4. Bersamamu? Aamiin.

290 161 106
                                    

Assalamualaikum semuanya.
Gimana harinya? Semoga sehat ya.
Jangan lupa bersyukur hari ini.
Aku mau ucapin terimakasih banyak-banyak karena udah singgah ke cerita aku.
Selamat membaca.
Jangan lupa tinggalin vote sama comment ya!

شكرًاجزيلا

☽

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

"Ya Allah. Aku tahu takdir yang Engkau tetapkan adalah yang paling baik untukku. Tapi bisa tidak, Aku minta takdir sesuai dengan keinginanku? Satu Ya Allah. Jadikan laki-laki yang sudah mempunyai niat baik itu benar-benar datang. Benar-benar serius dengan ucapannya"

-Awan Diandra Fidelya-


.

Pernyataan Biru beberapa menit yang lalu masih memenuhi pikiranku. Anggap aku orang gila sekarang. Ehhh.... jangan, aku sik punya akal buat berfikir.

"Yang punya nilai hampir sempurna kenapa senyam-senyum sendiri? Bukannya udah biasa ya?" Aku di hujani pertanyaan dari Senja. "Ndak, siapa yang senyam-senyum sendiri?"

Senja melirik ke arahku. "Ini aku bawa cermin, coba ngaca Wa! Pipimu sampe merah gitu. Kamu ini lagi seneng atau baru keluar dari sauna?" Senja menyodorkan cermin miliknya namun ku tolak.

Aku menggeleng. Sebenarnya aku ingin sekali memberi tahu Senja tentang niat Biru untuk melamar ku. Tapi ku urungkan. Selagi niat itu belum terlaksana, belum tentu itu bener-bener terjadi kan?

"Naudzubillahi min dzalik. Doa yang bener Wa!"

"Sampean pulang dulu Nja! Aku sik ada kepentingan neh." Senja mengangguk. "Kemana lagi?" tanyanya penasaran.

"Hari ini aku ada jadwal buat laundry alat sholat sama Jihan."

Kegiatan yang dilakukan setiap dua Minggu sekali ini adalah salah satu agendanya Organisasi Remaja Masjid. Hari ini giliranku dan juga Jihan.

"Aku bantu ya?" tanyanya menawarkan diri. "Ndak usah." Dia mengangguk. "Yaudah, kalo gitu aku pamit pulang."

"Iya, udah sana." Aku bercanda seolah-olah mengusirnya. "Aku pergi nih." Aku mengangguk. "Beneran pergi loh," ucapnya terus dengan hal yang sama.

"Iya, Nja. Assalamualaikum," kataku sedikit kesal dengannya. "Waalaikumussalam, semangat Wa." Aku hanya melambaikan tangan kearahnya yang sudah mulai berjalan menjauh.

Payung Untuk Awan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang