Dua minggu yang tidak Yoshino harapkan akhirnya datang. Hanya berdiri di depan gerbang sekolah saja, dirinya sudah menjadi pusat perhatian. Tidak jarang beberapa orang yang berjalan melewatinya mulai saling berbisik satu sama lain.
Namun, hal itu tidak membuat Yoshino ciut, dia justru melangkah masuk ke area sekolah dengan dada tegap dan pandangan terarah lurus ke depan, tanpa menunjukkan kelemahan sedikit pun.
Yoshino berjalan mengenakan tongkat karena kakinya masih terasa kaku. Dokter menyuruhnya untuk terus mengenakan tongkat selama satu bulan penuh demi pemulihan yang sempurna. Selain itu, dokter juga melarang Yoshino banyak berjalan menggunakan kakinya.
Yoshino berpikir semuanya sia-sia saja, entah apa yang akan terjadi selama satu bulan itu.
Tidak terasa langkah Yoshino sudah membawanya ke dalam kelasnya. Keadaan kelas yang semula berisik bak di pasar itu menjadi hening seketika.
Yoshino berjalan santai ke bangkunya tanpa memedulikan tatapan seisi kelas yang tertuju padanya.
"Eh, gue kira dia gak bakal sekolah lagi."
"Udah hampir dua bulan ya?"
"Dia murid baru yang nyoba bundir itu kan?"
"Eh lo denger rumornya gak? Katanya waktu itu dia kerasukan."
"Ih ngeri banget!"
"Ada satu rumor lagi! Katanya, dia itu di kutuk seseorang buat jadi tumbal."
"Ngaco lo anjir percaya sama yang gituan! Yang gue denger tuh katanya dia sakit mental, makanya bundir."
"Anjir kok gue jadi merinding gini."
"Gue mau pulang aja lah..."
"Duh, gak nyaman banget suasananya."
"Sttt! Jangan kenceng-kenceng, ntar kalo dia denger gimana?"
Berbagai macam rumor tak berdasar menjadi topik pembicaraan di antara murid-murid kelas itu. Yoshino dapat mendengar semuanya dengan jelas meski mereka berbisik-bisik, namun dia memilih untuk mengalihkan pandangannya ke jendela di sampingnya di banding merespon ucapan-ucapan tidak berguna itu.
Tidak lama kemudian, pintu kelas terbuka. Mereka merasa lega karena akhirnya ada guru yang memasuki kelas mereka, namun kelegaan mereka luntur seketika saat menyadari bahwa yang masuk adalah Bu Nia.
Begitu memasuki kelas, pandangan Bu Nia langsung terarah lurus kepada Yoshino. Seisi kelas menahan napas mereka di tengah kesunyian itu, berusaha mempersiapakan hati dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Atmosfer ruangan itu semakin terasa berat saat Bu Nia berjalan menuju bangku Yoshino.
"Yoshino Adelard Farzan." ucap Bu Nia dengan suara berat nan tegasnya.
Yoshino menegapkan postur duduknya, lalu menatap lurus mata Bu Nia untuk menunggu kelanjutan ucapannya.
Yosihno mengingatnya. Itu adalah guru yang dia dorong secara kasar saat dia salah mengira bahwa guru itu adalah hantu. Jika guru itu marah, Yoshino akan menerimanya saja karena itu memang murni kesalahannya.
Namun, tanpa di sangka, Bu Nia justru menepuk pelan bahu Yoshino beberapa kali. "Kalau kamu ada masalah, kamu bebas cerita sama saya. Seberat apa pun masalah kamu, tindakan bunuh diri itu tidak benar. Jangan pernah mengulangi itu lagi dan kamu harus berkonsultasi tiap hari ke ruangan BK! Tidak boleh membantah! Kesehatan mental itu paling penting!" ujarnya dengan nada tegas.
Yoshino terdiam, begitu pula dengan seluruh penghuni kelas.
"Jul, itu beneran Bu Nia kan? Bukan dedemit?" bisik Hendra kepada Julian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thread of Death ✔️ [DITERBITKAN]
Tajemnica / ThrillerKutukan yang menjeratnya membuatnya tidak bisa menjalani kehidupan dengan normal. Ada banyak rahasia dan tragedi yang tersembunyi di baliknya. Bersama dengan orang-orang yang juga terhubung dengan masa lalu kelamnya, dia berusaha mengungkap kebenara...