Bab 1

2.6K 134 25
                                    

"Gaby, kamu di anter nggak?" Tanya Dana.

"Nggak usah, Dan. Aku bawa mobil sendiri aja." Jawab Gaby, istri dari Dana Laksono.

"Beneran bisa?" Dana meyakinkan istrinya lagi.

"Bisa. Kemarin waktu Tika vaksin, aku bisa bawa mobil sendiri." Jawab Gaby dengan bangga.

Meskipun bawa mobil sendiri, tentunya Gaby tak sendirian, ada ART yang menemani.
ART yang bernama bu Asih sudah lama bekerja di rumah Dana. Namun tidak menginap.
Pagi datang, sore atau malam pulang.

"Rumah sakit cuma deket sini. Sedangkan kantor mu jauh.
Aku kuatir aja, Gab. Kamu uda lama nggak bawa mobil jarak jauh, takut kaki mu kram atau apa gitu...." Kata Dana lagi.

"Nggak papa, Dan." Jawab Gaby sambil tersenyum.

"Tas dan keperluan Tika uda semua?" Tanya Dana yang saat ini menggendong anaknya yang bernama Mustika Dewi Laksono.

"Uda beres! Uda aku masukan semua." Kata Gaby.
Perlahan Dana meletakkan Tika di baby car seat.

"Aku berangkat dulu ya, Dan." Pamit Gaby.

"Ati-ati. Ntar kalo aku pulang duluan, aku yang jemput Tika." Ujar Dana.

"Anak papi sekolah dulu, ya." Lanjut Dana dan berbicara kepada bayi yang masih berusia 2 bulan. Dia mencium pipi montok anaknya.

"I love you, Gaby." Lanjut Dana dengan memberikan  kecupan singkat di bibir istrinya.

"Love you too, Dan." Balas Gaby.

Dana dan Gaby merupakan pasangan suami istri. Hubungan mereka bermula dari teman 1 angkatan saat masa kuliah dan berlanjut hingga pelaminan.

Sebenarnya mereka menikah sudah cukup lama, tapi saat itu Gaby belum siap punya keturunan.
Karena ia merasa jika memiliki anak tanggungjawabnya besar.
Memang benar apa yang di katakan oleh Gaby. Anak tidak hanya saat fase hamil dan melahirkan.
Setelah lahir, juga banyak yang harus di persiapkan, siap mental dan financial.

Apalagi bagi seorang wanita, usai melahirkan pasti mempengaruhi bentuk badan dan emosional juga.
Namun sayangnya, pada saat mereka pacaran, hal ANAK ini tidak di bicarakan.

Tahun-tahun pertama menikah, Dana tidak mempermasalahkan.
Karena ia merasa hidup berdua dengan istrinya sudah merupakan kebahagiaan yang tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.
Biasa lah, euforia pengantin baru. Pokoknya maunya berdua aja.

Setelah bekerja, mereka sering ke mall untuk jalan-jalan atau nonton.
Kadang saat weekend, mereka menikmati dunia malam dan pulang dini hari atau pagi hari.

Orang tua Dana atau Gaby tidak pernah membicarakan keturunan. Karena mereka mengira, pasangan ini tidak menunda, dan mungkin Tuhan belum memberi amanah. Jadi orang tua mereka sengaja tidak mengungkit, karena kuatir pasangan ini tersinggung.
Selain itu, mereka tinggal di lain kota.
Sehingga saat menelepon, cukup hanya bertukar kabar saja.
Yang penting, Dana dan istrinya sehat.

Namun, seiring berjalannya waktu, Dana merasa ada yang kosong di pernikahan ini. Rutinitasnya terlalu monoton, menurut Dana membosankan.
Hatinya tercubit saat melihat foto sepupu dan saudaranya yang telah mempunyai anak.
Dana juga melihat cara pandang sepupunya berubah, sisi ego nya kadang hilang jika berkaitan dengan anak-anaknya.
Sehingga 2 tahun terakhir ini, Dana membujuk Gaby untuk melepaskan alat kontrasepsi.

'Jangan kuatir tidak cukup uang. Saat kamu hamil, aku akan bekerja lebih keras supaya anak kita dan kamu tidak kekurangan.'

'Kita nggak perlu pakai suster, cukup bu Asih aja. Karena aku tau, kamu tidak suka jika ada orang lain di rumah ini. Anak kita bisa di daycare.'

BUKAN TAKUT MENIKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang