16. Mas Mie Ayam

35 3 7
                                    

Assalamualaikum semuanya.
Gimana harinya? Semoga sehat ya.
Jangan lupa bersyukur hari ini.
Aku mau ucapin terimakasih banyak-banyak karena udah singgah ke cerita aku.
Selamat membaca.
Jangan lupa tinggalin vote sama comment ya!

شكرًاجزيلا

Sebelum membaca jangan lupa
Shalawat Nabi Muhammad dulu:
"Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.".

.
.
.

☽

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.

"Boleh mulai sekarang kamu panggil saya dengan sebutan Mas saja!"

Tubuh Awan membeku seketika. Terkejut dengan permintaan laki-laki di depannya. Bukannya ini terlalu tiba-tiba? Awan tersenyum kaku.

"N-ndak sopan Pak kalau panggil begitu. Saya juga lebih nyaman manggilnya Bapak." Awan memang harus memilih hal yang seharusnya bukan? Dia tidak mau memberikan sebuah harapan pada Nala.

Memanggil dirinya dengan panggilan mas sama saja memberikan sebuah harapan. Harapan? Bagaimana mungkin seorang dosen harus dipanggil Mas kalau bukan ada hubungan apa-apa.

Bagi Awan, Nala adalah laki-laki yang baik. Perempuan itu tidak ingin jika nantinya ketika Nala bersama dengannya, Nala akan terluka. Bukannya tidak adil bagi Nala jika harus bersama dengannya? Mungkin lebih baik Awan sekarang harus memikirkan semua hal dari segi manapun. Tidak hanya untuk kebahagiaan orang tuanya saja. Kebahagiaan Nala nantinya juga penting.

Nala tersenyum tipis. "Yasudah kalau begitu. Saya ndak mau memaksa sampean Wa. Saya pamit dulu. Assalamualaikum."

Awan mengangguk. "Waalaikumussalam," ucapnya sesaat sebelum Nala melangkah pergi.

Maaf Pak. Seharusnya sampean ndak usah suka sama saya. Saya cuma ndak mau membuat bapak terluka nantinya. Batin Awan merasa bersalah.

Awan hanya memperhatikan Nala yang perlahan berjalan menjauh. Laki-laki itu terlihat berlari kecil ke arah mobil miliknya. Mungkin karena gerimis yang tiba-tiba datang.

Tunggu! Itu??

Mata Awan menyipit. Mengumpulkan sebuah kesadaran bahwa sekarang dirinya tidak salah mengenali orang. Setelah menyadari ada sesuatu, Awan spontan berlari ke depan rumah. Tidak memperdulikan hujan yang semakin deras. Tujuan utamanya adalah mencari sebuah penjelasan.

"Berhenti! Aku bilang berhenti!" Teriak Awan kepada seseorang yang tadi tak sengaja ia lihat dari kejauhan. Seseorang itu langsung berlari pergi ketika tahu Awan mengetahui keberadaannya.

Payung Untuk Awan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang