Prolog

74 8 0
                                    

Happy Reading 👋

***

Wajah sang istri kesamping usai tamparan keras dilayangkan oleh sang kepala keluarga.
"Dasar wanita murahan! lo harusnya bisa asuh Fisly dirumah aja anjing! mau lo apa segala caper sama cowo lain?! dasar wanita ga tau malu lo!" Fery berteriak dengan lantang tepat diwajah Adira, membuat wanita itu memejamkan kedua matanya.

"Nggak mas, bukan gitu, tadi dia cuma nyapa Fisly aja, mas. Nggak lebih," Ucap Adira memberi pengertian pada Fery.

"Alah anjing!" Suara tamparan kembali terdengar, tak perduli banyaknya darah yang mengalir disudut bibir sang istri karena ulahnya.

Fishly, gadis yang baru saja berusia enam tahun itu berlari sembari berteriak ketakutan. "Ayah, sudah, kasihan ibu, ayah, ibu sakit...ayah, jangan."

Fery menunduk menatap putrinya yang mencoba menahan tangannya dengan sekuat tenaga anak itu. Tak seberapa bagi Fery. "Anak bodoh, diam!" Tamparan keras Fery layangkan untuk gadis kecilnya, membuat putrinya itu hanya terdiam menahan tangis menyaksikan perbuatan kejam yang dilakukan ayahnya.

"Fisly, Fisly gapapa sayang? jangan nangis ibu gapapa, ayo kita pergi dari sini" Adira menggendong anaknya, membawa langkah pergi keluar rumah.

Dengan kedua tangan yang masih mengepal, Fery hanya diam menyaksikan kepergian istri dan anaknya. Tak berniat mencegah dan memperbaiki. Fery berfikir, Adira akan kembali seperti sebelumnya.

Ditengah langkah menjauhi rumah, Fisly bertanya. "Ibu, kenapa ayah jahat bu?"

"Fisly ga boleh seperti itu, ayah itu baik, Fisly. Ayah cuma cemburu sama ibu kok," Adira tertawa kecil. "Kalo cemburu itu artinya ayah sayang sama ibu. Berarti sayang sama Fisly juga."

"Apa Fisly boleh benci sama ayah?"

"Nggak boleh," sahut Adira dengan cepat. Adira tidak mau Fisly hidup bersama rasa benci. "Sebenci apapun ayah sama ibu, ayah tetep ayahnya Fisly. Superhero yang bakal lindungin Fisly dari orang jahat."

"Tapi ayah nggak lindungin Fisly, tadi ayah pukul Fisly sama ibu."

Adira terdiam. Tak menapik dan membela suaminya. Dengan jelas Fisly melihat Fery menampar dan memakinya tanpa mau mendengar penjelasannya terlebih dahulu. Tanpa Fery sadari, Fery telah menggores setitik luka yang akan abadi dalam ingatan Fisly.

"Pipi Fisly sakit," Ucap anak lagi. Telapak kecilnya mengusap pipi sang ibu yang memerah akibat ayahnya. "Pasti pipi ibu juga sakit kayak Fisly."

"Selagi Fisly sama ibu, ibu bakal baik baik aja."

"Ibu nggak benci sama ayah?"

"Ibu nggak bisa benci sama superheronya Fisly"

"Tapi Fisly benci ayah, bu. Fisly benci ayah karena udah sakitin ibu terus."

What about me? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang