[15] Satu Hari yang Biasa

112 43 25
                                    

Yoshino menatap datar Rina, Julian dan Johan yang kini berkumpul di apartemennya. Sebuah isakan mengalihkan atensi semuanya.

"Hiks...gue gak pernah nyangka apartemen ini bakal rame kayak gini."

"Gue gak nyangka lo bakal punya temen bro." Martin mengusap matanya berkali-kali, padahal tidak ada air mata yang mengalir dari sana. Yoshino hanya memutar bola matanya malas.

"Lebay lo bogel!" Ejek Julian.

Martin yang sedang menangis bohongan itu langsung melontarkan tatapan mautnya kepada Julian. "Lo mau mati hah? Gue suruh kunti bogel nempelin lo baru tau rasa!" sentaknya.

"Gak takut wlee! Suruh aja sana!" Tantang Julian dengan eskpresi angkuh yang di buat buat.

"Seriusan nih? Gak akan ngompol lo?" Martin menyeringai usil.

Julian berdehem singkat. Tiba-tiba saja, dia tidak ingin mengusili Martin lagi. Martin terlihat sangat serius saat mengancamnya.

"Cihay! Takut kan lo? Makanya jangan macem macem sama gue!"

Julian berdehem lagi dengan tatapan terarah ke arah lain. "Ekhem! Jadi ini apartemen milik Pak Jendra?" tanya Julian mengalihkan topik.

"Hilih ngalihin topik lo! Ketauan banget takutnya!" Ejek Martin.

"Udah deh diem kalian! Berisik banget sih! Emangnya kalian bocah SD?" Sentak Rina dengan ekspresi jengkel.

"Maaf nyonya..." gumam keduanya secara bersamaan.

Rina segera mengubah ekspresinya menjadi ekspresi penasaran. "Apart ini beneran punya Pak Jendra?" tanyanya kepada Martin.

"Iya," balas Martin seraya mengangguk.

"Gila! Sultan banget Pak Jendra! Meski apartnya kayak tua gini, tapi ada empat lantai lho! Banyak banget lagi unitnya," kagum Rina.

"Lo jujur aja deh! Umur Pak Jendra berapa sih?" lanjut Rina.

"Kenapa lo penasaran? Naksir yaa?" Martin menampilkan ekspresi usil andalannya.

"Hah? Naksir? Gila lo! Masa iya gue naksir ayah temen gue sendiri? Gue cuman pengen tau aja, mukanya kayak masih 20 an awal, tapi udah kaya raya dan punya jabatan tinggi gitu," sahut Rina tak terima.

"Ya santai aja sih! Gue bercanda doang. Umurnya 39, bulan depan jadi 40. Awet muda kan?"

"Hah???" Bukan hanya Rina saja yang terkejut, Julian bahkan ikut teriak bersama Rina. Johan yang sedang bermain game menoleh sekilas. Dia juga sedikit terkejut karena tidak menduganya.

Jendra bisa di katakan lebih dari pada awet muda. Jika dia mengaku masih berumur 23 tahun, siapa pun akan percaya dengannya. Tapi umurnya hampir 40? Yang benar saja!

Yoshino yang sedari tadi hanya menonton mereka akhirnya angkat bicara. "Kalian ke sini cuman mau gosip?" sindirnya dengan tatapan tajam.

"Ya elah santai dikit napa bro! Mata lo bisa copot kalo melotot terus gitu!" Martin memukul pelan bahu Yoshino beberapa kali, yang tentu saja di hadiahi tatapan tajam darinya.

"Lo kenapa tinggal sendiri di sini? Padahal apart ini punya banyak unit. Kenapa penghuninya cuman lo aja? Atau gak, kenapa lo gak tinggal bareng Pak Jendra?" tanya Rina tiba-tiba kepada Yoshino."

"Kenapa lo mau tau? Lo lupa gue benci orang yang suka ikut campur?" tanya Yoshino balik dengan nada dingin seperti biasanya.

"Pfftt..." Rina terkekeh pelan. Yoshino menatapnya datar. Kenapa perempuan itu tiba-tiba tertawa?

Thread of Death ✔️ [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang