Kiyo selain malam hari..." Suika menundukkan kepala dengan ekspresi sedih.
Kiyomi mendengus pasrah, sepertinya dia membuat Suika menempel padanya tanpa ia sadari. Di satu sisi ia senang karena ada yang menemani dan bisa diajak bicara, namun, disisi lain Kiyomi juga mengkhawatirkan kesehatan gadis kecil itu karena selalu datang tengah malam.
''Suika masih anak kecil.''
Kalimat itu terus terngiang-ngiang dalam kepalanya sekarang. Tidak boleh dibiarkan, dia harus bersikap tegas sebelum kejadian buruk benar-benar terjadi. Kiyomi memegang kedua bahu Suika, menatap lurus.
"Suika, dengarkan aku, oke?"
"Kau bisa mengunjungiku kapan-kapan, tapi tidak ketika malam hari, aku tidak mau membuatmu sakit hanya karena mengunjungiku."
"Tap-"
"Tidak ada kata 'tapi,' tolong patuhi ucapanku ya?" Kiyomi memotong, menatap sang gadis kecil dengan ekspresi serius.
Suika mengangguk, dia akan menurut dan menjadi anak baik bagi sang wanita didepannya walaupun masih ada kesedihan dalam hatinya sebab tidak bisa terlalu sering datang.
Di sisi lain Kiyomi tersenyum kecil, senang karena gadis kecil di pangkuannya mendengarkan ucapannya. Ia mengambil tangan mungil gadis kecil itu lalu menggenggamnya.
Kiyomi berucap, "Terima kasih telah mendengarkan ucapanku, Suika. Lain kali aku akan menceritakan anime-" sampai seseorang tiba-tiba menyelanya.
"Heh~ lumayan, aku tidak menyangka ada orang dari zaman modern selain aku dan teman-temanku yang lain terbangkit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Imbalance | Senku x F!/Oc Female!
FanfictionWarning ⚠️ ; - Spoiler, cringe, typo, tata bahasa/ejaan yang kurang rapi, baku, alur lambat. [ TAHAP REVISI ] END SEASON 1√ *** Laras Purnama, seorang wanita berusia 26 tahun yang baru saja lepas dari label "Pengangguran" dan sedang berlibur di sebu...